Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

5 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKONOMI MAKRO
Kilau Emas Mendongkrak Inflasi

LONJAKAN harga emas dan logam beberapa bulan terakhir memicu kenaikan inflasi di Tanah Air. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan, kenaikan harga emas menjadi penyumbang inflasi terbesar sepanjang Agustus lalu. Sumbangan emas lebih besar dibanding komoditas lain.

Menjelang Lebaran, kata Rusman, emas seperti menjadi kebutuhan masyarakat, sehingga permintaannya terus meningkat. Walhasil, harganya terus melambung. Harga emas 24 karat melonjak mendekati Rp 550 ribu per gram. Harga emas di pasar dunia juga sudah terbang tinggi mendekati US$ 2.000 per troy ounce. Enam bulan lalu, harga emas di pasar internasional masih US$ 1.000-an per troy ounce. "Lucu, malah emas yang paling berpengaruh, bukan barang pokok," ujarnya di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Biasanya komoditas penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok makanan, seperti beras dan minyak goreng. Menurut Rusman, kenaikan harga barang kebutuhan pokok relatif tidak berpengaruh besar terhadap inflasi Agustus. Sebab, kenaikan harga hanya terjadi selama dua hari menjelang Idul Fitri 1432 Hijriah.

Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan inflasi Agustus akan lebih rendah daripada perkiraan awal Bank Indonesia. Bank sentral memperkirakan inflasi bulan lalu 0,87-0,9 persen.

ANGKUTAN KARGO
Penambahan Agen Inspeksi

KEMENTERIAN Perdagangan mengajukan usul ke Kementerian Perhubungan agar memperbanyak agen inspeksi (regulated agent) kargo. "Surat (usul) sudah disampaikan Menteri Perdagangan kepada Kementerian Perhubungan," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Deddy Saleh di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Usul itu, kata dia, merupakan masukan buat Kementerian Perhubungan agar memperbaiki aturan agen inspeksi. Para pengusaha mengkritik dan mengeluhkan aturan itu lantaran mengakibatkan pertambahan biaya, sementara prosedurnya berbelit dan infrastruktur terbatas.

Akhir Juni lalu, Kementerian Perhubungan menerbitkan aturan pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang diangkut pesawat terbang. Aturan itu berlaku sejak 4 September lalu. Efeknya, biaya inspeksi naik dari Rp 60 per kilogram menjadi Rp 800 per kilogram. Sekarang baru ada tiga agen inspeksi: PT Duta Angkasa Prima Kargo, PT Fajar Anugerah Semesta, dan PT Ghita Avia Trans.

Sumber Tempo mengatakan jumlah agen inspeksi akan bertambah lagi. "Tidak cuma tiga perusahaan," katanya. Lima perusahaan lain telah mengajukan izin, yakni PT Wahana Senareksa (RPX), PT Surveyor Indonesia, PT Birotika Semesta (DHL Express), PT Pajaja­ran Global Service, dan PT Angkasa Pura II. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Israful Hayat mengatakan kementeriannya akan segera mempelajari surat dari Kementerian Perdagangan. "Pemeriksaan kargo dan pos harus dilakukan badan usaha independen khusus," ujarnya.

PERBANKAN
Lampu Kuning Kredit Konsumsi

BANK Indonesia menilai porsi kredit konsumsi sudah sangat tinggi alias lampu kuning meski pertumbuhannya masih lebih rendah ketimbang kredit modal kerja. Bank sentral kini terus mengawasi perbankan agar kredit konsumsi tidak semakin menggelembung, terutama di sektor properti dan otomotif. "Sudah di ambang batas (kejenuhan)," kata Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Wimboh memaparkan, kredit perbankan hingga pekan ketiga Agustus 2011 mencapai Rp 234,57 triliun atau tumbuh 13,36 persen (Januari-Agustus 2011) dan 24,45 persen tahunan (Agustus 2010-Agustus 2011). Kredit konsumsi mencapai Rp 66,2 triliun, kredit modal kerja Rp 60,1 triliun, dan kredit investasi Rp 58,5 triliun. Pertumbuhan kredit konsumsi (tahunan) mencapai 23,2 persen, lebih tinggi daripada kredit investasi, 20,8 persen. Tapi pertumbuhan kredit konsumsi masih lebih rendah daripada kredit modal kerja, 23,8 persen.

Ekonom Standard Chartered Bank, Erick Sugandhi, menilai kredit konsumsi belum mengkhawatirkan. "Tapi harus diwaspadai," ujarnya. Kredit konsumsi berbahaya bila pertumbuhannya melebihi kredit modal kerja. Apalagi jika porsi kredit sebagian besar mengucur ke sektor konsumsi. "Jangan sampai lebih dari 50 persen. Itu tidak produktif," katanya.

AKSI KORPORASI
Danareksa Akan Beli Inalum

PT Danareksa Sekuritas tertarik mengambil alih PT Indonesia Asahan Inalum dari investor Jepang. Menurut Direktur Utama Danareksa Sekuritas Marciano Herman, Danareksa sudah lama mengincar Inalum dan menjajaki akuisisi. Sekarang perseroan menunggu keputusan pemerintah atas mekanisme dan jumlah saham yang boleh dibeli. "Kami siap jika ada kesempatan," ujar Herman di Jakarta pekan lalu.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara, sebagai pemegang saham, mendukung Danareksa membeli produsen aluminium tersebut. "Tidak jadi masalah. Itu bagian dari aksi korporasi," kata Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN Pari­kesit Suprapto di Jakarta.

Inalum merupakan proyek industri aluminium kerja sama Indonesia dan Jepang sejak 1982. Pemerintah memiliki 41,13 persen saham, sementara Jepang melalui PT Nippon Asahan Aluminium menguasai 58,87 persen. Pemerintah memutuskan akan mengakhiri kerja sama dengan investor Negeri Matahari Terbit itu dan mengambil alih semua saham Inalum pada 2013. Nilai penjualan saham (divestasi) Inalum diperkirakan sekitar US$ 720 juta (kurang-lebih Rp 6 triliun).

Saat ini baru PT Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang diberi amanat membeli saham Inalum. Menurut Direktur Utama PIP Sori­taon Siregar, perseroan diberi mandat membeli seluruh saham milik investor Jepang. Realisasi pembeliannya akan dilakukan pada 2013, ketika program divestasi jatuh tempo.

EKONOMI INTERNASIONAL
Perbankan Eropa Seret Modal

DANA Moneter Internasional (IMF) memperkirakan neraca bank-bank Eropa akan mengalami masalah serius karena imbas krisis utang negara-negara Zona Euro. Berdasarkan rancangan laporan stabilitas keuangan global, IMF menghitung bank-bank Eropa bisa menghadapi kekurangan modal sekitar 200 miliar euro (setara dengan US$ 287 miliar atau sekitar Rp 2.440 triliun).

Seorang sumber di Eropa mengatakan angka itu didasari nilai pasar dari obligasi pemerintah Yunani, Irlandia, Portugal, Italia, Spanyol, dan Belgia. Sebelumnya, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengkritik pembuat kebijakan di Eropa. Bank-bank di Eropa, kata dia, membutuhkan dana rekapitalisasi untuk mencegah krisis likuiditas. Otoritas perbankan Eropa juga diminta mengucurkan dana fasilitas stabilisasi keuangan.

Pejabat Zona Euro menanggapi sengit analisis IMF tersebut. "Visi IMF bias," kata Menteri Keuangan Spanyol Elena Salgado. Dia menuding IMF keliru. Pemimpin Deutsche Bank AG, Josef Ackerman, menolak permintaan IMF agar bank menambah modal.

INDUSTRI PENERBANGAN
Operasionalisasi Mandala Mundur

AMBISI pemilik baru PT Mandala Airlines menerbangkan kembali maskapai itu masih harus disimpan dalam laci. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bhakti S. Gumay, kegiatan operasional Mandala tertunda hingga tahun depan lantaran belum siapnya armada dan awak pesawat serta adanya masalah teknis soal masuknya investor baru. "Surat izin usaha penerbangan baru diterbitkan setelah setahun tidak beroperasi," katanya di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Sesuai dengan aturan, satu maskapai minimal harus punya sepuluh unit armada yang siap terbang. Perinciannya, lima unit pesawat milik sendiri dan lima unit pesawat sewa. "Mereka harus mengikuti aturan itu," kata Herry.

Mandala menghentikan kegiatan operasinya pada 13 Januari lalu karena kesulitan keuangan. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyetujui penundaan kewajiban pembayaran utang Mandala kepada para kreditornya. Dalam pertemuan dengan kreditor, disepakati utang Mandala senilai Rp 2,5 triliun diubah menjadi saham. Saratoga Investment milik pengusaha Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya akan menjadi pemilik baru Mandala dengan mengambil alih 51 persen saham. Sisanya dipegang Tiger Airways 33 persen, kreditor 15 persen, dan Cardig 1 persen.

Sandiaga pernah mengatakan Saratoga akan menjadikan Mandala penerbangan murah. Pilihan segmen ini mengacu pada sukses Tiger Airways melakoni bisnis penerbangan berbiaya rendah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus