Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KABAR tak menyenangkan diterima Deputi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sumaryanto Widayatin, awal Agustus lalu. Stafnya mengabarkan empat perusahaan milik negara tak lolos prakualifikasi proyek air Umbulan, Jawa Timur. Begitu menerima informasi itu, kekesalan Sumaryanto meledak. Ia langsung menelepon wakil ketua panitia lelang Budi Susilo. Dengan nada sewot, Sumaryanto mempertanyakan alasan panitia lelang proyek air Umbulan di Jawa Timur menggugurkan perusahaan pelat merah dalam proses prakualifikasi proyek infrastruktur senilai Rp 1,8 triliun itu.
Bekas Komisaris PT Jasa Marga (persero) itu heran bukan kepalang karena perusahaan sekelas PT Wijaya Karya, PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Brantas Abipraya bisa gagal ikut tender proyek air Umbulan. Padahal, ujar dia, keempat BUMN ini menggandeng perusahaan-perusahaan bonafide dan statusnya jelas.
Wijaya Karya menggandeng PT Nusantara Infrastruktur dan Moya Asia Ltd. Adhi Karya satu konsorsium dengan Acuatico Pte Ltd, perusahaan terafiliasi PT Recapital Advisor (milik bankir investasi Rosan Roeslani). Pembangunan Perumahan bergabung dengan Sembcorp Utilities Pte Ltd, milik Temasek Singapura. "Saya bertanya (ke panitia lelang) apa sih yang kurang. Tapi jawabannya tak jelas," kata Sumaryanto kepada Tempo di Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Budi Susilo membenarkan cerita Sumaryanto tadi. "Dia (Sumaryanto) teman saya," ujarnya di Jakarta. "Saya sudah menjelaskan, itu hasil keputusan bersama panitia lelang proyek Umbulan."
Perusahaan-perusahaan milik negara itu lalu mengajukan keberatan—sanggahan dalam istilah tender—kepada panitia lelang proyek Umbulan. Tapi hanya sanggahan Brantas Abipraya yang diterima. Perusahaan negara yang berbasis di Jawa Timur itu bersama konsorsium Kukdong Eng & Const Co Ltd akhirnya lolos tahap prakualifikasi dan bisa ikut tender. Tiga BUMN lainnya tetap gugur. Total jenderal, dari 12 konsorsium asing dan lokal, hanya lima konsorsium lolos tahap prakualifikasi. "Mereka berhak ikut tender," kata Kepala Badan Pendukung Pengembangan Penyediaan Air Minum Rahmad Karyadi (lihat tabel).
PROYEK air Umbulan, bersama pembangunan jalan tol Bandar Udara Kuala Namu, Medan, jalan kereta Manggarai—Bandara Soekarno-Hatta, proyek pembangkit listrik tenaga uap di Jawa Tengah, dan proyek Pelabuhan Tanah Ampo, Bali, merupakan proyek infrastruktur prioritas Kabinet Indonesia Bersatu. Lima proyek ini bagian dari 79 proyek infrastruktur senilai US$ 53,4 miliar (sekitar Rp 500 triliun) yang ditawarkan pemerintah kepada investor swasta pada Juni tahun lalu.
Megaproyek itu buat memecah kebuntuan mandeknya pembangunan infrastruktur selama belasan tahun, termasuk dua periode masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek-proyek infrastruktur itu ditawarkan dengan skema kerja sama pemerintah swasta (public private partnership/PPP). Pemerintah mengajak investor swasta lantaran tak punya banyak uang buat membangun sendiri infrastruktur-infrastruktur di Tanah Air
Menurut sumber Tempo, dalam tahap prakualifikasi biasanya panitia lelang mencari sebanyak-banyaknya calon peserta yang bersedia ikut membangun infrastruktur di Indonesia. Ibarat pertandingan sepak bola, prakualifikasi merupakan tahap mencari peserta atau klub yang bersedia ikut kompetisi. Jadi belum bertanding sama sekali. Tapi, ujar dia, proyek air Umbulan justru ironi. Saat banyak investor swasta berminat membantu pemerintah, baru separuh jalan mereka justru didepak. "Ini kompetisi belum dimulai, peserta sudah digugurkan," katanya.
Lebih mengherankan lagi, ujar sang sumber, konsorsium besar umumnya tak lolos hanya gara-gara masalah administratif, misalnya nama pejabat dalam konsorsium berbeda dengan dokumen lain, atau dokumen belum lengkap. Padahal, dari sisi kemampuan teknis cukup andal. Sembcorp kontraktor kelas dunia. Unit usaha Temasek Singapura itu juga pernah membangun proyek pipa gas di Indonesia. Befesa, perusahaan air minum terbesar di Spanyol, juga sangat berpengalaman menyediakan air bersih di Negeri Matador.
Adapun Acuatico punya pengalaman mengelola air minum. Unit-unit usaha Acuatico, PT Aetra Air Jakarta memasok air ledeng di Jakarta Timur, dan PT Aetra Air Tangerang menyediakan air bersih di Tangerang. Nasib Nusantara Infrastruktur tak kalah apes. Upaya korporasi yang sebagian sahamnya dimiliki taipan Peter Sondakh ini menggandeng Moya Asia, perusahaan infrastruktur pengadaan air minum asal Singapura, tak membuahkan hasil. "Padahal kami mempersiapkan ikut tender Umbulan ini sudah lama," kata Direktur Pelaksana Nusantara Infrastruktur Bernardus Djonoputero.
Kemampuan finansial konsorsium-konsorsium itu juga tak perlu diragukan. Semuanya sudah menunjukkan jaminan bank senilai Rp 500 miliar. "Mustahil Temasek, Peter Sondakh, Acuatico, atau Befesa tak punya duit," ujarnya sambil geleng-geleng kepala. Panitia lelang, kata dia, seharusnya paham bahwa tender proyek air Umbulan bukan pengadaan barang atau jasa, tetapi pengadaan investasi. Tender itu mencari investor berduit dan andal, bukan mencari investor yang hanya mau bekerja. "Kalau mau kerja saja tapi tak punya duit, bagaimana?"
Salah satu anggota panitia lelang bercerita. Peserta paling dramatis adalah PT KTCI International. Perusahaan asal Taiwan itu bersedia menunjukkan uang tunai sekitar Rp 1 triliun. Manajemen KTCI International sudah mengontak panitia tender. Ratusan juta dolar Amerika siap dibawa ke Indonesia sebagai jaminan. Namun duit jumbo tunai itu tertahan di bandar udara Taiwan. "Otoritas Taiwan melarang ratusan juta dolar dibawa ke luar negeri," ungkap sumber Tempo.
Manajemen KTCI International tak patah semangat. Mereka tetap datang ke Surabaya menjelang detik-detik terakhir penutupan prakualifikasi. Saat keluar dari jalan tol Waru, rombongan KTCI terjebak macet sehingga hampir telat menyerahkan dokumen prakualifikasi. Dasar apes, kata sumber Tempo, KTCI International tetap tak bisa ikut tender. "KTCI penanaman modal asing murni. Itu tak boleh," ungkap Budi Susilo, yang juga bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Timur." Harusnya mereka ikut dalam konsorsium atau menggandeng perusahaan lokal." Mereka pun tenggelam sebelum ikut mencoba bertarung memperebutkan proyek Umbulan.
Kabar tak sedap pun menyeruak. Panitia lelang seolah-seolah berpihak ke beberapa konsorsium nasional. "Susah dibuktikan. Tapi bisa dirasakan," ujar salah seorang anggota panitia lelang. Perusahaan nasional yang lolos antara lain PT Bakrie Development, perusahaan milik Grup Bakrie yang berkongsi dengan perusahaan Cina, dan Grup Medco (milik keluarga Panigoro) yang berkongsi dengan PT Bangun Tjipta milik pengusaha Siswono Yudhohusodo. Meski kecewa, Sumaryanto tak mau gegabah menuduh sembarangan. "Tanya saja Pemerintah Daerah (Jawa Timur), seperti apa indikasinya," ujar dia.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, sebagai ketua panitia lelang Umbulan, enggan berkomentar banyak. "Tanya saja Hari Sasono (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah)." Sayangnya, Hari belum bisa dimintai konfirmasi. Penjelasan datang dari Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono. Menurut Budi, tender proyek air Umbulan memang diselenggarakan oleh panitia lelang provinsi. Tapi panitia lelang sudah bekerja profesional. Panitia lelang lokal juga punya pengalaman menggelar tender skema kerja sama pemerintah swasta, yakni proyek panas bumi. "Apalagi dibantu tenaga dari pusat dan PT Sarana Multi Infrastruktur (perusahaan milik negara) sebagai penasihat," ujar Budi.
Ribut-ribut seleksi calon investor sementara ini memang bisa diredam. Toh, tender proyek Umbulan tetap saja molor dari jadwal semula semester pertama 2011. Tender tampaknya baru bisa dilaksanakan akhir tahun ini. Apalagi sampai sekarang tarik-ulur antara pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Pasuruan yang mengklaim pemilik sah mata air Umbulan masih belum tuntas (lihat "Politik Dagang Air Umbulan"). Bila kisruh ini berlarut-larut, keinginan masyarakat Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Pasuruan untuk segera mendapatkan air bersih masih sekadar mimpi.
Padjar Iswara, Fery Firmansyah
Lima konsorsium lolos prakualifikasi
- Grup Medco-PT Bangun Tjipta
- Konsorsium Marubeni Corp, Nippon Koei, dan PT Perkom Indah Murni
- Konsorsium China Harbour Eng Co Ltd, Sound Global Ltd, PT Manggala Purnama Sakti
- Konsorsium PT Amerta Bumi Capital, PT Bakrieland Development, Beijing Enterprise Water Group Ltd
- Konsorsium Kukdong, PT Brantas Abipraya, dan PT Grundfos
Tujuh konsorsium gagal ikut tender
- PT Adhi Karya Tbk dan Acuatico Pte Ltd
- PT Ciriajasa Rancang Bangun Mandiri dan Befesa Agua SAU
- PT Pembangunan Perumahan (Persero) dan Sembcorp Utilities Pte Ltd
- Doshion Ltd, Salcon Engineering Bhd, PT Surya Persada, dan PT Tirta Utama
- PT Gala Bumiperkasa, PT Simbam Kimna, dan PT Duta Rama
- PT Nusantara Infrastruktur Tbk, Moya Asia Ltd, dan PT Wijaya Karya Tbk
- PT KTCI International
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo