Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

MOMEN

7 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Energi
Gas untuk Listrik dan Pupuk

Medco E&P, Medco Lematang, dan ExxonMobil menandatangani kontrak pasokan gas dengan PT Perusahan Gas Negara dan PT Pupuk Iskandar Muda di Bandung pekan lalu. Penunjukan kedua operator ini bertujuan membantu pemenuhan kebutuhan gas pembangkit listrik dan industri pupuk. Menurut Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi Raden Priyono, nilai seluruh kontrak kerja ini mencapai US$ 366 juta atau setara dengan Rp 3,47 triliun.

Dalam kontrak itu, Medco E&P dan Medco Lematang akan bekerja sama dengan PGN memasok gas pembangkit listrik di Jawa bagian barat. Medco E&P menyalurkan pasokan 20 BBTUD (miliar British termal unit per hari) dari Blok South and Central Sumatera selama dua tahun. Adapun Medco Lematang mengalokasikan gas dari Lapangan Singa, Blok Lematang, dengan volume 48,6 BBTUD. "Gas mulai dialirkan pada Desember 2009 dan kuartal pertama 2010," ujar Priyono.

Sementara itu, ExxonMobil akan mengambil gas dari Lapangan Arun satu kargo gas alam cair atau setara dengan 3.300 MMSCF (juta standar kaki kubik). Gas itu untuk memenuhi kebutuhan operasional Pupuk Iskandar Muda selama Desember 2009 dan Februari 2010.

Perbankan
Kredit Sawit Disubsidi

Pemerintah memberikan subsidi bunga pinjaman bank untuk perkebunan sawit rakyat 7 persen untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Menteri Pertanian Suswono, saat ini ada 136 ribu hektare kebun sawit yang akan disubsidi. Tahun ini, dana yang dikucurkan negara untuk program itu mencapai Rp 600 miliar. "Pada 2010 angka subsidi kami tingkatkan hingga Rp 680 miliar," katanya di Nusa Dua, Bali, pekan lalu.

Selain subsidi bunga, pemerintah memberikan insentif bibit unggul kelapa sawit. Hal itu dilakukan untuk menggenjot produktivitas perkebunan rakyat, yang hanya menghasilkan buah sawit 1,5 hingga 2 ton per hektare. Perbankan juga akan makin banyak menyalurkan pinjamannya ke sektor ini. Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Riswinandi mengatakan, hingga Oktober, Mandiri telah menyalurkan kredit bagi industri sawit Rp 22 triliun atau Rp 35 triliun sampai akhir tahun. "Lima belas persen dari total kredit," katanya.

Perbankan
21.652 Transaksi Mencurigakan

Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat 21.652 transaksi mencurigakan sepanjang 1 Januari hingga 30 November 2009. "Data itu merupakan hasil laporan 296 penyedia jasa keuangan (PJK) bank dan nonbank," kata Kepala PPATK Yunus Husein di Jakarta pekan lalu.

Angka ini meningkat dibanding periode yang sama setahun lalu. Pada 2008, tercatat 10.432 transaksi mencurigakan dilaporkan oleh 244 PJK. Pelaporan itu menambah panjang daftar transaksi mencurigakan yang diterima PPATK sejak 2001, yang mencapai 44 ribu transaksi.

Yunus menambahkan, hingga saat ini lembaga pelapor terbanyak ialah bank dengan jumlah laporan 27.175 transaksi. Adapun PJK nonbank, seperti asuransi, lembaga pembiayaan, manajer investasi, dan perusahaan efek, sudah melaporkan 17.533 transaksi. "Di samping dari lembaga, ada laporan pembawaan uang tunai melalui delapan pelabuhan dari Bea-Cukai," ujar Yunus.

Produksi Minyak
Tak Capai Target

Produksi minyak nasional dikhawatirkan meleset dari target yang telah ditetapkan tahun ini. Sampai akhir 2009, produksi diperkirakan hanya mencapai rata-rata 955 ribu barel per hari, di bawah target pemerintah, 960 ribu barel. Menurut Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Raden Priyono, hal itu diakibatkan sejumlah masalah teknis, antara lain lapangan Tangguh belum berproduksi penuh, kasus pencurian generator di lapangan PHE ONWJ, terlambatnya produksi Blok Cepu serta produksi gas di lapangan Glagah Kambuna yang terhenti.

Untuk mengatasi kekurangan ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh mengatakan akan mendorong kontraktor minyak asing untuk mencapai target. Namun pemerintah belum berencana melepas stok minyak mentah nasional yang mencapai 11 juta barel untuk mencapai target produksi 2009. "Mekanisme itu harus melalui rapat koordinasi mengingat cadangan saat ini diperlukan untuk pengamanan energi," ujarnya.

Investasi
BNI ke Dubai

Seakan tak terpengaruh oleh krisis yang melanda Dubai World, Bank Negara Indonesia (BNI) berencana menggarap investasi usaha syariah di Uni Emirat Arab. Dana yang disiapkan untuk investasi pada akhir tahun ini mencapai Rp 1 triliun.

Menurut Direktur Utama BNI Gatot Suwondo, pihaknya akan menjalankan usaha syariah itu bersama Islamic Corporation Development Bank (ICDB), anak usaha Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. "ICDB berminat terhadap BNI Syariah," katanya di Jakarta pekan lalu.

Pengucuran investasi Rp 1 triliun ini bertujuan memperkuat posisi BNI sebagai strategic investor. Adapun IDB berkomitmen mengucurkan dana US$ 500 juta atau setara dengan Rp 4,75 triliun untuk proyek ini. Rencananya, bisnis syariah ini akan diarahkan untuk kredit usaha kecil dan menengah serta kredit konvensional.

Tenaga Kerja
Pengangguran Berkurang

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan angka pengangguran hingga Agustus 2009 mencapai 7,87 persen. Angka ini turun tipis dibanding Februari 2009, yang mencapai 8,14 persen. Menurut Kepala BPS Rustam Heriawan, pada periode Februari hingga Agustus 2009, terjadi kenaikan jumlah pekerja 38 juta orang. "Pada Agustus tercatat jumlah pekerja mencapai 104,87 juta orang," katanya.

Sektor yang menyerap porsi terbesar ialah pertanian, dengan jumlah pekerjanya mencapai 41,61 juta orang. Penyerapan sektor lain, seperti jasa, perdagangan, dan industri, naik 5-10 persen. Namun, hingga kini tenaga kerja di Indonesia masih banyak yang berpendidikan rendah. Lebih dari separuh (55,21 juta orang) hanya lulusan sekolah dasar. Adapun pekerja dengan tingkat pendidikan sarjana hanya 4,66 juta orang atau 4,44 persen.

Ekonomi Makro
Inflasi Turun

Tingkat inflasi akhir tahun ini diperkirakan mencapai 2,9 persen. Angka ini turun dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 3 hingga 3,5 persen. Pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi Januari hingga November 2009 mencapai 2,45 persen. Pada November, terjadi deflasi 0,03 persen. Penurunan harga terutama terjadi pada bahan makanan, seperti cabai merah, ikan segar, dan telur ayam ras. Adapun sektor lain yang juga deflasi adalah transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan.

Menurut Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, Bank Indonesia akan bereaksi dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan yang terjadi. "Tren penurunan ini akan terus berlanjut," ujarnya.

Industri
Konsumsi Baja Melemah

Konsumsi baja dalam negeri tahun ini dipastikan turun tajam, dari 9 juta ton tahun lalu menjadi hanya 5,9 juta ton. Anjloknya permintaan terutama disebabkan oleh penundaan proyek-proyek infrastruktur sebagai dampak krisis global. Menurut Fazwar Bujang, Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA), penurunan terjadi mulai semester pertama hingga kedua tahun ini. "Secara kumulatif, konsumsi baja kemudian turun 65 persen dibanding 2008," katanya di Jakarta pekan lalu.

Untuk tahun depan, seiring dengan pulihnya ekonomi global, Fazwar optimistis konsumsi baja naik menjadi 7,2 juta ton. Namun ada kekhawatiran pangsa pasar produsen lokal akan menurun saat perdagangan bebas ASEAN dengan Cina diterapkan. Sebab, tarif bea masuk baja di Indonesia akan diturunkan dan memicu lonjakan impor. "Industri hilir baja akan terpukul secara langsung karena kapasitas yang kecil, sedangkan industri hulu lebih bisa bertahan," kata Direktur Utama PT Krakatau Steel ini.

Orang Kaya
Bos Djarum Nomor Satu

Pemilik Grup Djarum, Robert Budi dan Michael Hartono, menduduki posisi puncak daftar 40 orang terkaya Indonesia 2009 versi majalah Forbes. Dengan nilai kekayaan US$ 7 miliar atau setara dengan Rp 65,9 triliun, mereka menggeser pemimpin peringkat tahun lalu, Sukanto Tanoto, yang kini merosot ke nomor delapan.

Daftar yang dikeluarkan pekan lalu itu menyebutkan kekayaan Robert dan Michael berasal dari kepemilikan perusahaan rokok Djarum dan Bank Central Asia. Selain itu, aset mereka yang tak kalah besar ialah pusat belanja Grand Indonesia.

Posisi kedua diduduki pengusaha sawit Martua Sitorus. Pendiri pabrik minyak sawit raksasa Wilmar International ini memiliki kekayaan US$ 3 miliar atau setara dengan Rp 28,24 triliun. Adapun posisi ketiga hingga kelima ditempati masing-masing oleh bos Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo; pemimpin Grup Bakrie, Aburizal Bakrie; serta Eka Tjipta Widjaja, pemilik Grup Sinarmas.

10 Besar Versi Majalah Forbes

1. Robert Budi dan Michael Hartono (Grup Djarum) US$ 7 miliar

2. Martua Sitorus (Wilmar International)US$ 3 miliar

3. Susilo Wonowidjojo (Gudang Garam)US$ 2,6 miliar

4. Aburizal Bakrie (Grup Bakrie)US$ 2,5 miliar

5. Eka Tjipta Widjaja (Grup Sinarmas)U$S 2,4 miliar

6. Peter Sondakh (Rajawali Group) US$ 2,1 miliar

7. Putera Sampoerna (Grup Sampoerna) US$ 2 miliar

8. Sukanto Tanoto (Asian Agri) US$ 1,9 miliar

9. Anthoni Salim (Indofood) US$ 1,4 miliar

10.Soegiharto Sosrodjojo (Grup Rekso/Sosro) US$ 1,2 miliar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus