Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=brown><B>Ekonomi Regional</B></font><BR />Tumbuh tapi Timpang

Kerja sama pembangunan subregion Mekong telah menyumbang pertumbuhan ekonomi negara-negara kawasan itu. Yang lebih kuat tetap lebih laju.

7 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sihanoukville ibarat seorang gadis yang bergegas berias agar menarik perhatian. Provinsi yang baru berdiri pada 1960, setelah Kamboja merdeka dari Prancis, itu memang tidak memiliki sejarah panjang seperti Ibu Kota Phnom Penh dan Siem Reap. Namun kota yang diberi nama untuk menghargai Raja Norodom Sihanouk ini merupakan kota di Kamboja yang paling pesat perubahannya setelah program kerja sama pembangunan kawasan, The Greater Mekong Subregion, dirilis pada 1992.

Perubahan besar antara lain terjadi di kawasan pelabuhan, Sihanoukville Autonomous Port. Satu-satunya pelabuhan perairan dalam di Kamboja ini sebenarnya sudah dibangun sejak 1955. Namun, di bawah program kerja sama subregion Mekong, pelabuhan di Teluk Kompong Som itu berkembang menjadi pelabuhan berstandar internasional. Pelabuhan ini siap bersaing dengan pelabuhan internasional terdekat—yang juga masuk kerja sama subregion Mekong—yaitu Pelabuhan Laem Chabang di Provinsi Chonburi, Thailand Timur.

Pemerintah Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency, mendanai pengembangan pelabuhan ini sejak 1999. Proyek pinjaman pemerintah Jepang, termasuk untuk mengembangkan zona ekonomi khusus, mencapai 19,6 miliar yen, setara dengan Rp 2 triliun.

Bersamaan dengan pembangunan Pelabuhan Sihanoukville, bertumbuhanlah kawasan ekonomi khusus di provinsi seluas 868 kilometer persegi itu. Hingga kunjungan wartawan Tempo ke provinsi tersebut dua pekan lalu, ada enam kawasan ekonomi khusus yang sedang dibangun. Perusahaan swasta Cina termasuk pemain besar di kawasan itu. Pemerintah Kamboja sendiri menargetkan membangun 21 kawasan ekonomi khusus di negaranya.

”Zona ekonomi khusus memang menjadi strategi baru dalam mengembangkan pengaruh ekonomi dari satu negara ke negara lain,” kata Hiroshi Hattori, perwakilan Jepang di Pelabuhan Sihanoukville, kepada Tempo. Hal itulah yang terjadi di Kamboja. Menurut Cambodia Special Economic Zones Board, kebijakan pengembangan zona spesial ini memberikan layanan satu pintu untuk impor dan ekspor.

Fasilitas yang diberikan juga royal. Perusahaan boleh 100 persen dimiliki asing. Hak guna lahan mencapai 100 tahun. Segala jenis perpajakan merupakan yang termurah dibanding Thailand, Vietnam, dan Cina. Kawasan ekonomi khusus ini juga memanfaatkan jalur pembangunan jalan dari kerja sama ekonomi The Greater Mekong Subregion, agar bisa menarik investor dari negara-negara tetangga.

The Greater Mekong Subregion merupakan program pembangunan lintas negara yang mencakup Kamboja, Vietnam, Thailand, Laos, Cina, dan Burma. Negara-negara yang dilewati Sungai Mekong tersebut membakukan kerja sama ekonomi di kawasan itu dengan prinsip konektivitas, kompetisi, dan pengembangan komunitas. Pembangunan kawasan mencakup sembilan sektor, yaitu transportasi, telekomunikasi, energi, lingkungan, pertanian, turisme, fasilitas perdagangan, investasi, dan pengembangan kemampuan sumber daya manusia.

Bank Pembangunan Asia (ADB) berperan sebagai salah satu donor, juga menjadi sekretariat dan koordinator program, serta katalisator yang membantu kelancaran program pembangunan di Mekong. Namun, pada akhirnya, peran pemerintah negara-negara itu sendiri yang menentukan keberhasilan pembangunan yang terintegrasi ini. ”Kami hanya memfasilitasi,” kata Eric Sidgwick, Senior Country Economist Cambodia Resident Mission ADB, kepada Tempo di Prek Chak, perbatasan Kamboja dengan Vietnam.

Hasil program ini memang lumayan. Kesejahteraan masyarakat Kamboja, terutama yang berada di sekitar Sungai Mekong, meningkat. Menurut data ADB, produk domestik bruto per kapita Kamboja naik dari US$ 220 (1992) menjadi US$ 327 (2002) dan US$ 794 (2008). Investasi asing langsung juga naik pada periode yang sama, yaitu US$ 33 juta, US$ 867 juta, dan US$ 815 juta.

Namun ternyata negara-negara lain yang lebih maju, seperti Cina, Thailand, dan Vietnam, justru jauh lebih menikmati semua kemudahan dan kesempatan pembangunan subregion Mekong. Sedangkan Kamboja, Laos, dan Burma tetap tertinggal. Hal itu bisa dilihat selama Tempo dan kelompok wartawan dari Thailand, Kamboja, dan Vietnam melakukan perjalanan darat di koridor selatan Mekong.

Perjalanan seminggu itu melintasi Provinsi Chonburi dan Trat, Thailand, lalu ke perbatasan Cham Yeam, Provinsi Koh Kong, Kamboja, dilanjutkan ke Sihanoukville melalui jalan nomor 48; kemudian melintasi perbatasan Prek Chak ke Vietnam, dan berlanjut ke Kota Chan To dan Ho Chi Minh.

Perbedaan negara yang lebih maju dan tidak maju sangat terasa. Seperti ketika melewati perbatasan antara Ban Hat Lek, Thailand, dan Cham Yeam, Kamboja. Di sisi Thailand, terdapat pasar yang menjual kebutuhan sehari-hari hingga suvenir. Sepatu serta tas perempuan buatan Cina juga terpajang di sana. Pasar—yang juga menyediakan toilet bersih—di sisi Thailand itu siap menyambut para pelintas batas, termasuk turis. Penduduk Kamboja di perbatasan pun dapat dengan mudah membeli barang di pasar itu dengan mata uang Kamboja, riel, karena di situ para pedagang menerima baht, riel, bahkan dolar Amerika.

Sedangkan di sisi Kamboja, memasuki jalan Provinsi Koh Kong, tak tampak ada kegiatan ekonomi. Tanda-tanda kegiatan kehidupan baru kelihatan ketika bus yang Tempo tumpangi menempuh jarak lebih dari 10 kilometer. Bermunculan beberapa bangunan baru. Tapi yang paling mencolok adalah sebuah gedung bergaya arsitektur neoklasik—lengkap dengan pilar-pilar raksasa—Casino Bavet, Muckbay. Gedung mewah di tepi laut itu dimiliki Okhna Ly Yong Phat, senator dari Partai Rakyat Kamboja, partai yang berkuasa di Kamboja.

Tempat judi itu sengaja dibangun di dekat perbatasan dengan Thailand untuk menjadi tempat warga Thailand berjudi, karena di Negeri Gajah Putih judi dilarang. Penduduk Thailand yang berjudi di kawasan perbatasan di Kamboja hanya perlu stempel petugas perbatasan, yang sangat mudah didapat. Phat yang kelahiran Koh Kong ini—menurut versi lain, dia keturunan Thailand dan Cina—juga menjadi investor terbesar di provinsi itu. Dia membangun jembatan baru dan memiliki dua zona ekonomi khusus di kawasan itu.

Tak hanya soal gap antarnegara, Phat dan banyak keluarga politikus lain ternyata juga menjadi penghambat peningkatan kesejahteraan Kamboja. Menurut laporan Global Witness, lembaga yang bergerak di bidang hak asasi manusia dan lingkungan, berjudul ”Cambodias Family Trees”, banyak keluarga petinggi politik yang mendulang keuntungan dari laju pesat pembangunan. Misalnya, Leang Vouch Chheng, pengembang zona ekonomi khusus N.L.C., adalah istri saudara laki-laki Perdana Menteri Hun Sen, Hun Neng, yang menjabat Gubernur Kompong Cham. Chheng diduga terlibat pembalakan liar. Dia dan para istri petinggi menguasai berbagai bisnis di provinsi tersebut.

Inilah yang membuat penduduk Kamboja—36 persen rakyat berada di bawah garis kemiskinan—makin tertinggal dari tetangganya. Eksploitasi tenaga kerja anak juga meningkat akibat kemiskinan itu. Menurut lembaga yang bergerak di bidang hak anak di Kamboja, M’Lop Tapang, buruh anak yang bekerja siang-malam banyak ditemukan di Sihanoukville.

Kota itu memang berhasil menjerat peminang asing kaya, dari Cina, Jepang, Korea Selatan, Prancis, hingga Thailand dan Vietnam. Tapi, untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warganya, masih sulit dilihat pertandanya. Dan sudah menjadi hukum pasar, yang kuat pasti menang, kecuali negara ikut campur mewujudkan keadilan. Bila tidak, Kamboja—mungkin Laos dan Burma—tetap akan tertinggal di jalur pertumbuhan subregion Mekong.

Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus