Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Privatisasi
Tiga BUMN Boleh Go Public
Melalui pembahasan alot, Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya merestui pelaksanaan penawaran umum saham perdana (IPO) PT Garuda Indonesia, PT Krakatau Steel, dan PT Bank Tabungan Negara (BTN). ”Kami setuju asalkan IPO memperhatikan waktu yang tepat sehingga hasilnya maksimal,” kata Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat Asman Abnur, pekan lalu.
Dewan mengizinkan Garuda melepas maksimal 40 persen saham ke masyarakat, sedangkan Krakatau Steel dan BTN masing-masing paling banyak 30 persen. Dari pelepasan saham tersebut, Garuda menargetkan bisa meraup dana publik Rp 4,2 triliun, BTN Rp 2 triliun, dan Krakatau Rp 3,2 triliun.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil mengaku lega atas restu tersebut. Ia berharap PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PTPN IV, dan PTPN VII juga bisa segera memperoleh izin. Soal pelaksanaan IPO ketiga badan usaha milik negara, ia menyatakan belum bisa menentukan waktu yang tepat karena semuanya bergantung pada kondisi pasar. Apalagi kondisi pasar modal masih bergolak. Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar mengatakan, ”Rencananya awal 2009, tapi saya mau bicara dulu dengan Pak Menteri,” katanya.
Listrik
PLTU Tenaga Gambut
KRISIS listrik mendorong PT PLN memikirkan berbagai macam cara. Salah satunya membangun pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar gambut. Bekerja sama dengan PT Sebukit Power, pembangkit listrik berbahan bakar gambut itu akan dibangun di Pontianak, Kalimantan Barat. ”Kami berharap PLTU ini sudah bisa beroperasi pada 2011,” ujar Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar, Kamis pekan lalu.
Menurut Direktur Utama Sebukit Power Marcellius Kurniawan, pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar gambut itu merupakan yang pertama di Indonesia. ”Kami menggunakan teknologi dari Eropa, sedangkan operator dari Korea (Kepco),” ujarnya. Gambut sebagai sumber energi pembangkit listrik sudah dimanfaatkan di negara-negara Skandinavia.
Pembangkit berkapasitas 3 x 67 megawatt itu membutuhkan biaya US$ 400 juta. Dengan masa kontrak 30 tahun, harga jual listrik yang disepakati US$ 4,787 sen per kilowatt per jam. Fahmi berharap proyek itu bisa segera terealisasi untuk memenuhi pasokan listrik Kalimantan Barat. ”Kalau tidak, Kalimantan Barat akan terus menghadapi krisis listrik,” ujarnya.
Restrukturisasi Kredit
Bosowa Dapat Keringanan
KADO istimewa bakal didapat PT Semen Bosowa Maros. Menyambut Idul Fitri, perusahaan milik keluarga Aksa Mahmud itu memperoleh keringanan membayar utang. Bank Mandiri dan Semen Bosowa akan menandatangani kesepakatan restrukturisasi kredit macet Rp 1,1 triliun. ”Restrukturisasi ini berupa penjadwalan ulang dan pelunasan sebagian utang,” kata Direktur Bank Mandiri Abdul Rachman pada Selasa pekan lalu.
Skema penyelesaian kredit itu berupa pembayaran sebagian utang dan sisanya diatur kemudian. Misalnya, tahun ini dibayar sekitar 10 persen. Berikutnya, kalau Bosowa mampu melaksanakan IPO tahun depan, akan ada pembayaran lebih besar. ”Jika IPO batal atau mundur, akan ada pembayaran 10 persen lagi,” ucap Abdul. Penjadwalan ulang diberikan setelah Mandiri melihat kinerja Bosowa yang membaik seiring dengan pertumbuhan pasar semen.
Manajemen Semen Bosowa dua pekan lalu mengumumkan rencana perseroan menjual 30 persen sahamnya ke bursa saham tahun depan. Sebagian hasil penjualan saham—yang ditargetkan menembus Rp 1 triliun—akan dipakai membayar utang Grup Bosowa di Bank Mandiri dan PT Bank Negara Indonesia Tbk.
Presiden Direktur Bosowa Corporation Erwin Aksa mengatakan total utang Grup Bosowa di Mandiri dan BNI Rp 1,6 triliun. Selain untuk membayar utang, sebagian dana hasil penjualan saham akan digunakan sebagai modal kerja, termasuk mengembangkan kapasitas pabrik. ”Kapasitas sekarang dua juta ton per tahun akan ditingkatkan menjadi empat juta ton per tahun,” katanya.
Minyak
Beban Recovery Meningkat
TANGGUNGAN pemerintah mengganti biaya (cost recovery) kepada perusahaan minyak pada 2009 meningkat dari US$ 10,5 miliar menjadi US$ 12,01 miliar. Angka itu disepakati dalam rapat panitia kerja asumsi makro Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan pemerintah, Senin pekan lalu. Padahal, bila dilihat dari produksi siap jual (lifting) minyak, angkanya menurun dari 927 ribu barel per hari tahun ini menjadi 910 ribu barel.
Secara total, lifting minyak tahun depan mencapai 960 ribu barel. Namun, kata Wakil Ketua Panitia Anggaran Harry Azhar Aziz, jumlah itu termasuk swap sebanyak 50 ribu barel per hari antara Chevron dan Conoco. Ini memang menjadi perjanjian jual-beli di antara keduanya yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan bersih negara dari US$ 70,2 juta menjadi US$ 181 juta.
Untuk itu, Panitia Anggaran meminta pemerintah segera membuat aturan teknis cost recovery. Tujuannya agar negara tidak dirugikan oleh klaim cost recovery yang sangat tinggi. ”Sekarang penggunaan dana cost recovery belum jelas, hanya mengikuti kontrak,” kata Suharso Manoarfa, Wakil Ketua Panitia Anggaran lainnya.
Sengketa Pajak
Pengusaha Bayar Jaminan Royalti
KONTRAKTOR batu bara akhirnya membayar uang jaminan atas royalti yang ditahan. Setelah berkali-kali didesak, Kamis pekan lalu, PT Adaro dan PT Kideco Jaya Agung menyerahkan kepada Direktorat Kekayaan Negara Departemen Keuangan masing-masing Rp 150 miliar dan Rp 110 miliar. Hari berikutnya giliran PT Berau Coal, PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal yang membayar Rp 90 miliar, Rp 100 miliar, dan Rp 150 miliar.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan total dana Rp 600 miliar itu merupakan komitmen pengusaha yang tertuang dalam surat pernyataan pembayaran yang ditandatangani di depan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Itu dianggap sebagai iktikad baik meyelesaikan utang royalti batu bara. Sementara itu, BHP Kendilo tak menyerahkan uang jaminan karena sudah mentransfer uang royalti US$ 6 juta di Bank of America cabang Singapura.
Persoalan tunggakan royalti ini mencapai klimaks pada 5 Agustus lalu ketika Direktorat Jenderal Imigrasi, atas permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani, mencekal 14 petinggi perusahaan batu bara dari enam kontraktor. Kewajiban yang tak mereka penuhi selama 2001-2007 mencapai Rp 3,8 triliun. Alasan pengusaha, pemerintah tak kunjung mengganti uang (reimbursement) atas pajak yang sudah dibayarkan. Menurut Hadiyanto, uang jaminan itu akan dijadikan pertimbangan untuk meninjau pencekalan.
Perdagangan
Harga Makanan Naik
DUA pekan menjelang Idul Fitri, harga bahan pokok makanan di sejumlah pasar tradisional mulai naik. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Ngadiran mengatakan kenaikan itu bervariasi, 8-10 persen. ”Terutama untuk daging, ayam, dan telur,” kata Ngadiran. Pemicunya adalah membesarnya volume pembelian. Adapun stok bahan pokok masih terkendali. Namun sikap masyarakat yang membeli berbagai kebutuhan pokok dalam skala besar membuat harga melambung.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Subagyo mengakui kenaikan tersebut. Hanya, dia membantah bila dikatakan kenaikan harga bahan pokok di atas 10 persen. Menurut dia, penentuan kenaikan harga tidak dapat menggunakan asumsi pedagang, tapi harus memakai laporan secara nasional berdasarkan data dari 32 kota, di antaranya Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. ”Itu baru mencerminkan pergerakan harga secara nasional,” ujarnya.
Menurut Subagyo, pemerintah tidak bisa mengatur fluktuasi harga. Hal itu hanya ditentukan oleh persediaan dan permintaan. Adapun pemerintah hanya menjaga dari sisi pasokan. Data Departemen Pertanian antara lain menunjukkan stok beras menjelang Lebaran 10,6 juta ton dengan kebutuhan 3,3 juta ton dan stok minyak goreng 2,9 juta ton, sedangkan kebutuhannya 2,38 juta ton.
Anggaran
Defisit Turun
PENDAPATAN dan realisasi belanja tahun ini menekan defisit negara. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan nilai defisit anggaran akan berkurang Rp 16 triliun dari Rp 94,5 triliun atau 2,2 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2008. ”Jadi realisasi defisit tahun ini ada kemungkinan hanya Rp 78,1 triliun,” katanya.
Menurut Rahmat, mengecilnya jumlah defisit didorong oleh membaiknya penerimaan pajak, kas pemerintah yang surplus, dan belanja negara yang belum optimal, juga disumbang oleh penurunan harga minyak mentah. Dengan penurunan defisit ini, kebutuhan pembiayaan melalui surat utang negara diperkirakan mengecil sekitar Rp 15 triliun. ”Neraca pembayaran menjadi makin baik,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo