Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mumpung india pemilu

Harga teh di pasaran dunia naik, karena sejak 3 bulan yang lalu India menghentikan ekspornya, juga akibat menurunnya produksi di sri lanka dan RRC. Ekspor Indonesia naik. (eb)

24 Maret 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASARAN teh sedang kental. Itu gara-gara India, produsen terbesar yang setiap tahun mengekspor sekitar 200.000 ton teh hitam CTC (cut torn and curled) sejak tiga bulan lalu menghentikan ekspor mereka. Akibatnya, di London, salah satu bursa lelang teh terbesar untuk Eropa, misalnya, harga komoditi pertanian yang sebagian besar tumbuh subur di kawasan Asia itu bahkan hampir mencapai 4 dolar sekilo. Padahal, sebelumnya paling tinggi sekitar 3 dolar. Kenaikan itu, yang agaknya merupakan kenaikan paling tajam dalam lima tahun terakhir, belakangan ternyata menjalar ke pusat lelang lainnya. Di Jakarta, Rabu pekan lalu, lelang yang diselenggarakan setiap minggu oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB) teh mencatat: beberapa jenis teh Indonesia ada yang mencapai kenaikan sampai 10 sen dolar dalam tempo seminggu. Teh itu ialah tipe BOP (Broken Orang Pekoe) dan PF (Peko Fannings) serta Dust. BOP misalnya, naik dari 3,37 menjadi 3,47 dolar per kg. Dan ketiga teh ini memang merupakan andalan Indonesla, yang setelah diolah cita rasanya bisa menyerupai teh CTC India. Indonesia sampai saat ini menghasilkan 16 jenis teh dengan total produksi sekitar 86.000 ton pada 1983. Tahun lalu produksi teh dunia seluruhnya lebih dari 800.000 ton. Sebagian besar dihasilkan India (566.000), RRC (397.000), Sri Lanka (187.000), Soviet (140.000), Jepang (105.000), Kenya (96.000), dan Indonesia. Namun, India, atas perintah Perdana Menteri Nyonya Indira Gandhi, Desember lalu menyetop ekspor guna bisa menjamin harga di dalam negeri tetap rendah. Maklum, Mei nanti di sana akan berlangsung pemilihan umum Nyonya Gandhi ingin memikat hati rakyatnya dengan menyediakan teh, minuman nasional, tetap bisa terjangkau harganya. Tindakan Nyonya Gandhi itu, ditambah menurunnya produksi di Sri Lanka dan RRC akibat cuaca buruk, menyebabkan persediaan dunia hampir pasti berkurang. Ini tak urung, memaksa para pembeli teh berpaling ke sumber lain. Dan Indonesia, yang ditoleh, punya kesempatan menaikkan harga. "Minggu ini, kami sudah mengekspor 500 peti atau sekitar 2,5 ton ke Amerika," kata Yuslich Syams, Manajer Teh dan Cokelat PT Bakrie Brothers, salah satu dari enam eksportir teh terbesar di Indonesia. Tampak berseri-seri, Yuslich terus terang mengakui, sekarang agak repot melayani permintaan yang mengalir dari Amerika dan Eropa. "Sekarang bisa disebut masa cerah buat teh," katanya lagi, seraya tertawa lebar. Tak hanya Yuslich, beberapa pejabat KPB yang ditemui TEMPO di kantor mereka di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, juga tampak segar dengan perkembangan baru harga teh itu. "Perkembangan yang cukup baik. Saya perkirakan, harga akan bertahan setidak-tidaknya sampai akhir tahun ini," kata S.Purnama, Wakil Direktur Pelaksana KPB mengharap. Disebutkan bahwa perubahan harga tadi bisa merupakan peluang baru buat meningkatkan perolehan devisa teh, yang selama ini tak sampai 5% dari total ekspor nonmigas. Menurut laporan mingguan Bank Indonesia, ekspor nonmigas pada 1983 tercatat Rp 4,3 trilyun, dan hanya sekitar Rp 100 milyar berasal dari teh. Jumlah itu berasal dari penjualan sekitar 64.000 ton teh - menurun dari tahun sebelumnya, ketika ekspor bisa digenjot mencapai jumlah sekitar 76.000 ton, dan menghasilkan pemasukan lebih Rp 116 milyar. Apakah hasil ekspor teh tahun ini bisa melampaui tahun lalu? Masih teka-teki. Soalnya, Purnama sendiri mengakui, produksi teh tahun ini tidak bisa mendadak mengikuti permintaan. Sebab, perhatian selama ini lebih terpusat pada peningkatan hasil per areal dan mutu daripada usaha ekstensifikasi. Ketidaksiapan mengikuti perkembangan pasar dinyatakan juga oleh produsen. "Kami perlu mengadakan peremajaan dulu," seperti kata Soemantri, Direktur Utama PT Pagilaran Yogya, yang dari perkebunannya dapat dipetik 1 1/2 juta kg teh hitam dan teh wangi setiap tahunnya. Untuk peremajaan itu, tambah Soemantri, memang diperlukan waktu tidak lama - paling-paling tiga tahun. Terlambat ? Tak apa. Sebab, menurut J.C. Usmani, bekas pimpinan KPB yang kini menjadi pengusaha dan konsultan teh, "bulan madu" memang ada akhirnya. "Begitu pemilu selesai, India mungkin akan kembali melepas teh mereka ke pasar," katanya. Sampai pemilu India berikutnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus