INDUSTRI jasa asuransi kerugian kini dalam keadaan memprihatinkan. Para reasuradur di luar negeri mengkritik tajam kerugian-kerugian pertanggungan kebakaran yang bertubi-tubi selama ini. Apalagi setelah Palapa B-2 yang hanyut di angkasa belum lama ini juga harus mereka tanggung. Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri, Oskar Surjaatmadia, menyatakan hal itu pada pembukaan rapat kerja badan usaha milik negara (BJMN) PT Asuransi Jasa Indonesia, pekan lalu. Beberapa hari sebelumnya, perusahaan itu telah diminta Menteri Pariwisata, Pos & Telekomunikasi, Achmad Tahir, agar membayar asuransi Palapa B-2, bulan ini juga. Ternyata, PT Asuransi Jasa Indonesia (AJI) tidak sendirian menanggung asuransi Palapa B-2--seperti halnya peluncuran Palapa A-1 dan A-2. Sejak peluncuran Palapa B-1, ditentukan Menteri Perhubungan bahwa perlu pemerataan penanggungan terhadap asuransi yang cukup besar. Peluncuran Palapa B-2 ditutup dengan asuransi sebesar US$ 75.394.000, oleh suatu konsorsium yang di ketuai AJI. Mulusnya peluncuran-peluncuran sebelumnya (A-1 dan A-2) telah memancing perusahaan asuransi swasta ikut dalam konsorsium itu. Perusahaan-perusahaan itu ialah Asuransi Bintang, Asuransi Indra Pura Asuransi Ikrar Lloyd, Asuransi Parolamas, Asuransi Periscope, Asuransi Ramayana, dan Asuransi Wahana Tata. Empat penunjang BUMN AJI juga ikut, yakni Maskapai Asuransi Indonesia, Asuransi Murni, Asuransi Timur Jauh, dan Asuransi Tri Pakarta. Adanya konsorsium ini tidak saja menimbulkan pemerataan keuntungn dari premi asuransi Palapa B-1, tetapi juga lolosnya perusahaan-perusahaan itu dari kebangkrutan akibat musibah Palapa B-2. Karena, ternyata, tiap-tiap perusahaan mengasuransikan kembali sebagian besar tanggungannya kepada perusahaan lain lewat PT Reasuransi Umum Indonesia (RUI). Perusahaan yang terakhir ini pun selanjutnya membagi sebagian kecil tanggungannya kepada 16 perusahaan asuransi Indonesia antara lain PT Asuransi Agung Asia Sejahtera, PT Maskapai Asuransi Ampuh, PT Asuransi Artapala, PT Askrindo - sebelum menyebarkan risiko, terbesar kepada reasuradur di luar negeri. "Kami ibarat main judi, kalau tidak mereasuransikan," tutur F.X. Widiastanto, Direktur PT Asuransi Ramayana. Sebagai anggota konsorsium, Ramayana menandatangani kontrak pertanggungan sekitar US$ 400.000. Tetapi, untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan klaim, yang ternyata memang terjadi pada kasus Palapa B-2 ini, Ramayana mereasuransikan sebagian besar tanggungannya. "Hanya US$ 32.500 tanggungan kami dan siap kami bayarkan," kata Widiastanto. Jumlah US$ 75.394.000 untuk asuransi Palapa B-2 memang terlalu berat untuk dipikul perusahaan-perusahaan asuransi Indonesia yang rata-rata kekayaannya masih dibawah US$ 10 juta. Itu sebabnya, porsi terbesar mereka serahkan lagi kepada reasuradur luar negeri. "Cuma 1,72' yang ditanggung langsung perusahaan dalam negeri," demikian diumumkan pihak AJI, pekan lalu. Perincian lebih lanjut diberikan Purwanto Abduleadir, Direktur Teknik PT RUI di Jakarta: Dari 1,72% atau US$ 1.296.776 itu, PT RUI merupakan penanggung terbesar, yakni 38,09275% atau sekitar US$ 500.000. Sedangkan tanggungan para anggota konsorsium sebesar US$ 638.745 termasuk tanggungan PT AJI yang cuma sckitar US$ 250.000. Selebihnya 12,65090%, ditanggung 16 perusahaan dalam negeri lainnya. Penyebaran tanggungan Palapa B-2 ke luar negeri 98,28%, pun dibagi oleh sekitar 120 perusahaan: 26,2314% di AS dan 72,0486% di pasaran Lloyd's London. "Dari gambaran ini, baik RUI maupun pasaran asuransi dalam negeri sebenarnya tidak mengalami guncangan akibat Palapa," tutur Purwanto Abduleadir, dalam wawancara lewat teleks dengan Bambang Harymurti dari TEMPO. Ia yakin bahwa semua penanggung mampu membayar klaim Perumtel pada akhir bulan ini. Ia juga berharap sistem konsorsium masih akan dipakai pemerintah untuk asuransi peluncuran Palapa selanjutnya. Kelihatannya, ada pelajaran baru yang diambil dari musibah Palapa B-2 ini. "Untuk mengadakan Palapa pengganti, Departemen Parpostel mengusahakan agar pembuatnya bersedia dibayar dengan harga seperti yang dibayar asuransi, jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan." kata juru bicara Parpostel, A.D.D. Leimena. Sementara menunggu pembayaran asuransi Palapa B-2, Menteri Parpostel sibuk berunding dengan pembuat satelit AS, Hughes International. Negosiasi masih berjalan sampai akhir bulan ini. Sementara itu, kalangan industri jasa asuransi, terutama yang di luar negeri, sudah pasang kuda-kuda dengan tarif premi dua kali lipat: sekitar 8% dari tanggungan. Padahal, premi untuk satelit, menurut Widiastanto, sudah tinggi dibandingkan dengan premi asuransi gedung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini