Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Murah tapi mahal

Pt pann meluncurkan kapal produksinya yang ke-3 di tanjung priok. hambatannya bukan lagi masalah uang, tapi kesulitan dalam mengimpor peralatan kapal dari luar negeri. (eb)

7 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMI adalan wahana yang membiayai, tapi bukan lembaga keuangan. Kami memberi kredit, tapi bukan bank. Kami memiliki kapal, tapi bukan perusahaan pelayaran. Kami adalah perantara, tapi bukan broker". Kata-kata berbunga itu meluncur dari bibir Direktur Utama PT PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional), Husseyn Umar pekan lalu. Retorikanya bisa memikat: maklum, sarjana hukum lulusan UI ini bekas sastrawan angkatan majalah Kisah, tahun 50-an satu generasi dengan Rendra. Apakah dia 'ngecap'? Tiga tahun lalu, ketika PT PANN mulai berdiri, banyak pengusaha merasa skeptis. Tapi kalau sekarang Dirut PANN berbicara, buktinya dan mulai kelihatan. PT PANN barusan saja meluncurkan kapal di galangan PT Pelita Bahari, Tanjung Priok. Itu adalah kapal ketiga yang diluncurkannya belakangan ini dari 9 buah (untuk Pelni) yang dikerjakan di galangan domesmestik. Akan beruntun lagi peluncuran oleh PT PAN dalam hari-hari mendatang ini. Sebagai milik negara, PT PANN berja anpa repot mengenai modal. Makin, Departemen Keuangan dan Bapin adalah pemegang sahamnya. Ia beroperasi sesuai dengan isi Pelita. Tapi ia juga harus sedikit komersiil, hingga berkantor di Skyline Building, Jl. M.H. Thamrin, Jakarta, tempat banyak perusahaan berkumpul. Menurut program kerjanya dalam periode 1975-77 kapal baru yang harus diadakannya berjumlah 51.790 dwt (47 unit). Selain itu, kapal bekas sebanyak 52.000 dwt (47 unit) perlu disediakannya. Ini pasti menambah bisnis bagi galangan kapal domestik. Kebetulan PT PANN pada tahap sekarang ini berprogram hanya membina pelayaran Nusantara, yang memakai ukuran kapal yang kiranya bisa dibikin di sini. Ia juga bermaksud meningkat ke program untuk rehabilitasi kapal sejumlah 54.500 dwt. Pekerjaan rehabilitasi ini juga adalah porsi bagi galangan kapal domestik. Galangan kita umumnya baru mempunyai kemampuan mengerjakan kapal sampai 1000 dwt saja. Dengan mengalirnya order kerja dari PT PANN, kemampuan galangan diduga akan segera terdorong meningkat ke 2000 dwt. PT PANN kini memesan sedikitnya 16 kapal (untuk Pelni) di galangan luar negeri hanya karena galangan di sini belum mampu. Tapi segi pembinaan galangan bukanlah bidang PT PANN. Bidang utamanya yang langsung adalah membina perusahaan pelayaran Nusantara. Galangan domestik, karena banyak kesulitan, sering terlambat bekerja. PT PANN umpan1anya meminta supaya harus selesai 11 bulan, tapi dikerjakan galangan sampai 5 bulan terlambat. Kenapa? Wasono, Dirut PT PAKIN menjelaskan pada wartawan TEMPO Harun Musawa: Mesin dari Singapura bisa sampai di Tg. Priok dalam 3 hari. Tapi 3 bulan kemudin baru keluar dari pelabuhan Priok. Peralatan kapal sebagian besar masih diimpor. Akibatnya, tentu dapat dimaklumi, dan berat juga memikul bunga bank yang 18% setahun setiap kali ada kelambatan. PT PANN memang memakluminya, dan programnya untuk 1975-77 pun tidak mungkin akan bisa selesai pada waktunya. Meskipun begitu, kata Husseyn Umar, sudah ada 20 perusahaan pelayaran Nusantara (termasuk Pelni) meminta supaya dibantu dengan kapal. Tapi lingkungan pelayaran swasta masih memandang persyaratan PT PANN terlalu berat. Dan kapalnya dianggap mahal untuk disewa-beli. PT PANN, kata Dirutnya lagi, bersedia membantu jika perusahaan itu menyiapkan diri untuk dibantu. Antara lain perusahaan harus rela diawasi operasinya selama 10-15 tahun. Ia membantu dengan pertimbangan bank, yaitu ingin memastikan apakah perusahaan sehat organisasinya atau tidak. Sejumlah kapal bekas yang dibeli PT PANN dari luar negeri dan yang pernah dioperasikan perusahaan swasta berdasar sewa-beli, menurut ketua INSA Harun Rasjidi, kini sudah ditariknya kembali, "Pembayaran kembali oleh perusahaan swasta sangat berat", kata ketua INSA itu. "Bagi PANN yang perlu saat ini ialah bagaimana agar perusahaan swasta dapat membeli kapal dengan harga murah". Sebaliknya, Dirut PT PANN menganggap harga kapalnya tidak munkin lebih mahal dibanding apabila perusahaan menyewa-belinya via saluran lain. "Kami mendapat kredit Bapindo dengan suku bunga 15%", kata Husseyn Umar, "sedang kami mengutip cuma 10% dari perusahaan yang kami bantu". Dalam sukubunga kredit ia kelihatan merugi, tapi ia harus bisa beruntung dari keseluruhan perjanjian sewa-beli kapal. Bahwa ada "untung sedikit" saja Dirut Umar mengakuinya. Bagaimanapun, "kredit murah" rupanya bukanlah menjadi persoalan bagi PT PANN. Apalagi setelah tiba bantuan dari Norwegia dan Bank Dunia untuk pemerintah RI untuk keperluan pelayaran antar-pulau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus