KAMI adalan wahana yang membiayai, tapi bukan lembaga keuangan.
Kami memberi kredit, tapi bukan bank. Kami memiliki kapal, tapi
bukan perusahaan pelayaran. Kami adalah perantara, tapi bukan
broker".
Kata-kata berbunga itu meluncur dari bibir Direktur Utama PT
PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional), Husseyn Umar pekan
lalu. Retorikanya bisa memikat: maklum, sarjana hukum lulusan UI
ini bekas sastrawan angkatan majalah Kisah, tahun 50-an satu
generasi dengan Rendra. Apakah dia 'ngecap'? Tiga tahun lalu,
ketika PT PANN mulai berdiri, banyak pengusaha merasa skeptis.
Tapi kalau sekarang Dirut PANN berbicara, buktinya dan mulai
kelihatan. PT PANN barusan saja meluncurkan kapal di galangan PT
Pelita Bahari, Tanjung Priok. Itu adalah kapal ketiga yang
diluncurkannya belakangan ini dari 9 buah (untuk Pelni) yang
dikerjakan di galangan domesmestik. Akan beruntun lagi
peluncuran oleh PT PAN dalam hari-hari mendatang ini.
Sebagai milik negara, PT PANN berja anpa repot mengenai modal.
Makin, Departemen Keuangan dan Bapin adalah pemegang sahamnya.
Ia beroperasi sesuai dengan isi Pelita. Tapi ia juga harus
sedikit komersiil, hingga berkantor di Skyline Building, Jl.
M.H. Thamrin, Jakarta, tempat banyak perusahaan berkumpul.
Menurut program kerjanya dalam periode 1975-77 kapal baru yang
harus diadakannya berjumlah 51.790 dwt (47 unit). Selain itu,
kapal bekas sebanyak 52.000 dwt (47 unit) perlu disediakannya.
Ini pasti menambah bisnis bagi galangan kapal domestik.
Kebetulan PT PANN pada tahap sekarang ini berprogram hanya
membina pelayaran Nusantara, yang memakai ukuran kapal yang
kiranya bisa dibikin di sini.
Ia juga bermaksud meningkat ke program untuk rehabilitasi kapal
sejumlah 54.500 dwt. Pekerjaan rehabilitasi ini juga adalah
porsi bagi galangan kapal domestik.
Galangan kita umumnya baru mempunyai kemampuan mengerjakan kapal
sampai 1000 dwt saja. Dengan mengalirnya order kerja dari PT
PANN, kemampuan galangan diduga akan segera terdorong meningkat
ke 2000 dwt.
PT PANN kini memesan sedikitnya 16 kapal (untuk Pelni) di
galangan luar negeri hanya karena galangan di sini belum mampu.
Tapi segi pembinaan galangan bukanlah bidang PT PANN. Bidang
utamanya yang langsung adalah membina perusahaan pelayaran
Nusantara.
Galangan domestik, karena banyak kesulitan, sering terlambat
bekerja. PT PANN umpan1anya meminta supaya harus selesai 11
bulan, tapi dikerjakan galangan sampai 5 bulan terlambat.
Kenapa? Wasono, Dirut PT PAKIN menjelaskan pada wartawan TEMPO
Harun Musawa: Mesin dari Singapura bisa sampai di Tg. Priok
dalam 3 hari. Tapi 3 bulan kemudin baru keluar dari pelabuhan
Priok. Peralatan kapal sebagian besar masih diimpor. Akibatnya,
tentu dapat dimaklumi, dan berat juga memikul bunga bank yang
18% setahun setiap kali ada kelambatan.
PT PANN memang memakluminya, dan programnya untuk 1975-77 pun
tidak mungkin akan bisa selesai pada waktunya. Meskipun begitu,
kata Husseyn Umar, sudah ada 20 perusahaan pelayaran Nusantara
(termasuk Pelni) meminta supaya dibantu dengan kapal. Tapi
lingkungan pelayaran swasta masih memandang persyaratan PT PANN
terlalu berat. Dan kapalnya dianggap mahal untuk disewa-beli.
PT PANN, kata Dirutnya lagi, bersedia membantu jika perusahaan
itu menyiapkan diri untuk dibantu. Antara lain perusahaan harus
rela diawasi operasinya selama 10-15 tahun. Ia membantu dengan
pertimbangan bank, yaitu ingin memastikan apakah perusahaan
sehat organisasinya atau tidak.
Sejumlah kapal bekas yang dibeli PT PANN dari luar negeri dan
yang pernah dioperasikan perusahaan swasta berdasar sewa-beli,
menurut ketua INSA Harun Rasjidi, kini sudah ditariknya kembali,
"Pembayaran kembali oleh perusahaan swasta sangat berat", kata
ketua INSA itu. "Bagi PANN yang perlu saat ini ialah bagaimana
agar perusahaan swasta dapat membeli kapal dengan harga murah".
Sebaliknya, Dirut PT PANN menganggap harga kapalnya tidak munkin
lebih mahal dibanding apabila perusahaan menyewa-belinya via
saluran lain. "Kami mendapat kredit Bapindo dengan suku bunga
15%", kata Husseyn Umar, "sedang kami mengutip cuma 10% dari
perusahaan yang kami bantu". Dalam sukubunga kredit ia kelihatan
merugi, tapi ia harus bisa beruntung dari keseluruhan perjanjian
sewa-beli kapal.
Bahwa ada "untung sedikit" saja Dirut Umar mengakuinya.
Bagaimanapun, "kredit murah" rupanya bukanlah menjadi persoalan
bagi PT PANN. Apalagi setelah tiba bantuan dari Norwegia dan
Bank Dunia untuk pemerintah RI untuk keperluan pelayaran
antar-pulau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini