NAMANYA sering menjadi berita halaman depan koran nasional pada
tahun 1964-65 ketika menjabat Menteri Urusan Pendapatan,
Pembiayaan dan Pengawasan Keuangan Negara. Pengangkatannya
menghebohkan, karena dia diketahui tidak terlatih untuk itu.
Mohammad Hasan (dulu Tan Kim Liong) sebelumnya adalah juru
potret koran Suluh Indonesia, pernah memimpin harian Duta
Masyarakat dan terpilih ke DPR tahun 1955 dengan tiket partai
Nahdatul Ulama. Keberhentiannya sebagai Menteri juga menarik
perhatian koran, tapi lama kemudian dia dilupakan orang. Segera
sesudah orde baru lahir, dia menyingkir ke Hongkong. Kini di
Kalimantan Timur, namanya masuk daftar calon PPP untuk pemilu
1977. Tapi ambisinya bukan di bidang politik. Dia ingin menonjol
sebagai pengusaha, terutama di bidang perkebunan coklat.
Sementara bekas Menteri P-3 itu menunggu izin usaha dari
Departemen Pertanian minggu lalu, wartawan TEMPO Yusril Djalinus
menginterpiunya. Inilah laporannya: Haji Mohammad Hasan, 52,
Direktur Utama PT Hasfarm Products Ltd ingin besar-besaran. Izin
usaha yang dinantinya ialah untuk membuka hutan seluas 24.000 Ha
di Kabupaten Kutai, Kaltim, untuk dijadikan perkebunan coklat
dan kopi, yang diselang-seling dengan kebun palawija.
"Lucky"
"Kalau izin usaha keluar sekarang, besok saya bisa mulai",
katanya. Bahwa sekarang tidak mungkin, dia sudah menduga. Areal
yang diincernya kebetulan tennasuk dalam HPH (Hak Pengusahaan
Hutan) perusahaan lain. HPH itu diancam pencabutan, sebagai
akibat penertibah yang dijalankan Ditjen Kehuanan sekarang.
Karena harga kopi sedang baik di pasar dunia, rencananya itu
tidaklah jelek, apalagi sudah banyak pula orang Indonesia
berkebun kopi. Tapi perkebunan coklat masih soal baru di negeri
ini.
Sebelum bekerja di Kaltim, PT Hasfarm tampaknya melatih diri
dulu di Sukokulon, daerah perkebunan karet dekat Jember, untuk
tanaman coklat. Di situ PT Hasfarm memegang Hak Guna Usaha
seluas 400 Ha atas perkebunan bekas milik negara yang sudah
tidak terurus lagi. Secara berangsur pohon karet ditebangnya dan
sebagai pengganti ditanamnya benih pohon coklat. Sudah tegak
68.000 batang, dan tahun ini akan bertambah 1 17.000 pohon lagi.
Investasi perkebunan coklat ini akan menghasilkan baru 6 tahun
kemudian. Menjelang itu, pengusaha Hasan tentu harus menyediakan
banyak modal. Dari mana modal? Dia sudah mempunyai usaha lain
yang menghasilkan cepat, tapi dia enggan menjelaskan.
Namun, ketika menyingkir ke Hongkong, dia tertarik pada
spekulasi di bursa saham dan komoditi. Sudah jadi ahli pula dia
di bidang ini. "Usaha saya banyak karena lucky (nasib baik)",
katanya. Sekarang dia pun masih sering pergi berbisnis ke
Hongkong. Apakah nasib baik sekarang sudah cukup atau belum
untuk memodali proyek Kalimantan, pengusaha ini kelihatan santai
saja.
Bukanlah modal, melaunkan izin usaha yang menjadi persoalan
baginya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini