DARIMAN, 42 tahun, masih menunggu sapi Amerika masuk desanya, di wilayah Boyolali, Jawa Tengah. Rumput gajah di kebunnya sudah lama disiapkan untuk santapan sapi, yang akan diterimanya melalui PIR (Perusahaan Inti Rakyat) Sapi Perah. Ternyata, hewan itu tak juga nongol - meskipun NAA (Nandhi Amerta Agung), perusahaan inti, sudah mendaratkan 800 sapi jenis Holstein Frisian. Apa yang terjadi? Sapi itu ternyata masuk ke Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Tidak jadi masuk Boyolali karena, menurut sumber TEMPO yang tak mau disebut namanya, KUD Persusuan di Boyolali belum sepenuhnya bisa menerima kehadiran PIR ini. Sebab, sistem PIR dengan kontrak manajemen itu hanya akan memberikan pemasukan Rp 5 dari setiap liter susu anggota ke laci KUD - padahal sebelumnya Rp 13. Tapi, soal jatah sapi yang diserahkan ke kecamatan itu dibantah oleh Tegoeh Soetantyo, Direktur Utama Mantrust, yang membentuk NAA bersama GKSI (20%) dan Land 'O' Lakes, (LOL) dari Amerika, (25%). Sampai saat ini, katanya, sapi impor itu belum diserahkan ke peternak. Karena perawatannya rumit, NAA merasa perlu membimbing sekitar 20 peternak. Sementara proyek Boyolali belum jalan, NAA malah maju dengan rancangan PIR non-KUD kepada Bupati Boyolali, Mohammad Hasbi. Untuk pola baru yang disetujui ini, disiapkan sentra untuk sapi-sapi dalam areal 15 ha, yang terdiri dari kapling-kapling, masing-masing berukuran 400 m - menggantikan pola PIR di Boyolali yang diperklrakan tak akan lancar. KUD boleh gembira bila itu terjadi. Cepogo, yang KUD-nya dijatah 750 sapi dari NAA, sampai kini masih merisaukan 50 karyawannya yang terancam periuk nasinya. Kalau pola baru itu jalan, "Kami minta kepada pengelola PIR agar KUD tidak menjadi kering," kata Suparlan, Ketua KUD Cepogo. Harapannya berbeda dengan peternak. Dengan sapi kreditan yang bisa menghasilkan 18 liter susu ini, peternak bisa memperoleh Rp 250 per liter, setelah dipotong angsuran Rp 100. Sedang selama ini, KUD hanya menghargai Rp 239 bersih. Jika produksi melebihi target NAA, yakni 5.400 liter per laktasi 305 hari, peternak dijanjikan akan mendapat insentif. Wajar bila NAA bersikap ekstrahati-hati melepas sapinya, karena usaha patungan ini sepenuhnya menanggung risiko kematian ternak itu selama jangka pengembalian kredit tujuh tahun. Bila perawatan baik, menurut Soetantyo, sapi tersebut bisa jadi menghasilkan 20 lirer seharinya, hingga bisa lebih memperbaiki pendapatan petani. "Ini 'kan menguntungkan," ujarnya. Itu juga berarti keberhasilan NAA, yan telah bersusah payah mengimpor sapi seharga US$ 1.100 seekornya - lebih mahal dibanding sapi serupa yang diimpor Departemen Koperasi dari Amerika, Januari lalu, yang hanya US$ 900. Dan, sesudah devaluasi, seperti ditulis Suara Karya, harga eks impor itu dinaikkan lagi jadi US$ 1.600. PIR Persusuan hasil adiptasi PIR Perkebunan, yang sudah dua tahun dipersiapkan itu, tampaknya masih harus menghadapi banyak ujian. Akibatnya, tentu, Tirta Amerta Agung, patungan antara Mantrust dan GKSI di Boyolali, yang siap mengolah susu segar jadi susu bubuk sejak 1985, sampai kini tak pernah bisa mencapai kapasitas pengolahan 120.000 liter susu sapi segar sehari. Tapi tidak berarti pabrik itu kemudian harus ditutup, bukan ? Suhardjo Hs., Loporan Yusro M.S., Kastoyo Ramelan (Yogya), Farid Ridwan (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini