PT Sinar Surya Metal Works, perusahaan PMA di Surabaya terancam
bangkrut. Pabrik lampu tekan terbesar di Indonesia itu tak
sanggup mengembalikan utangnya yang berjumlah Rp 3,5 milyar.
Dikejar-kejar kreditur Pres-Dirnya, Nyoto Tombeng (dulu dikenal
sebagai Giok Beng), tiba-tiba lenyap. Dia diberitakan telah
melarikan diri.
Nyoto Tombeng dikenal karyawannya sebagai pimpinan yang suka
muncul di pabrik malam hari. Tapi suatu malam ia datang dengan
misi khusus memboyong setumpuk map. I. Soemarsono, salah seorang
direktur Sinar Surya, semula mengira Nyoto pergi ke luar
negeri. Karena itu ia menghubungi beberapa alamat di Hongkong.
Mendengar berita "kehilangan" itu partner Nyoto di koloni
Inggris itu jadi kaget dan buru-buru terbang ke Surabaya.
Partner dari Hongkong itu adalah Chan Ching Pan yang
bersama-sama 5 orang rekannya memiliki 33,33% saham. Sedang
Nyoto Tombeng memiliki 25% dari modal saham.
Dibelit utang yang Rp 3,5 milyar, antara lain dari South East
Asia Bank dan Chartered Bank masing-masing Rp 800 juta,
perusahaan patungan itu mengalami kesulitan pula dalam
memasarkan hasil produksi. "Stok lampu yang menumpuk di gudang
sekitar 750.000 buah," kata seorang karyawan di situ. Ketika
masih jaya Sinar Surya sempat mengambil 25% dari kebutuhan 2
juta lampu tekan untuk tiap tahun. Tapi sekarang produksi
tinggal menumpuk di gudang.
Apa sebenarnya yang terjadi pada Nyoto Tombeng, pengusaha
kelahiran Surabaya itu? Nampaknya ia terpukul betul setelah
Kenop-15 dan mencapai puncaknya pertengahan tahun 1980. Pabrik
rokoknya, PT Artha Tobacco mati sebelum merknya dikenal orang.
PT Waled Kencana, pabrik obat nyamuk merk Moon-Rabbit yang
didirikan tahun 1971 juga tenggelam. Begitu pula PT Jatim Agung
yang membuat batu baterai merk Seven dalam bulan Maret ini
ditutup, 200 buruh diberhentikan.
Tapi di mana Nyoto? "Kami sendiri masih meraba-raba. Apakah dia
melarikan diri atau dilarikan orang," ujar Abdullah Thalib SH,
dari kantor cabang pengacara Adnan Buyung Nasution di Surabaya,
yang bertindak selaku penasihat hukum Sinar Surya.
Iklan
Yang jelas, tanggal 2 Februari yang lalu ia masih kelihatan
keluar dengan sebuah mobil dari rumahnya di Jalan Taman Kusuma
Bangsa Surabaya, menuju kantor. Ia juga pamit baik-baik pada
istrinya, sebagaimana biasa kalau dia berangkat kerja.
Keluarganya sendiri bingung. Istrinya telah memasang iklan di
koran Surabaya, menyatakan tak tahu-menahu di mana suaminya
kini.
Menurut sebuah sumber, sebelum menghilang Nyoto sempat beberapa
kali memimpin rapat Asosiasi Produsen Lampu Tekan Indonesia yang
diketuainya. Ia menghendaki pembatasan produksi. Tapi tak
mendapat dukungan. Akhirnya Sinar Surya sendiri yang mengurangi
produksi dan mengalihkan kegiatan pada produksi kompor yang
harga jualnya sekitar Rp 40.000/buah. Berkat pengalihan
tersebut buruh tak sempat dikurangi. Hanya lembur yang
dihapuskan.
Apa pun yang terjadi pada Nyoto Tombeng dan di mana pun dia
besembunyi, PT Sinar Surya Metal Moris di Surabaya itu untung
tak sempat merugikan lapisan masyarakat yang lebih luas. Tahun
1979 sudah hampir dipastikan Sinar Surya akan memasuki Pasar
Modal. Bahkan sudah disetujui BAPEPAM. Hanya karena Kenop 15 dan
perlunya penyesuaian kurs maka keputusan untuk memasyarakat (go
public) ditunda.
Bisa dibayangkan bagaimana kalau perusahaan itu jadi menjual
sahamnya yang sebesar 51% kepada masyarakat dan dalam 2 tahun
ketahuan bangkrut? Ada yang mengatakan bangkrut karena Kenop 15
agak mustahil, karena devaluasi rupiah sudah berjalan 3 tahun.
"Kemungkinan neraca perusahaan yang disusun sebelum 1978 adalah
neraca fiktif yang membesarkan hati Bapepam," kata seorang
pengamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini