Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengemudi ojek online dan taksi online yang tergabung dalam Asosiasi Driver Online (ADO) menolak wacana pemerintah mengubah perusahaan aplikasi transportasi online menjadi perusahaan jasa angkutan umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Hal ini bukanlah solusi atas permasalahan yang terjadi," kata Ketua Umum DPP ADO Christiansen FW Wagey dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya, wacana itu disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi usai menggelar rapat dengan pimpinan perusahaan Go-Jek dan Grab, Rabu, 28 Maret 2018.
Christiansen mengatakan wacana tersebut tak menjawab tuntutan dari driver online serta sangat merugikan kelompoknya. Menurut dia, perubahan itu akan menggugurkan prinsip kemitraan yang terjalin antara aplikator dan driver online selama ini.
"Yang akan terjadi adalah hubungan kerja antara majikan dengan buruh," katanya.
Satu-satunya keuntungan driver online jika wacana itu dilaksanakan menurut Christiansen adalah tidak terbebani iuran pendaftaran dan bulanan dari koperasi.
Christiansen berujar hal yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah adalah memastikan badan hukum driver online bebas dari praktik-praktik yang merugikan. Contohnya seperti iuran yang bertolak belakang dengan prinsip koperasi.
Selain itu, Christiansen menuntut pemerintah memastikan perusahaan aplikasi tidak bertindak sewenang-wenang terhadap driver ojek online dan tidak melakukan kegiatan yang menjadi domain dari penyelenggara angkutan.