Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta-Otoritas Jasa Keuangan merilis tiga peraturan baru yang mengatur obligasi daerah, keuangan berkelanjutan (green bonds) dan percepatan proses bisnis (e-registration) menjelang penutupan perdagangan pasar saham tahun ini. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan penerbitan ketiga aturan ini bertujuan mempermudah pemerintah daerah dalam mencari sumber pembiayaan selain dana dari pemerintah pusat dan pendapatan asli daerah (PAD).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Penerbitan ketentuan di atas dimaksudkan untuk semakin mempermudah pemda dalam menerbitkan obligasi daerah, memperkuat implementasi keuangan berkelanjutan, dan mempercepat proses layanan kepada stakeholders," kata Wimboh di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Jumat, 29 Desember 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Terkait penerbitan obligasi daerah, otoritas mengeluarkan tiga ketentuan, yakni Peraturan OJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Penyertaan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah; POJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah; dan POJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Wimboh mengatakan, penerbitan peraturan tersebut merupakan terobosan agar pemerintah daerah dapat mencari sumber pendanaan lain untuk pembangunan infrastruktur. Wimboh berujar dengan ekspansi pembiayaan ini pembangunan infrastruktur dapat dipercepat hingga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
"Daerah tidak harus menggunakan APBD atau APBN, tapi juga bisa menggunakan surat utang," kata Wimboh.
Ihwal penerbitan green bonds, OJK mengeluarkan POJK Nomor 60/POJK.04.2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan. Wimboh mengatakan aturan ini diterbitkan dengan niat mewujudkan pembangunan yang berdasarkan analisis dampak lingkungan yang berkesinambungan.
"Setiap kredit agar mempertimbangkan analisis dampak lingkungan. Ini masih pekerjaan rumah kita ke depan supaya implementasinya cukup menggembirakan," ucap Wimboh.
Adapun terkait aturan e-Registration, otoritas mengeluarkan POJK Nomor 58/POJK.04/2017 tentang Penyampaian Pernyataan Pendaftaran atau Pengajuan Aksi Korporasi Secara Elektronik. POJK ini diterbitkan untuk mendukung efektifitas dan efisiensi pelayanan otoritas kepada stakeholder yang lebih efisien dan transparan dengan memanfaatkan teknologi informasi. OJK telah menyiapkan sistem elektronik yang diberi nama Sistem Perijinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) untuk implementasi aturan ini. "OJK harus digital minded, semua prosesnya menggunakan digital sehingga prosesnya lebih cepat dan bagus," kata Wimboh.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pihaknya menyambut baik peraturan OJK ihwal obligasi daerah ini. Ganjar bahkan menantang OJK untuk menjadikan Jawa Tengah sebagai role model penerbitan obligasi daerah ini. "Kalau daerah mengeluarkan obligasi, risikonya kecil karena tiap tahun ada APBD. Tinggal political will untuk bayar cicilan," ujarnya.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo juga mengapresiasi penerbitan tiga peraturan OJK ini. Mardiasmo menyebut obligasi daerah merupakan terobosan cerdas agar daerah dapat berkembang. Namun, Mardiasmo mengingatkan persyaratan yang perlu diterapkan dalam penerbitan obligasi daerah ini.
"Di satu sisi kita ingin supaya daerah bisa mengembangkannya, namun harus ada beberapa persyaratan. Rating, generating income, unit yang mengelola obligasi daerah, sinking fund," kata Mardiasmo.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Kementerian Dalam Negeri Syarifuddin menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas obligasi daerah ini. "Obligasi daerah merupakan pinjaman daerah, bukan pinjaman kepala daerah. Perlu kehati-hatian agar dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan infrastruktur daerah," kata Syarifuddin.