TANDA koma, titik, dan kata penghubung yang menjadi terasa
penting bagi anggota Panitia Khusus (Pansus) DPR, ketika awal
pekan ini mureka membahas Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan bersama pemerintah. Toh pada Senin lalu itu, sidang
pleno yang dipimpin ketua Pansus, Novjan Kaman, bisa juga
menerima 15 pasal rancangan tadi.
Ketika berita ini diturunkan, sidang pleno yang membahas 44
pasal RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan itu masih
berlangsun di DPR. Sesudah itu, Pansus DPR dan pemerintah
masih harus menyetujui pasal-pasal dalam RUU Pajak
Penghasilan, dan RUU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN). Sudah sejak 24 November
sampai 11 Desember, sesungguhnya, Pansus DPR bekerja
terus-menerus di Hotel Horison, Jakarta Utara, membahas tiga RUU
Perpajakan hasil kerja pemerintah itu.
Selama itu pula, pelbagai perubahan sudah terjadi. Di akhir
November, Menteri Keuangan Radius Prawiro mengumumkan bahwa
bunga deposito, tabanas, dan taska tidak akan likenai pajak.
Kendati sudah terbebas dari incaran pemajakan RUU PPh, katanya,
bunga ketiga jenis simpanan itu pemajakannya bakal diatur dengan
peraturan pemerintah tersendiri. Kata sebuah sumber, pembebasan
pemajakan atas bunga deposito, tabanas, dan taska itu dilakukan
"demi keadilan bagi para penabung yang kecil-kecil." Maklum,
hampir sebagian besar dari 120 ribu pemilik deposito (Rp
1.581,7 milyar per September) adalah penabung di bawah Rp 5
juta.
Sedangkan jumlah pemilik deposito di atas Rp 100 juta
diperkirakan hanya 3.000 orang, atau 2,5% dari seluruh jumlah
deposan. Jika pemerintah toh tetap memaksakan ingin menembak
mereka, kata sumber itu, bukan mustahil pemilik deposito yang
kecil-kecil bakal ikut terpukul. Juga, tentu saja, para penabung
tabanas dan taska, yang hingga awal Oktober sudah menempatkan
uang mereka di pelbagai bank dengan jumlah Rp 87 milyar.
Dengan demikian, tidak semua manfaat ekonomi bakal kena pajak
RUU PPh. Soal warisan dan honorarium, kabarnya, juga bakal
dibebaskan dari pengenaan pajak. Maklum, kata seorang anggota
Pansus, tidak semua warisan bisa dikenai pajak - kecuali kalau
warisan itu berupa perusahaan yang menghasilkan uang dan belum
dibagibagikan. Anggota Pansus itu selanjutnya menyebut bahwa
honor yang diterima dari ceramah lokal, kecuah di forum
internasional, bakal dibebaskan dari pajak.
Mengenai lapisan kena pajak, Pansus, sesudah mendengar
penjelasan pemerintah, kabarnya menerima konsep yang diajukan
pemerintah. Maka, jika suatu perusahaan pada satu tahun takwim
memperoleh laba sampai R 10 juta, tarifnya 15% di atas Rp 10
juta sampai Rp 50 juta, tarifnya 25o/o, dan untul laba di atas
Rp 50 juta tarif pajaknya 35% itu berarti, tarif paja maksimum
yang semula 45% bakal turun menjadi 35%. Jadi, "dalam hal ini,
pemerintah sesungguhnya sudah memberikan insentif kepada
warganya," ujar Yamani Hasan, direktur utama PT Unilever
Indonesia.
Yamani sendiri mengaku belum bisa menghitung secara persis
apakah tarif baru RUU PPh itu nana akan cukup menguntungkan
karyawan dan perusahaan ini, yang tahun lalu membayar Pajak
Perseroan (PPs) Rp 8,8 milyar. Hingga kini dia masih
bertanya-tanya mengenai tidak boleh dimasukkannya kenikmatan
pemakaian kendaraan bermotor sebagai unsur pengurang untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Menurut dia,
kendaraan yang digunakan untuk operasi perusahaan, termasuk
ongkos merawatnya, bisa dimasukkan sebagai unsur pengurang.
"Sebab, itu termasuk biaya operasional," katanya.
Direktur utama Unilever itu tidak melihat peniadaan fasilitas
pajak bagi penanaman modal akan berpengaruh buruk. Menurut
Yamani, pada umumnya para pemilik modal itu lebih cenderung,
melihat stabilitas politik dan ekonomi jangka panjang,
dibandingkan dengan fasilitas pajak, jika ingin menanam modal di
suatu negara. Sesudah itu barulah mereka, katanya, berusaha
menghitung soal return on investment (ROI). Menurut Direktur
Jenderal Pajak Salamun kepada TEMPO beberapa waktu lalu,
penanaman modal lebih dirangsang dengan tarif pajak maksimum
yang hanya 35O itu.
Pansus sendiri kelihatan tidak menunjukkan kekhawatiran bahwa
penghapusan fasilitas Fajak itu bakal mengurangi penanaman modal
di sini. Mereka tampaknya yakin, penanaman modal di sini,
seperti dijelaskan Menteri Radius Priwiro, masih lebih
menarik dibandingkan dengan Malaysia yang mengenakan pajak 45%
dan Singapura dengan 40%. Kendati demikian, Novjan Kaman tidak
menyangkal kemungkinan terjadinya perubahan dalam sidang pleno
hari-hari ini. Sejauh ini "saya kira belum ada yang menjadi
ganjalan," katanya.
Tapi para anggota Pansus itu banyak yang menghendaki agar dalam
RUU PPN, pemerintah kelak membuat peraturan pelaksanaan yang
jelas mengenal kategori barang mewah. Kata anggota Pansus,
Murtado, televisi hitam putih bisa saja dikategorikan mewah
dibandingkan dengan televisi berwarna jika layarnya lebar
sekali. Sedangkan mengenai tarif pajak atas barang mewah, para
anggota Pansus meminta agar tarifnya diperberat - di atas 30%.
Berapa persisnya, mereka menolak menyebutkannya. "Pokoknya, tak
ada perubahan kontroversial," ujar Murtado.
Menteri Keuangan Radius Prawiro dan Direktur Jenderal Pajak
Salamun, yang mewakili pemerintah dalam pleno minggu ini,
kelihatan lebih banyak setuju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini