Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ruu pajak: tinggal titik koma

Pembahasan ruu ketentuan umum dan tata cara perpajakan. pemerintah diminta membuat peraturan pelaksanaan mengenai kategori barang mewah. lapisan kena pajak penghasilan tetap tiga tarif. (eb)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANDA koma, titik, dan kata penghubung yang menjadi terasa penting bagi anggota Panitia Khusus (Pansus) DPR, ketika awal pekan ini mureka membahas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bersama pemerintah. Toh pada Senin lalu itu, sidang pleno yang dipimpin ketua Pansus, Novjan Kaman, bisa juga menerima 15 pasal rancangan tadi. Ketika berita ini diturunkan, sidang pleno yang membahas 44 pasal RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan itu masih berlangsun di DPR. Sesudah itu, Pansus DPR dan pemerintah masih harus menyetujui pasal-pasal dalam RUU Pajak Penghasilan, dan RUU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN). Sudah sejak 24 November sampai 11 Desember, sesungguhnya, Pansus DPR bekerja terus-menerus di Hotel Horison, Jakarta Utara, membahas tiga RUU Perpajakan hasil kerja pemerintah itu. Selama itu pula, pelbagai perubahan sudah terjadi. Di akhir November, Menteri Keuangan Radius Prawiro mengumumkan bahwa bunga deposito, tabanas, dan taska tidak akan likenai pajak. Kendati sudah terbebas dari incaran pemajakan RUU PPh, katanya, bunga ketiga jenis simpanan itu pemajakannya bakal diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri. Kata sebuah sumber, pembebasan pemajakan atas bunga deposito, tabanas, dan taska itu dilakukan "demi keadilan bagi para penabung yang kecil-kecil." Maklum, hampir sebagian besar dari 120 ribu pemilik deposito (Rp 1.581,7 milyar per September) adalah penabung di bawah Rp 5 juta. Sedangkan jumlah pemilik deposito di atas Rp 100 juta diperkirakan hanya 3.000 orang, atau 2,5% dari seluruh jumlah deposan. Jika pemerintah toh tetap memaksakan ingin menembak mereka, kata sumber itu, bukan mustahil pemilik deposito yang kecil-kecil bakal ikut terpukul. Juga, tentu saja, para penabung tabanas dan taska, yang hingga awal Oktober sudah menempatkan uang mereka di pelbagai bank dengan jumlah Rp 87 milyar. Dengan demikian, tidak semua manfaat ekonomi bakal kena pajak RUU PPh. Soal warisan dan honorarium, kabarnya, juga bakal dibebaskan dari pengenaan pajak. Maklum, kata seorang anggota Pansus, tidak semua warisan bisa dikenai pajak - kecuali kalau warisan itu berupa perusahaan yang menghasilkan uang dan belum dibagibagikan. Anggota Pansus itu selanjutnya menyebut bahwa honor yang diterima dari ceramah lokal, kecuah di forum internasional, bakal dibebaskan dari pajak. Mengenai lapisan kena pajak, Pansus, sesudah mendengar penjelasan pemerintah, kabarnya menerima konsep yang diajukan pemerintah. Maka, jika suatu perusahaan pada satu tahun takwim memperoleh laba sampai R 10 juta, tarifnya 15% di atas Rp 10 juta sampai Rp 50 juta, tarifnya 25o/o, dan untul laba di atas Rp 50 juta tarif pajaknya 35% itu berarti, tarif paja maksimum yang semula 45% bakal turun menjadi 35%. Jadi, "dalam hal ini, pemerintah sesungguhnya sudah memberikan insentif kepada warganya," ujar Yamani Hasan, direktur utama PT Unilever Indonesia. Yamani sendiri mengaku belum bisa menghitung secara persis apakah tarif baru RUU PPh itu nana akan cukup menguntungkan karyawan dan perusahaan ini, yang tahun lalu membayar Pajak Perseroan (PPs) Rp 8,8 milyar. Hingga kini dia masih bertanya-tanya mengenai tidak boleh dimasukkannya kenikmatan pemakaian kendaraan bermotor sebagai unsur pengurang untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak. Menurut dia, kendaraan yang digunakan untuk operasi perusahaan, termasuk ongkos merawatnya, bisa dimasukkan sebagai unsur pengurang. "Sebab, itu termasuk biaya operasional," katanya. Direktur utama Unilever itu tidak melihat peniadaan fasilitas pajak bagi penanaman modal akan berpengaruh buruk. Menurut Yamani, pada umumnya para pemilik modal itu lebih cenderung, melihat stabilitas politik dan ekonomi jangka panjang, dibandingkan dengan fasilitas pajak, jika ingin menanam modal di suatu negara. Sesudah itu barulah mereka, katanya, berusaha menghitung soal return on investment (ROI). Menurut Direktur Jenderal Pajak Salamun kepada TEMPO beberapa waktu lalu, penanaman modal lebih dirangsang dengan tarif pajak maksimum yang hanya 35O itu. Pansus sendiri kelihatan tidak menunjukkan kekhawatiran bahwa penghapusan fasilitas Fajak itu bakal mengurangi penanaman modal di sini. Mereka tampaknya yakin, penanaman modal di sini, seperti dijelaskan Menteri Radius Priwiro, masih lebih menarik dibandingkan dengan Malaysia yang mengenakan pajak 45% dan Singapura dengan 40%. Kendati demikian, Novjan Kaman tidak menyangkal kemungkinan terjadinya perubahan dalam sidang pleno hari-hari ini. Sejauh ini "saya kira belum ada yang menjadi ganjalan," katanya. Tapi para anggota Pansus itu banyak yang menghendaki agar dalam RUU PPN, pemerintah kelak membuat peraturan pelaksanaan yang jelas mengenal kategori barang mewah. Kata anggota Pansus, Murtado, televisi hitam putih bisa saja dikategorikan mewah dibandingkan dengan televisi berwarna jika layarnya lebar sekali. Sedangkan mengenai tarif pajak atas barang mewah, para anggota Pansus meminta agar tarifnya diperberat - di atas 30%. Berapa persisnya, mereka menolak menyebutkannya. "Pokoknya, tak ada perubahan kontroversial," ujar Murtado. Menteri Keuangan Radius Prawiro dan Direktur Jenderal Pajak Salamun, yang mewakili pemerintah dalam pleno minggu ini, kelihatan lebih banyak setuju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus