Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Orang Kecil, Menjelang Lebaran

Adanya droping uang dari pemerintah, maka pegadaian kini tidak menolak orang. Di pegadaian Banjarmasin, peminjam menggadaikan barangnya untuk tujuan produktif, prosesnya tidak berbelit-belit. (eb)

25 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hari di pertengahan Agustus, dua orang perempuan tergopoh-gopoh menuju loket pegadaian di Kantor Pegadaian Ngupasan, Yogyakarta. Jam sudah menunjuk 12.30. Mereka langsung membuka tas lalu mengeluarkan tape recorderd. Ternyata tak diterima pegawai pegadaian karena tak ada kwitansinya. Juga arloji yang dibawanya terpaksa gagal digadaikan karena sebab yang sama. Akhirnya dikeluarkannya harapannya terakhir: kalung emas berbentuk balok, berat 20 gram. "Hanya bisa Rp 56 ribu," kata petugas loket. Perempuan itu setuju, dan secarik kertas cepat diterimanya untuk ditukar uang di loket sebelah. Perempuan tersebut mungkin merupakan satu kekecualian. Mungkin dia terpaksa. "Agak jarang yang menggadaikan emas sekarang. Justru banyak yang menebus emas gadaiannya. Yang ramai orang menggadaikan kain," kata pegawai pegadaian terbesar di Yogyakarta itu. Begitu pula di Medan. Kepada TEMPO seorang pegawai pegadaian Medan mengatakan: "Ada semacam gerakan beramai-ramai menebus barang." Dan yang disebut barang di situ tak lain dan tak bukan hanyalah logam mulia saja, yang pekan lalu bertahan Rp 6.250 per gram di Medan. Sedang emas 24 karat, pertengahan Agustus lalu mencapai Rp 6.150 segram. Itulah kenapa kini pegadaian di daerah Justru menantang orang untuk datang, tak lagi membatasi nilai gadai, apalagi mengembalikan yang hendak menggadaikan karena pegadaian kehabisan uang. "Pokoknya kita siap. Silakan yang kesulitan uang datang ke mari," tantang seorang pegawai pegadaian negara di Padang. Kain, Pacul Memang hal itu bukan hanya disebabkan banyak orang yang menebus gadai emasnya saja. Droping uang dari pemerintah Agustus ini juga menyebabkan pegadaian kini tak menolak orang. Tapi agaknya -- pegadaian di daerah lain dengan yang di pusat. Di Jakarta sejak pertengahan Juli sampai akhir Juli pegadaian menurunkan batas maksimum gadai. Setelah ada droping uang, batas itu dinaikkan lagi sampai Rp 100 ribu. Di Yogyakarta, seorang pegawai pegadaian justru bingung ketika ditanya soal batas maksimum ini. "Apa itu batas maksimum?" tanyanya. Diceritakannya, beberapa hari yang lalu ada orang menggadaikan emas mencapai nilai Rp 200 ribu. Tapi memang nilai itu dicapai tidak dengan satu barang saja. "Ada enam kwitansi," lanjut pegawai itu. Dan menurut pegawai tersebut, selama ini memang belum ada yang menggadaikan satu barang mencapai Rp 100 ribu. "Karena biasanya memang tak ada barang-barang besar yang dibawa ke gadai." Seperti halnya di pegadaian Kecamatan Cilamaya, Karawang, di daerah umumnya barang yang digadaikan tak begitu mencapai nilai tinggi. Bagaimana bisa mencapai nilai tinggi, apabila yang digadaikan hanya berupa kain, barang pecah-belah atau pacul. Jelasnya, mereka yang terpaksa pergi ke pegadaian adalah rakyat kecil yang memang tak menyimpan barang mahal. Bahkan di Pekalongan sempat dicatat pembantu TEMPO di kota itu, sering orang menebus barang keliru kepunyaan orang lain. Sebabnya, pemilik barang dari desa mnder pergi ke pegadaian dan menyuruh orang lain yang kebetulan buta huruf. Begitu pun di Yogyakarta. Hanya orang-orang kecil saja yang pergi ke pegadaian. Padahal, "bunganya yang kecil sangat menguntungkan," tutur seorang pegawai pegadaian. Dan "kantor pegadaian di sini 'kan bersih-bersih, kayak bank saja," tambah pegawai itu. Lalu ke mana mereka yang malu itu kalau membutuhkan uang? Tentu saja ke pegadaian swasta atau bahkan ke rentenir. Di pegadaian swasta syarat-syarat memang lebih gampang. Tapi seperti Lestari Mulyo di Yogyakarta -- resminya ini koperasi tapi bergerak di bidang gadai-menggadai -- bunganya mencapai 10% sebulan. Tiap hari bisa dilihat orang antri untuk menggadaikan barangnya. "Di sini gampang. Tidak ditanya kwitansi atau surat keterangan segala," kata seorang ibu yang sedang antri. Rupanya, terutama untuk pegadaian daerah, droping uang memang menolong. Pegadaian tak lagi menolak orang dan calo-calo yang biasanya berkeliaran di halaman rumah gadai tak lagi mendapat pasaran. Tapi ngomong-ngomong berapa sih besar droping menjelang lebaran ini? "Sekarang baru Rp 125 juta, pak," bisik seorang pegawai pegadaian di Medan. Tapi yang agaknya amat menarik adalah pegadaian di Banjarmasin. Berbeda dengan banyak jawatan pegadaian lainnya, Botutihehe, kepala kantor cabang jawatan pegadaian Banjarmasin, merasa uang di kasnya cukup melimpah sekalipun sebelum ada droping. Kepada koresponden TEMPO di sana, Botutihehe menjelaskan, tak banyak peminjam yang bersifat konsumtif. Lalu? "Ya kebanyakan peminjam malah menggadaikan barangnya untuk tujuan produktif," katanya. Belum dijelaskan kenapa para pengusaha kecil itu tak pergi meminta KIK saja. Kalau benar demikian, mungkin prosedur yang tak berbelit-belit di pegadaian itulah yang merangsang orang untuk mencari modal ke sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus