MENAGIH utang memang tak gampang. Apalagi kalau sudah menyangkut puluhan milyar rupiah dan melibatkan puluhan ribu penunggak. Bank Tabungan Negara (BTN), umpamanya, kelabakan menagih angsuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sekitar Rp 50 milyar. Padahal, para penunggak sudah didatangi berkali-kali, bahkan pintu rumahnya ditempeli stiker merah berbunyi "Rumah Ini dalam Pengawasan BTN". Tapi ada saja yang berani mengelupa stiker itu. Mungkin lantaran BTN selama ini tidak pernah menindak tegas para pengutang -- satu hal yang kini tidak lagi ditolerir. Sebuah tim gabungan BTN dan Polri, Ahad dua pekan silam, telah menggertak para penunggak di Surabaya dan sekitarnya. Hasilnya, sehari sebelum tim datang, para penunggak sudah melunasi utangnya. Bayangkan, ada yang menunggak sampai 52 bulan. Adapun angka tunggakan Rp 50 milyar itu baru perkiraan. "Angka pastinya akan diketahui sekitar Agustus mendatang, setelah ada pencocokan antara saldo yang tercatat di komputer BTN dan yang di tangan debitur," ujar Dirut BTN Mahfud Jakile kepada TEMPO di kantornya, akhir pekan silam. Kalau angka itu benar, berarti sudah menyusut banyak. Ketika Jakile baru duduk sebagai Dirut BTN Juli tahun silam, ia mewarisi tunggakan Rp 84 milyar. Kini tambahan tunggakan cenderung menurun. Maret lalu tambahan tunggakan masih Rp 5 milyar, sedang Mei silam sudah menyusut tinggal Rp 1 miyar. Seiring dengan itu, angka realisasi pembayaran cicilan KPR juga cenderung meningkat, melampaui perkiraan. Pada Desember tahun silam, diperkirakan uang dari angsuran KPR yang bakal masuk Rp 22 milyar, ternyata yang terjaring malah Rp 26,5 milyar. Ini kemajuan yang menggembirakan Jakile, tentu. Setidaknya, dana dari angsuran itu bisa diputar kebali dalam bentuk KPR BTN. Apalagi dalam Pelita V ini BTN baru bisa menyediakan dana sendiri Rp 1,2 trilyun (48,22%), dari total Rp 2,95 trilyun yang diperlukan untuk membiayai KPR agi 450.000 unit rumah sederhana. Tahun sebelumnya pendanaan KPR oleh BTN baru meliputi 32%, sisanya oleh Bank Indonesia, Bank Dunia, dan pemerintah. "Makin lama BTN harus semakin mandiri," ujar Jack -- nama akrab Jakile. Dengan cara mencampur dana-dana seperti itu BTN bisa memberikan KPR dengan bunga 12%, 16%, dan 18%, dan memperoleh margin sekitar 3%. Tipis memang. Untuk mempertahankan margin 3% itulah, BTN kini bersiap-siap terjun ke pasar modal, meluncurkan obligasi lima tahunan sebesar Rp 50 milyar. "Kita melepaskan obligasi, arena sekaranglah saat yang tepat. Dan kita butuh," kata Jack terus terang. Dengar pendapat akhir dengan Bapepam dan para penjamin emisi akan dilakukan akhir bulan ini. Rencananya, selama Pelita V, BTN akan menerbitkan obligasi total Rp 250 milyar - Rp 50 milyar setiap tahunnya. Di samping itu, pengerahan dana masyarakat melalui tabungan juga akan digalakkan. Produk tabungan baru seperti Tabungan Perumahan dan Tabungan Upakara diharapkan bisa menjaring Rp 180 milyar. Dari Tabanas saja, BTN merencanakan bisa mengeruk Rp 224 milyar. Tetapi deposito tetap lebih diandalkan karena dari sini, selama Pelita V, diharapkan bisa terjaring Rp 349,4 milyar. Dan mulai Agustus depan, BTN diperbolehkan BI untuk menerima rekening giro perusahaan maupun perseorangan. BTN juga diperbolehkan ikut dalam kliring bank-bank. Siapa yang akan menitipkan uang di Giro BTN? "Ya, rekanan BTN. Semua developer, notaris, dan perusahaan jasa penilai rekanan BTN. Oh, itu besar jumlahnya," tutur Jack optimistis. Ini berarti, bekas Postpaar Bank (Bank Tabungan Pos) di jaman kolonial yang melulu melayani tabungan itu tak lama lagi akan bertindak bagaikan bank umum. Dan Jack kini siap-siap mendengungkan slogan baru yang menampilkan citra baru BTN. Slogan itu berbunyi "Pelanggan Adalah Raja Selalu", disingkat "Paras". Siapa tahu, kelak bisa lebih tangkas.Bachtiar abdullah (Jakarta) dan Herry Mohammad (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini