Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pekerja PT OSMI meregang nyawa akibat kecelakaan kerja di Departemen Feronikel Divisi Molding, pada Ahad, 16 Februari 2025. Serikat Pekerja Industri Morowali-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (SPIM-KPBI) menyebut sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) amburadul dan menuntut pertanggungjawaban manajemen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa tragis itu terjadi sekitar pukul 09.30 WITA saat korban melakukan pembersihan HB (cairan mate yang mengeras) pada londer atau jalur cairan. Saat mendorong HB seberat sekitar 150kilogram, tangan korban tersangkut, menyebabkan material berat itu menimpa kepalanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Harian SPIM-KPBI Komang Jordi Segara menyesalkan kejadian ini dan menuding perusahaan lalai dalam menjamin keselamatan pekerja. “Kasus fatality seperti ini sering terjadi, tetapi tidak ada pembenahan serius oleh pemilik kawasan, PT IMIP. Tidak ada langkah konkret dari manajemen, sementara korban terus berjatuhan,” ujar Komang.
Ia juga menyebut PT IMIP melakukan “genosida buruh” akibat sistem K3 yang buruk. Lebih jauh, ia mengecam keputusan perusahaan yang tetap melanjutkan produksi hanya beberapa jam setelah insiden maut terjadi.
Sebagai bentuk protes, SPIM-KPBI akan menggelar aksi unjuk rasa pada 18 Februari di kawasan PT IMIP. Mereka juga berencana membawa kasus ini ke tingkat nasional dengan melibatkan KPBI untuk aksi lanjutan di kantor pusat PT IMIP di Jakarta.
Menanggapi tuduhan dari SPIM-KPBI, Media Relations PT IMIP Dedy Kurniawan menyampaikan pernyataan resmi yang menyesalkan kejadian tersebut, namun juga menyayangkan pernyataan serikat pekerja yang dia nilai kurang berbasis informasi akurat.
“Kami sangat menyesalkan kejadian yang menyebabkan seorang pekerja meninggal dunia. Namun, kami juga menyayangkan pernyataan dari serikat pekerja yang tidak memiliki informasi yang cukup terkait peristiwa ini, tetapi sudah menyebarkannya tanpa penjelasan yang lengkap,” ujar saat dikonfirmasi Ahad malam, 16 Februari 2025.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata, pergantian shift antara Shift A dan Shift C berlangsung pukul 08.00 WITA. Saat briefing kerja, dua orang foreman telah memberikan instruksi keselamatan kerja dan membagikan area kerja kepada para pekerja.
Pada pukul 10.30 WITA, aktivitas pemotongan terak baja menggunakan oxy sedang berlangsung dan menghasilkan banyak percikan api. Pekerja di sekitar area tandis saat itu berhenti sejenak menunggu proses pemotongan selesai. Namun, Marjan Daud memutuskan tetap bekerja, meskipun rekan-rekannya telah memperingatkannya untuk menunggu.
“Korban melakukan pembersihan di ujung londer tanpa menggunakan sarung tangan. Hal ini bertentangan dengan SOP yang mengharuskan pekerja memakai alat bantu seperti tongkat besi atau alat penarik khusus. Saat mendorong terak baja tanpa alat tersebut, korban kehilangan keseimbangan, jatuh, dan tertimpa material yang didorongnya,” kata Dedy.
Perusahaan mengatakan telah membawa korban ke klinik perusahaan, tetapi nyawanya tidak tertolong. Saat ini, seluruh hak korban sedang dalam proses penyelesaian dan akan segera diserahkan kepada keluarga.
Dani Aswara berkontribusi terhadap penulisan artikel ini