Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia berencana menarik utang baru senilai Rp 775,9 triliun pada 2025. Dalam asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar ditetapkan di level Rp 16.100 per dolar. Padahal, saat ini rupiah tengah menguat di level Rp 15.430 per dolar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita, mengingatkan pelemahan nilai tukar rupiah ini dapat meningkatkan beban utang luar negeri pemerintah secara signifikan. "Nominal utang akan ikut terpengaruh jika utang yang ditarik dalam bentuk mata uang asing, misalnya dolar," kata Ronny kepada Tempo, Senin, 26 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Ronny menambahkan, jika utang ditarik dalam bentuk mata uang lokal, dampak dari fluktuasi kurs terhadap utang tidak akan terlalu besar. "Utang dalam mata uang lokal tidak perlu dikonversi ke dalam dolar sehingga tidak berpengaruh pada eksposur devisa," ujar dia.
Pelemahan rupiah yang diasumsikan di level Rp 16.100 per dolar AS, menurut Ronny, akan membuat jumlah total utang, bunga, dan cicilannya dalam rupiah semakin besar, meskipun nominal dolarnya tetap sama. "Semakin melemah kurs rupiah, maka semakin besar beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam rupiah," tegasnya.
Sebagai solusi mengurangi risiko kurs terhadap utang, Ronny menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan penarikan utang dari investor lokal dan dalam bentuk mata uang lokal. "Dengan menarik utang dari investor lokal dan dalam mata uang lokal, risiko fluktuasi kurs dapat diminimalisir," katanya.
Dalam Buku II Nota Keuangan, pembiayaan utang negara pada 2025 sebagian besar akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 642,6 triliun, sementara sisanya sebesar Rp 133,3 triliun berasal dari pinjaman neto, yang terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,2 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 128,1 triliun.
Dokumen tersebut juga menyatakan utang ini akan digunakan untuk mendukung program prioritas pemerintah dalam mencapai target pembangunan yang telah ditetapkan dalam APBN.
Jumlah total pembiayaan utang pada tahun depan meningkat sebesar Rp 222,8 triliun dibandingkan dengan perkiraan pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 553,1 triliun. Peningkatan ini diperlukan untuk menutupi defisit APBN 2025 yang diperkirakan mencapai Rp 616,2 triliun atau sekitar 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Di samping untuk memenuhi pembiayaan APBN, pengelolaan utang juga diarahkan sebagai sarana untuk mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," bunyi Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.