Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 yang mengatur ihwal penyederhanaan bisnis waralaba di Tanah Air. Pengaturan ini diharapkan meningkatkan optimisme semua pelaku bisnis waralaba di Indonesia. "Peraturan ini juga termasuk waralaba lokal, agar dapat bertumbuh dengan lebih baik secara jumlah dan kualitas," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Suhanto, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Suhanto, lingkungan bisnis waralaba yang menarik dan menguntungkan akan mendorong pelaku usaha meningkatkan investasi dan menambah jumlah gerai. Dengan begitu, kata dia, pelaku usaha bisa menciptakan skala usaha yang efisien untuk dapat memproduksi bahan baku, barang dagangan, maupun peralatan usaha di dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pasar Indonesia akan menjadi semakin menarik dan dinamis dan muncul efek ganda dengan bertambah berkembangnya peluang usaha dan terbukanya lapangan kerja," kata Suhanto.
Dalam aturan baru tersebut, pemerintah melonggarkan aturan dalam bisnis waralaba. Pertama, tidak ada lagi pembatasan jumlah gerai, baik gerai retail maupun gerai makanan atau minuman. Sebelumnya, pemilik gerai makanan hanya boleh memiliki maksimal 250 gerai dan kepemilikan toko modern dibatasi maksimal 150 gerai. Pengembangan selebihnya harus dengan skema waralaba.
Kedua, pelonggaran kewajiban tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Aturan lama mewajibkan tingkat komponen dalam negeri sebesar 80 persen. Kini aturannya diganti dengan imbauan untuk menggunakan komponen dalam negeri. Ketiga, tidak ada lagi batasan penunjukan master franchise atau pemberi waralaba lanjutan bagi waralaba asing. Sebelumnya, master franchise hanya diberikan kepada satu pihak.
Meski dalam beleid baru aturan TKDN diperlonggar, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan I Gusti Ketut Astawa menuturkan penggunaan produk dalam negeri telah diatur dalam Permendag Nomor 47 Tahun 2016 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. "Sehingga, walaupun tidak ada pengaturan khusus bagi pelaku waralaba, dalam menjalankan usahanya tetap harus berpedoman kepada aturan tersebut," ujar Ketut.
Ketua Umum Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali), Levita Ginting Supit, menuturkan penghapusan aturan pembatasan gerai dapat meringankan tugas pemerintah memonitor pertumbuhan jumlah gerai. Pasalnya, kata Levita, selama ini tidak sedikit pelaku usaha yang main kucing-kucingan soal aturan pembatasan itu. "Selain itu, penyederhanaan waralaba ini dinilai sejalan dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah entrepreneur," kata dia.
Levita menuturkan, masyarakat tak perlu khawatir pelonggaran tingkat komponen dalam negeri bisa memicu impor ke dalam negeri. Menurut dia, tanpa aturan tersebut, pelaku usaha memilih bahan baku dalam negeri karena bisa menekan biaya produksi. Pembatasan komponen dalam negeri itu juga kerap dianggap menghambat pelaku usaha untuk berekspansi.
Corporate Affairs Director Alfamart, Solihin, menuturkan jauh sebelum ada pembatasan jumlah gerai, perusahaannya telah lebih dulu menerapkan konsep waralaba agar bisa dimiliki masyarakat. Meski peraturan baru tersebut tidak berdampak signifikan terhadap Alfamart, Solihin menuturkan potensi pertumbuhan waralaba sangat besar. Apalagi, kata dia, bisnis waralaba akan membuat produk dalam negeri lebih kompetitif. "Masyarakat harus ambil kesempatan bergabung dengan waralaba, sehingga tidak akan terlalu sibuk buka ide baru," tuturnya. LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo