Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Peluang Untung dari Geliat Harga Komoditas

Peningkatan nilai ekspor Indonesia selama beberapa bulan terakhir dipicu oleh kenaikan harga dan volume sejumlah komoditas. Kenaikan harga itu diperkirakan bakal mengangkat harga saham komoditas di sepanjang tahun ini.

7 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja mengumpulkan buah sawit di sebuah RAM Kelurahan Purnama Dumai, Riau, 21 Mei 2021. ANTARA/Aswaddy Hamid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga batu bara diperkirakan naik karena Cina bagian utara akan menghadapi musim hujan ekstrem.

  • Ketegangan antara Ukraina dan Rusia berisiko membuat pasokan nikel berkurang.

  • Ancaman gelombang lanjutan pandemi Covid-19  mesti diwaspadai.

JAKARTA - Peningkatan nilai ekspor Indonesia selama beberapa bulan terakhir dipicu oleh kenaikan harga dan volume sejumlah komoditas. Kenaikan harga itu diperkirakan bakal mengangkat harga saham komoditas di sepanjang tahun ini. "Kenaikan harga pasti akan berdampak pada saham emiten-emiten komoditas. Namun investor tetap perlu berhati-hati karena kenaikan terjadi pada saat dunia masih resesi," tutur Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Pusat Statistik sebelumnya melaporkan kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan. Misalnya, harga minyak sawit mentah April naik 4,24 persen dibanding Maret atau 76,5 persen dibanding April tahun lalu. Kemudian, harga tembaga naik masing-masing 3,74 persen dan 84,4 persen; dan emas naik 2,43 persen serta 4,6 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kenaikan harga juga terjadi pada nikel, yang melesat dari US$ 16.097 per ton pada 1 April menjadi US$ 17.993 per ton pada 5 Juni lalu. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia pada April turun 2,43 persen dibanding Maret menjadi US$ 61,96 per barel; namun telah melesat 200 persen dibanding April tahun lalu yang sebesar US$ 20,66 par barel.  

Emas batangan ukuran 5 gram di Jakarta, 6 Januari 2021. Tempo/Tony Hartawan

Menurut Ibrahim, kenaikan harga komoditas tak lepas dari faktor eksternal. Misalnya, harga batu bara diperkirakan naik karena Cina bagian utara akan menghadapi musim hujan ekstrem. Penutupan aktivitas pertambangan diprediksi mempengaruhi produksi batu bara negara itu sekitar 50 persen. "Sehingga harga batu bara naik akibat spekulan," tutur dia.

Selain karena Indonesia memutuskan tidak melakukan ekspor bijih nikel, kenaikan harga nikel disebabkan oleh ketegangan antara Ukraina dan Rusia. Peristiwa tersebut berisiko membuat pasokan nikel dunia berkurang karena Ukraina merupakan salah satu produsen nikel terbesar. Harga emas juga diprediksi berpeluang naik hingga US$ 2.200 per troy ounce. Dalam dua pekan ini, harga emas internasional berkisar US$ 1.855-1.915 per troy ounce.  "Dengan kondisi ini, banyak spekulan bermain, sehingga  pelaku pasar harus berhati-hati," tutur Ibrahim.

Pengamat pasar modal dari LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo, menuturkan harga saham sejumlah emiten komoditas memang tengah terkoreksi, seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) yang kini sebesar Rp 9.175 per lembar. Menurut dia, angka tersebut masuk kategori undervalued atau di bawah harga wajar, karena harga tertinggi AALI dalam 52 pekan sebesar Rp 13.350.  "AALI ada kecenderungan menguat," kata dia.

Lucky berujar, kecenderungan penguatan juga terlihat dari PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Saham LSIP saat ini berada di level Rp 1.225, mulai dekat dengan angka tertinggi Rp 1.560. PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) bisa menjadi alternatif transaksi. Namun ia menganjurkan investor memilih saham dengan kapitalisasi pasar besar. "Pasar komoditas sedang diapresiasi oleh pelaku pasar karena menguatnya harga minyak dunia," kata Lucky.

Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus, berpendapat, ketika terjadi pemulihan ekonomi, langkah yang aman adalah memilih saham cyclical stock, yaitu perusahaan yang pendapatannya terpengaruh kondisi makroekonomi. Saham tersebut dinilai pulih paling cepat ketika permintaan komoditas global naik. "Tapi harus dilihat dulu, karena tidak semua saham komoditas masuk kategori baik. Investor mesti melihat fundamentalnya," kata Nico.

Ia menyebutkan, tren kenaikan harga komoditas bisa terus berlanjut selama ekonomi pulih. Namun ancaman gelombang lanjutan pandemi Covid-19 mesti diwaspadai. Hal ini terlihat pada sejumlah negara yang baru-baru ini menerapkan karantina wilayah, seperti Malaysia, Australia, dan Singapura.

Nico juga melihat kenaikan harga komoditas ini hanyalah sentimen jangka pendek. Dia mengacu pada kebijakan negara OPEC Plus yang memutuskan menjaga pasokan dan permintaan supaya ada keseimbangan harga. “Mereka akan naikkan produksi pada Juli. Artinya, mereka melihat pemulihan ini hanya sementara," kata Nico.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyebutkan investor tidak terlalu agresif membeli  saham emiten komoditas meskipun ada kenaikan harga komoditas. Hal ini terjadi karena prospek lonjakan harga komoditas sudah diantisipasi sejak Januari lalu. "Artinya, investor sudah price in," kata Bhima.

Bhima mengimbuhkan, beberapa investor bahkan lebih selektif membeli saham berdasarkan kinerja fundamental. Alasannya, perusahaan berbasis komoditas telah mengalami tekanan pendapatan sejak 2018, ketika harga komoditas rendah. Kemudian, ketika ledakan harga komoditas terjadi, emiten menggunakan pendapatannya untuk menutup kerugian sebelumnya. “Sebagian investor juga memanfaatkan boom harga komoditas ini untuk ambil untung. Akibatnya, banyak yang justru turun performa sahamnya," tuturnya.

LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus