Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pemerintah Didesak Penuhi Hak BPJS Ketenagakerjaan Transpuan

Komunitas untuk BPJS Tenaga Kerja meminta pemerintah untuk memenuhi hak BPJS Tenaga Kerja kelompok transpuan dan minoritas.

16 Maret 2024 | 16.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komunitas untuk BPJS Tenaga Kerja (JKU BPJS TK) mengaku telah melakukan mediasi bersama dengan BPJS Ketenagakerjaan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Kementerian Tenaga Kerja RI di kantor DJSN, Jakarta Pusat pada Kamis, 14 Maret 2024. Mediasi itu menghadirkan perwakilan kelompok transpuan sebanyak 17 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator JKU BPJS TK,  Hartoyo, mengatakan ada 163 peserta transpuan lansia miskin yang menjadi penerima manfaat program tersebut. “Sayangnya, ketika ada peserta BPJS TK meninggal, kami mengalami penolakan klaim kematian dari pihak BPJS TK,” kata dia melalui keterangan tertulis pada Jumat, 15 Maret 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, Hartoyo menegaskan masalah ini tidak hanya dialami oleh transpuan. Sebab, menurut data yang ia peroleh beberapa masyarakat non transpuan mengalami hal serupa. Seharusnya, kata dia, BPJS Ketenagakerjaan bisa membantu individu mengakses layanan kesehatan dan jaminan klaim saat meninggal. 

Menurut Hartoyo, beberapa alasan yang membuat mereka ditolak karena tidak diakuinya surat wasiat yang dibuat oleh peserta, peserta dinilai tidak bekerja, dan dianggap memiliki penyakit menahun.

Sedangkan, berdasarkan Permenaker No.5/2022 pasal 63 dan 64, BPJS TK seharusnya digunakan hanya untuk memastikan kebenaran peserta meninggal. “Bukan untuk melakukan verifikasi status pekerjaan atau penyakitnya,” kata Hartoyo. Begitupun dengan surat wasiat peserta BPJS TK yang sudah diatur dalam PP No.44/2015 pasal 40 ayat 2 poin b.4.

Oleh karena itu, mediasi dilakukan untuk menemukan solusi dari masalah tersebut. Mediasi itu dipimpin langsung oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Roswita Nilakurnia. Agenda pertemuan itu mendengarkan penjelasan dari para pihak. Mediator dan Kemnaker juga telah bertemu kemarin, Jumat, 15 Maret 2024.

“Hasilnya, DJSN melihat ada kemungkinan kekosongan hukum, sehingga dimungkinkan adanya perbaikan kebijakan ke depan,” ucap Hartoyo. 

Sejauh ini, sudah ada 9 transpuan yang meninggal dan mengajukan klaim. 2 diantaranya memiliki klaim bisa cair sekitar Rp 42 juta karena memiliki keluarga. 6 lainnya hanya keluar untuk biaya penguburan sebesar Rp 10 juta. Dan 1 orang ditolak sama sekali dengan alasan tidak bekerja.

Haryoto berharap agar klaim BPJS Ketenagakerjaan transpuan yang belum bisa cari bisa segera dicairkan. Ia menyarankan agar sistem kepesertaan BPJS TK yang berpihak pada transpuan, kelompok minoritas, dan rentan.



Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus