Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah, meminta pemerintah berfokus mengatur pemanfaatan limbah batu bara fly ash dan bottom ash atau FABA alih-alih mencabutnya dari kategori bahan beracun dan berbahaya (B3). Dikeluarkannya jenis limbah tersebut dari kelompok berbahaya dianggap akan berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau masalahnya soal pemanfaatan, ya pemanfaatannya yang diotak-atik. Regulasinya harusnya di level itu, bukan menghapus dari kategori B3,” ujar Merah saat dihubuni pada Sabtu, 13 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merah menyayangkan dalih berbagai pihak yang menyatakan bahwa limbah batu bara sulit dimanfaatkan ketika masih tergolong dalam kategori B3. Menurut Merah, alasan pemanfaatan tersebut hanya mengedepankan kepentingan ekonomi.
Ia menduga kebijakan pemerintah tak lepas dari lobi-lobi pengusaha. Sebab dengan pencabutan FABA dari kategori B3, ongkos produksi perusahaan menjadi lebih ringan. “Ini hanya memberikan kenyamanan pada industri dan bebannya dipindahkan ke masyarakat dan lingkungan,” kata dia.
Merah mengimbuhkan, sejumlah negara memang tak lagi memasukkan FABA dalam kelompok berbahaya. Namun, negara-negara tersebut memiliki peraturan yang ketat terkait pengelolaan limbah.
“Sedangkan di Indonesia, penghapusan limbah batu bara dari kategori berbahaya memicu pengusaha makin ugal-ugalan,” ucap Merah.
FABA merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara di PLTU, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi. Kebijakan penghapusan kategori FABA dari B3 tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibuslaw.
Direktur Utama PT Bukit Asam (Tbk) atau PTBA Arviyan Afirin sebelumnya menilai kebijakan dikeluarkannya FABA dari B3 mempermudah pemanfaatan limbah batu bara menjadi barang bernilai guna.
“Selama ini (pemanfaatan limbah batu bara) terkendala karena masih dianggap B3 (limbah berbahaya). Jadi ini kabar baik dan gembira sehingga FABA bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih bermanfaat,” kata Arviyan.
Menurut Arviyan, negara-negara maju di Eropa sudah tidak memasalahkan limbah batu bara sebagai limbah berbahaya sehingga teknologi pemanfaatannya berkembang sangat pesat. Ia merinci, limbah batu bara paling sederhana bisa diolah menjadi timbunan jalan, conblock, hingga bahan bangunan pengganti semen.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA