Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tembok Pemisah Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi

Pemisahan pekerjaan dan kehidupan pribadi jadi bahasan banyak kalangan, termasuk film seri Severance. Mencari work life balance.

17 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi bekerja dari rumah. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pemisahan pekerjaan dan kehidupan pribadi terus jadi pembahasan, termasuk di film seri Severance di Apple TV.

  • Pemisahan total kehidupan pribadi dan keluarga dari pekerjaan tak bisa bertahan dalam jangka panjang.

  • Marcello Russo, profesor perilaku organisasi dari Universitas Bologna, menilai perlu manajemen batasan agar kedua bidang itu tak tumpang tindih.

Dipuji oleh para kritikus dan penonton, film serial Apple TV, Severance, yang dirilis pada tahun lalu, berpusat pada sekelompok karyawan di sebuah perusahaan bernama Lumon Industries yang benar-benar bisa memisahkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka. Ketika berada di kantor, para karyawan itu tidak mengingat apa pun tentang dunia luar dan, ketika berada di rumah, mereka tidak mengingat apa pun tentang pekerjaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini merupakan versi ekstrem dalam mengelola batas antara kehidupan pribadi dan profesional—konsep yang berlaku bagi sebagian besar dari kita—dan merupakan fokus bagi para akademikus yang bekerja di bidang penelitian hubungan pekerjaan-keluarga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam film serial ini, para karyawan menjalani prosedur medis yang disebut sebagai severance (pemutusan) untuk “membersihkan” pikiran mereka. Dalam literatur pekerjaan-keluarga, walau tidak terlalu harfiah, istilah ini dikenal sebagai severation (pemisahan).

Ilustrasi bekerja dari rumah. Shutterstock

Pemisahan adalah teknik manajemen batasan yang membuat kita memisahkan peran pekerjaan dan keluarga tanpa adanya tumpang tindih. Kebalikan dari hal ini adalah “integrasi”, yang melihat individu mencari sinergi dan tumpang tindih di antara berbagai peran dalam kehidupan mereka demi mendapatkan kinerja yang lebih baik di semua aspek.

Contoh yang baik dari hal ini adalah Indra Nooyi, mantan CEO PepsiCo, yang mengambil peran sebagai “konsumen” dan mencicipi beberapa produk sebagai pelanggan saat sedang cuti. Ia kemudian menggunakan pengetahuan yang diperolehnya untuk mengusulkan beberapa inovasi pada produk bisnis inti.

Tak mungkin melakukan pemisahan total antara pekerjaan dan keluarga. Kita akan selalu tergoda untuk memikirkan keluarga kita saat sedang bekerja, dan jarang sekali orang bisa lepas dari komunikasi terkait dengan kerjaan saat berada di rumah. Batas di antara kedua kehidupan kita ini mudah ditembus.

Tak diragukan lagi, praktik severance yang dialami oleh karyawan dalam acara TV tersebut merupakan prospek yang menarik bagi beberapa perusahaan. Memutuskan semua pemikiran tentang dunia luar tentu akan mengurangi gangguan di luar pekerjaan dan seharusnya secara teori meningkatkan produktivitas. Ini juga bisa menjadi kondisi yang diinginkan oleh beberapa karyawan yang akhirnya bisa berhenti memikirkan pekerjaan saat berada di rumah.

Polinasi Silang

Bahkan, dalam dunia fiksi Severance, kita melihat bahwa pemisahan total bukanlah pilihan jangka panjang yang berkelanjutan. Berharap agar hidup kita tersegmentasi secara sempurna dapat menumbuhkan keyakinan yang salah tentang bagaimana area-area kehidupan berdampak satu sama lain.

Hal ini terutama terjadi ketika pemisahan tersebut didorong oleh gagasan bahwa peran pekerjaan dan keluarga kita selalu bertentangan. Kita menjadi percaya bahwa perlu untuk memisahkan keduanya demi menghindari limpahan negatif dari satu aspek ke aspek lainnya.

Literatur-literatur yang ada telah secara luas menunjukkan bahwa kehidupan profesional dan pribadi dapat menjadi sekutu. Ketika kita mengalami emosi positif di salah satu peran kita, hal itu dapat mempengaruhi peran lainnya. Konsep work-family enrichment (pengayaan hubungan kerja dan keluarga) ini mendorong kita untuk mengintegrasikan sebanyak mungkin peran-peran kita yang berbeda berdasarkan premis bahwa mereka dapat saling menguntungkan.

Ilustrasi bekerja dari rumah. Shutterstock

Realitas Pascapandemi

Pandemi Covid-19 membuat segmentasi makin sulit dilakukan. Selama periode ini, banyak dari kita yang mengalami pengaburan batas-batas antara pekerjaan dan rumah. Hal ini mendorong beberapa pakar hubungan pekerjaan-keluarga menciptakan istilah baru: kerja zigzag.

Menghadiri rapat kerja dengan anak-anak mengerjakan pekerjaan rumah di meja yang sama atau duduk di pangkuan, atau menyiapkan makan malam sambil melakukan FaceTime dengan rekan kerja sudah menjadi hal biasa. Beberapa orang bahkan cukup enggan meninggalkan hal ini. Sebab, praktik tersebut tidak hanya membuat kehidupan rumah tangga menjadi lebih mudah diatur, tapi juga, menurut beberapa orang, hal ini membawa perubahan radikal dan sifat manusiawi ke dunia kerja.

Meskipun masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan, ada kemungkinan bahwa integrasi berkepanjangan dan dipaksakan antara peran kerja dan keluarga dapat mendorong perlunya ideologi alternatif yang lebih berkelanjutan untuk bekerja di rumah. Kita perlu beralih dari pemikiran bahwa pekerja harus mengabdi pada pekerjaannya atau pekerja ideal adalah mereka yang siap sedia 24 jam sehari, tujuh hari seminggu.

Selama masa pandemi, banyak eksekutif senior melihat hal-hal yang belum pernah mereka alami sebelumnya, realitas kehidupan sehari-hari mereka sendiri saat mereka mencoba membantu anggota keluarga dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Keterpaparan yang dipaksakan dan berkepanjangan terhadap peran keluarga dan pekerjaan ini dapat mendorong pemikiran bahwa, selain bermanfaat dan produktif, berpartisipasi secara aktif dalam dinamika keluarga dan kegiatan operasional sehari-hari dapat memberikan manfaat emosional.

Hal ini juga dapat mendorong para manajer untuk lebih menghargai kehidupan pribadi rekan-rekan kerja mereka karena mereka telah merasakan betapa sulitnya mencoba mendapatkan semuanya sekaligus. Mendapatkan semuanya—kemungkinan untuk mengalami kehidupan yang kaya di semua bidang—merupakan tujuan yang sulit dicapai.

Pertimbangan ini membuat beberapa ahli menambahkan sebuah kata sifat pada gagasan tersebut: “tidak sempurna”. Ini berarti kita harus menerima gagasan bahwa hidup kita bisa jadi tidak sempurna, terutama ketika kita tidak rela melepaskan apa pun.

Kuncinya adalah menerima gagasan ini dan mencari solusi dengan hanya berfokus pada kegiatan yang kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Misalnya, jika kita bukan koki yang hebat, seharusnya tidak masalah untuk membeli makanan di luar rumah pada saat dibutuhkan.

Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, melakukan pekerjaan sembari menjalani kehidupan pribadi dengan cara yang sehat dapat membantu menyalurkan emosi positif yang muncul dari pekerjaan yang bisa diselesaikan dengan baik ke dalam kehidupan keluarga kita, dan sebaliknya. Namun kita juga tidak dapat melihat adanya manfaat dalam menerima e-mail pekerjaan yang menuntut perhatian kita saat sedang di rumah bersama keluarga. Artinya, tumpang tindihnya satu peran dengan peran lainnya dapat bermanfaat jika dilakukan dengan cara yang sehat dan benar, bukan dengan cara intrusif.

Di sinilah kesalahan film serial TV tersebut (dan banyak perusahaan), yaitu sistem manajemen batasan hanya efektif jika sesuai dengan preferensi individu seorang karyawan terhadap keseimbangan pekerjaan/keluarganya. Sebelum mengusulkan sebuah sistem manajemen, perusahaan harus memastikan bahwa sistem tersebut sesuai dengan preferensi para pekerjanya.

Kita tentu saja tahu bahwa prosedur penghapusan pikiran dalam Severance tidak mungkin dilakukan dalam dunia nyata. Namun mungkin kita juga menemukan bahwa praktik severance nyatanya juga tak diinginkan. Kita tidak akan kembali ke dunia yang memungkinkan adanya pemisahan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan karena lebih baik kita bergerak menuju kenyataan yang menguntungkan daripada mempersulit dua sisi kehidupan kita.

---

Artikel ini ditulis oleh Marcello Russo, profesor perilaku organisasi dari Universitas Bologna, Italia. Terbit pertama kali di The Conversation.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus