Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Siapa Saja Pengusaha di Balik Izin Pemanfaatan Sedimentasi Laut

Sejumlah perusahaan mulai mengajukan izin pemanfaatan sedimen, termasuk pasir laut. Menguruk kawasan reklamasi korporasi besar. 

31 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sepuluh perusahaan mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut.

  • Perusahaan penambang pasir laut mempersoalkan aturan Kementerian Kelautan.

  • Anak usaha Grup Agung Sedayu dan Agung Podomoro mengantongi izin reklamasi.

SATU hari menjelang penutupan pendaftaran permohonan izin pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi laut, sebanyak 22 perusahaan menyatakan minat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dari jumlah tersebut, baru sepuluh perusahaan yang telah memenuhi syarat sebagai calon kontraktor pembersihan sedimen atau endapan laut seperti lumpur dan pasir laut. “Sampai sekarang masih banyak yang tanya-tanya,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo pada 25 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah membuka pendaftaran permohonan izin pemanfaatan hasil sedimentasi laut selama 15-28 Maret 2024. Ada 22 syarat yang harus dipenuhi perusahaan yang berminat mendaftar. Di antaranya menyediakan surat permohonan, proposal dan rencana kerja umum, dokumen permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut, dokumen profil perusahaan, kartu pelaku usaha dan pelaku pendukung sektor kelautan dan perikanan, serta dokumen lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di dalam proposal dan rencana kerja umum tersebut, perusahaan harus menyertakan beberapa data, seperti tujuan pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi, mitra kerja, titik koordinat lokasi pembersihan sedimen beserta luasnya, kondisi perairan, serta volume pembersihan endapan. Para kontraktor juga wajib mencantumkan waktu pembersihan, metode dan sarana, data peralatan, kelayakan finansial, serta proyeksi nilai manfaat bagi pemerintah.  

Program pembersihan hasil sedimentasi laut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Regulasi itu kemudian diperjelas dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023 serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024. Aturan turunan teranyar memuat ketentuan mengenai dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut. 

Deretan bangunan yang berada di kawasan Pulau D hasil reklamasi di kawasan pesisir Jakarta, Juni 2019. Dok.Tempo/Muhammad Hidayat

Dalam peraturan-peraturan tersebut, pemerintah menetapkan lima kriteria pelaku usaha yang dapat memperoleh izin pemanfaatan sedimen seperti pasir laut. Contohnya perusahaan tersebut harus bergerak di bidang pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut. Syarat lain adalah menggunakan peralatan khusus, seperti kapal isap. Karena itu, perusahaan yang berminat masuk ke proyek ini pun harus memiliki kemampuan modal, sumber daya manusia, dan teknologi sesuai dengan kapasitas pekerjaan. Kriteria terakhir yang harus dipenuhi adalah perusahaan ini tidak memiliki riwayat pelanggaran perizinan di sektor kelautan dan perikanan.

Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengatakan sebagian besar perusahaan yang mendaftar mengajukan diri untuk beroperasi di perairan Kepulauan Riau, antara lain di Kabupaten Lingga, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Bintan. Setelah pendaftaran ditutup, Huda mengungkapkan, pemerintah akan mengevaluasi dokumen pendaftaran dalam 21 hari kerja. Perusahaan pun masih harus memenuhi syarat lain, seperti memiliki dokumen analisis dampak lingkungan dan izin kapal isap paling lama enam bulan. 

Yang tak kalah penting, para calon kontraktor wajib membayar penerimaan negara bukan pajak tahap awal 5 persen dari nilai volume sedimen yang akan dimanfaatkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Apabila tagihan tersebut tidak dibayarkan dalam rentang waktu yang diberikan, persetujuan izin pemanfaatan pasir laut akan dibatalkan. Dengan berbagai ketentuan itu, para pemegang izin pemanfaatan hasil sedimentasi laut paling cepat baru bisa mulai beroperasi tahun depan.

•••

PEMERINTAH telah mengkaveling tujuh lokasi prioritas pengelolaan hasil sedimentasi laut. Menyitir Pasal 9 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2023, lokasi prioritas itu berada di kawasan perairan yang mengalami penurunan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut. Selain itu, ada dokumen perencanaan yang dimuat dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 Tahun 2024.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim dokumen itu disusun oleh tim kajian yang terdiri atas unsur kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan pihak lain. Tim ini bertugas mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi, menyusun dan mengusulkan dokumen perencanaan, juga menyusun dan mengusulkan perubahan dokumen perencanaan. 

Data dan informasi untuk menetapkan lokasi prioritas terdiri atas sebelas komponen, di antaranya data batimetri, topografi, karakteristik sedimen, ketebalan sedimen, ekosistem, oseanografi, serta rencana reklamasi atau pembangunan di sekitar lokasi pembersihan. Informasi itu dihimpun antara lain melalui studi literatur, survei lapangan, serta konsultasi publik.

Dari hasil studi tersebut, Kementerian Kelautan menetapkan tujuh lokasi prioritas pembersihan hasil sedimentasi laut. Lima di antaranya berada di sekitar Laut Jawa, yaitu Kabupaten Demak, Jawa Tengah; Kota Surabaya, Jawa Timur; serta Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Dua lokasi lain berada di sekitar Selat Makassar dan kawasan Laut Natuna-Natuna Utara. 

Potensi volume sedimen seperti pasir laut yang bisa dimanfaatkan dari tujuh lokasi ini mencapai 17,64 miliar meter kubik. Potensi tersebut dihasilkan dari total luas lokasi sedimen yang mencapai 588 ribu hektare dengan asumsi kedalaman hasil sedimentasi 3 meter.

Kendati telah melalui berbagai kajian dan analisis, penetapan lokasi pengelolaan hasil sedimentasi laut ini tak lepas dari kontroversi. Muncul protes dari para pemilik izin usaha pertambangan operasi produksi atau IUP-OP di laut, di antaranya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pasir Laut (APPL) Kepulauan Riau. Mereka mempertanyakan lokasi pemanfaatan sedimen laut yang beririsan dengan wilayah IUP-OP yang sudah diberikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada para penambang pasir laut.  

Salah satu pengusaha tambang pasir laut di Kepulauan Riau, Nardi, mengatakan saat ini pemegang IUP-OP terkunci oleh aturan Kementerian Kelautan. Nardi sendiri mengaku telah mengantongi izin tambang pasir laut seluas 500 hektare di Tanjung Rambut, Teluk Air, Kabupaten Karimun, sejak 2020. Lokasi tersebut kini berada di dalam kawasan prioritas pengelolaan sedimentasi laut. “Lokasi IUP kami dicaplok,” tutur Nardi pada 25 Maret 2024 sembari menunjukkan peta lokasi yang dibagikan Kementerian Kelautan.

Kapal isap pasir laut di perairan Pulau Karimun Besar, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, 24 Maret 2024. Tempo/Yogi Eka Sahputra

APPL Kepulauan Riau menyurati Kementerian Koordinator Perekonomian pada 29 Februari 2024. Dalam surat itu, Ketua APPL Kepulauan Riau Herry Tousa mengatakan beberapa anggota asosiasinya sudah mengajukan permohonan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut melalui aplikasi Online Single Submission (OSS) pada 2022. Namun mereka tak kunjung mendapatkan persetujuan hingga saat ini. “Pada 2023 saja, permintaan yang telah kami ajukan mendapat sepuluh kali penolakan,” ucap Herry dalam surat itu. 

Kepada Tempo, Herry mengatakan dalih penolakan tersebut adalah pemerintah masih menyusun aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang akan berisi ketentuan izin penambangan pasir laut. Dengan alasan tersebut, pemerintah menyatakan tidak bisa memproses permintaan itu. Herry merasa penolakan itu tidak berdasar antara lain karena pengelolaan hasil sedimentasi di laut dikecualikan dalam wilayah IUP. Artinya, Herry menjelaskan, seharusnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tidak mengatur badan usaha pemegang izin usaha pertambangan. 

Akibat masalah ini, lebih dari dua tahun para pemegang IUP tambang pasir laut tidak bisa beroperasi. Padahal, kata Herry, mereka sudah memenuhi syarat sesuai dengan hasil verifikasi pada aplikasi OSS. Pemegang IUP juga siap membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk beroleh persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dari Kementerian Kelautan, sesuai dengan aturan pertambangan. 

Tapi, Herry melanjutkan, pemegang IUP ragu jika diminta mengajukan permohonan izin baru untuk pemanfaatan hasil sedimentasi laut. Sebab, mereka harus memenuhi berbagai syarat dalam waktu yang terbatas. Belum lagi harus membayar 5 persen PNBP di muka, yang nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah. “Kalau hasil sedimentasi tidak menguntungkan, kami tidak mau uang itu sia-sia,” ujarnya pada 27 Maret 2024. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan Victor Gustaaf Manoppo mengatakan lembaganya belum memberikan izin yang dimohon para pemegang IUP. Sebab, dia menerangkan, lembaganya masih harus menggabungkan berbagai peta pemanfaatan ruang atau rencana zonasi di lokasi-lokasi yang terkait dengan pemanfaatan sedimen serta tambang pasir. Ia mengatakan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 telah mengakomodasi masukan dari kementerian lain dengan mengecualikan beberapa zona, seperti kawasan konservasi, daerah pelabuhan, alur pelayaran, serta wilayah IUP. 

Menurut Victor, Kementerian Kelautan juga akan melihat kembali pemanfaatan hasil tambang para pemegang IUP. Jika hasil penambangan tersebut adalah pasir laut yang akan digunakan untuk reklamasi, pengusaha tetap harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023. Pasal 9 regulasi tersebut mengatur hasil sedimentasi berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri. 

Victor mengatakan aturan pengelolaan hasil sedimentasi laut memang dirancang agar tujuan pembersihan laut yang menjadi dasar ketentuan tersebut bisa tercapai. Dengan kriteria yang ada, ia menyadari hanya perusahaan dengan kapasitas dan anggaran yang cukup besar yang dapat terlibat. “Sehingga tidak ada jual-beli kuota yang membuat tujuan pembersihan tak tercapai.”

Dimintai tanggapan tentang irisan wilayah pemilik IUP dengan rencana lokasi pembersihan hasil sedimentasi laut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan hal tersebut harus dibenahi. Apalagi, kata dia, saat ini sudah ada tata ruang untuk setiap peruntukan. “Tata ruang itu yang harus dibereskan,” tuturnya pada 22 Maret 2024. Namun Arifin menyatakan belum ada pembicaraan mengenai persoalan ini dengan Kementerian Kelautan.

•••

SEJUMLAH nama perusahaan besar muncul dalam program pembersihan dan pemanfaatan hasil sedimentasi laut. Ketika menyusun Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah mengundang para dredger atau penggali material dasar laut dalam konsultasi publik pada 15 Mei 2023. Ada lima perusahaan dredger yang diundang, yaitu PT Van Oord Indonesia, PT Boskalis Internasional Indonesia, Penta Ocean, PT Idros Service, dan PT Dredging Internasional Indonesia. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono kala itu mengatakan undangan kepada perusahaan tersebut disampaikan tanpa tendensi tertentu. Perusahaan-perusahaan tersebut diundang, dia menjelaskan, lantaran mereka memiliki teknologi penyedotan sedimen laut tanpa merusak lingkungan. "Mereka dredger kelas dunia," ucapnya dalam wawancara dengan Tempo pada 9 Juni 2023. Ia mengatakan pembersihan endapan di laut hanya diperbolehkan menggunakan kapal isap agar tidak merusak ekosistem laut. 

Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan bahwa pelaku usaha yang dapat memperoleh izin menyedot sedimen adalah perusahaan Indonesia yang punya kompetensi atau bermitra dengan perusahaan luar negeri. Dia membantah kabar bahwa lima dredger itu akan langsung ditunjuk menjadi operator pengelolaan hasil sedimentasi laut. Namun, menurut Victor, pemerintah tak melarang jika para operator kapal penyedot pasir itu nantinya menjadi mitra perusahaan lokal yang mengajukan permohonan izin tersebut. "Dredger bisa menjadi pihak outsourcing, kami minta saja mereka join. Tak bisa langsung (mengajukan permohonan izin)," ujar jenderal polisi bintang dua itu pada 25 Maret 2024.

Tak hanya berkongsi dengan perusahaan yang memiliki kemampuan menyedot sedimen, perusahaan yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan sedimen juga harus memiliki tujuan penggunaan pasir dan lumpur yang mereka isap, atau setidaknya bermitra dengan perusahaan yang membutuhkan sedimen seperti kontraktor yang akan melakukan reklamasi. Pada 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat ada permohonan izin reklamasi dari sejumlah perusahaan dengan luas area 7.000 hektare. Dengan asumsi ketebalan area reklamasi 10 meter, kebutuhan pasir untuk proyek tersebut bisa mencapai 700 juta meter kubik.

Direktur Jasa Kelautan Miftahul Huda mengatakan dua perusahaan yang kini telah mengantongi izin reklamasi adalah PT Muara Wisesa Samudra dan PT Kapuk Naga Indah. Dua perusahaan ini merupakan pengembang pulau reklamasi di utara Jakarta. Muara Wisesa Samudra—anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN)—mengembangkan Pulau G yang kini dinamai Pantai Bersama. Sedangkan Kapuk Naga Indah—anak usaha Grup Agung Sedayu—mengembangkan Pulau C dan D yang kini berganti nama menjadi Pantai Kita dan Pantai Maju. Pulau reklamasi yang dikembangkan PT Kapuk Naga Indah itu terhubung dengan Pantai Indah Kapuk 1 dan 2. 

Huda tak menjelaskan rencana reklamasi yang akan dilakukan dua perusahaan ini. Menurut dia, baik Muara Wisesa maupun Kapuk Naga Indah belum bisa memulai proyek reklamasi baru karena belum memiliki mitra pemasok sedimen. Kendati demikian, Huda menambahkan, PT Muara Wisesa Samudra telah membayar PNBP sebesar Rp 220 miliar kepada negara. "Kapuk Naga Indah sekitar itu," katanya.

Pemerintah kini menetapkan pengembangan Green Area dan Eco-City di Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 sebagai proyek strategis nasional (PSN) bersama 13 proyek lain. Keterangan pers Kementerian Koordinator Perekonomian pada 24 Maret 2024 menyebutkan PIK 2 masuk daftar PSN atas pertimbangan lokasi proyek. Pemerintah menganggap area tersebut strategis lantaran berdekatan dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Kepulauan Seribu dan Kota Tua-Sunda Kelapa. Menurut pemerintah, pengembangan pariwisata di wilayah ini bisa membuka peluang usaha, investasi, dan lapangan kerja di Banten dan sekitarnya. 

Dalam keterangan pers PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), PIK 2 adalah usaha patungan antara Grup Agung Sedayu dan Grup Salim. Sebelumnya, dua grup usaha itu mengembangkan kawasan PIK 1 dan dua pulau reklamasi seluas 1.600 hektare. Proyek strategis nasional PIK 2 akan memiliki luas proyek 1.755 hektare yang terdiri atas pengembangan Taman Bhinneka, safari, lapangan golf, wisata mangrove, sirkuit internasional, dan ekowisata dengan total investasi mencapai Rp 40 triliun. Proyek ini akan mulai dibangun pada tahun ini dan selesai pada 2060. 

Namun Sekretaris Perusahaan PANI Christy Grassela tak menjawab pertanyaan Tempo mengenai peluang atau minat perseroan memanfaatkan pasir laut hasil pembersihan sedimen untuk proyek-proyeknya. Sekretaris Perusahaan APLN Justini Omas dan Kepala Hubungan Investor APLN Wibisono juga tak menjawab pertanyaan tentang hal ini, termasuk soal rencana eksekusi izin reklamasi yang telah dikantongi PT Muara Wisesa Samudra. 

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Susan Herawati menyatakan tengah mengkaji dampak penetapan tujuh lokasi prioritas pembersihan sedimen oleh pemerintah terhadap lingkungan laut dan pesisir. Menurut dia, meski pemerintah mengklaim sedimen digunakan untuk keperluan dalam negeri, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 membuka peluang ekspor. Ujung-ujungnya, dia mengungkapkan, regulasi ini hanya menguntungkan para pengembang reklamasi hingga eksportir tapi berdampak negatif bagi masyarakat pesisir dan nelayan. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Yogi Eka Sahputra dari Batam dan Erwan Hermawan dari Jakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Menyedot Endapan, Menguruk Daratan"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus