Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi (PERDOKI) Astrid B. Sulistomo mengingatkan pentingnya kolaborasi perusahaan dengan penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit dalam menangani persoalan kesehatan dan keselamatan kerja. Saat ini Indonesia memiliki sekitar 200 dokter spesialis okupasi untuk melayani 165 juta pekerja di Indonesia sehingga kebutuhannya masih belum terpenuhi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, salah satu upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan efektif bagi pekerja melalui kerja sama antara rumah sakit dan perusahaan. Dengan begitu, spesialis okupasi di sebuah rumah sakit dapat melayani beberapa perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi sebenarnya perusahaan bisa kerjasama dengan rumah sakit, tidak usah punya dokter sendiri tapi membina kerjasama. Jadi, dokter di rumah sakit juga bisa menangani beberapa perusahaan sekaligus, tidak satu perusahaan satu dokter," ujar Astrid di sela Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-16 PERDOKI di Jakarta Selatan, Sabtu, 2 Maret 2024.
Ia menyoroti rendahnya kesadaran pekerja mengenai kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak hanya itu, dia menilai umumnya penyediaan tenaga medis, baik dokter umum maupun spesialis di tempat kerja, juga masih terbatas. Karena itu, dia mendorong penguatan edukasi, baik kepada pekerja maupun perusahaan, mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.
"Menempatkan dokter di perusahaan atau program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) sebenarnya adalah investasi. Dengan mengeluarkan itu tapi pekerjanya sehat akhirnya juga produktif dan menguntungkan perusahaan juga," ujarnya.
Kecelakaan kerja
Sementara itu, Ketua Pelaksana Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-16 PERDOKI, Wening Tri Mawanti, menambahkan PERDOKI aktif melibatkan pelaku usaha dalam pembahasan mengenai kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja, salah satunya melalui kegiatan Pertemuan Ilmiah Tahunan.
"Jadi dari satu sisi pekerjanya kami menangani langsung. Tapi dari sisi kebijakan harus manajemen yang mereka paham, jadi dua-duanya ada pendekatan masing-masing," kata Wening.
Ia juga menjelaskan penyebab kecelakaan kerja tertinggi didominasi kejadian saat pekerja melakukan perjalanan berangkat maupun pulang dari tempat kerja. Selain itu, industri minyak dan gas (migas), manufaktur, dan konstruksi juga memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
"Definisi kecelakaan kerja itu mulai dari keluar rumah berangkat kerja, di tempat kerja, maupun dalam perjalanan kembali pulang, itu definisi pengertian kecelakaan kerja. Kalau melihat seperti itu maka lalu lintas tinggi karena kelelahan atau buru-buru," ujar Wening.
Pilihan Editor: 5 Ciri Bos Beracun dan Membahayakan Kesehatan Karyawan