Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jumlah pekerja informal per Agustus 2023 mencapai 82,6 juta orang.
Mayoritas angkatan kerja hanya berpendidikan SD hingga SMP.
Penghiliran tambang terbukti gagal menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas dalam jumlah besar.
Layanan ojek online, pemesanan makanan-minuman, hingga kurir paket logistik sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini terjadi berkat perusahaan teknologi yang membuka kesempatan bermitra dengan tenaga kerja untuk menawarkan jasa layanan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemitraan ini membantu penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Khusus untuk pengemudi ojek online saja, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia mencatat jumlahnya sudah lebih dari 4 juta orang. Masalahnya, status mereka adalah pekerja informal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk pada definisi Badan Pusat Statistik, pekerja informal adalah pekerja yang berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, atau pekerja tidak dibayar. Pekerja informal bisa juga pekerja bebas, seperti pengemudi ojek online yang bisa menentukan waktu kerja serta jumlah pendapatan yang diinginkan.
BPS mencatat, jumlah pekerja informal per Agustus 2023 mencapai 82,6 juta orang atau sekitar 59,11 persen dari total tenaga kerja yang sebanyak 139,8 juta orang. Sisanya merupakan pekerja formal yang merupakan karyawan atau orang yang berusaha dengan dibantu buruh tetap.
Baca Juga Infografiknya:
Tingginya jumlah pekerja informal menunjukkan masih banyak tenaga kerja kurang sejahtera. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Riza Annisa Pujarama, mengatakan pekerja informal umumnya bergerak di usaha mikro yang upahnya bisa jadi di bawah upah minimum.
Selain itu, mereka tidak memiliki perlindungan layaknya pekerja formal yang punya jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, hingga jaminan pensiun lewat program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Akibat Rendahnya Pendidikan
Menurut Annisa, profil pendidikan mempengaruhi pertumbuhan pekerja informal. Mayoritas tenaga kerja tidak mengenyam pendidikan tinggi. "Sedangkan sektor formal rata-rata syarat pekerjanya minimal SMA sederajat," ujarnya, kemarin.
Data BPS menunjukkan 51,49 juta pekerja merupakan lulusan sekolah dasar ke bawah dan 28,33 juta orang lulusan sekolah menengah pertama. Sedangkan lulusan sekolah menengah atas, sekolah menengah khusus, diploma, serta universitas secara total hanya 60,03 juta orang.
Perkembangan sektor informal juga tak terlepas dari jumlah lapangan kerja yang terbatas. Menurut Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono, kondisi ini merupakan buah dari rendahnya kualitas investasi. Idealnya, kenaikan penanaman modal beriringan dengan pembukaan lapangan kerja.
"Besarnya jumlah pengangguran dan sulitnya mencari lapangan kerja di tengah tingginya investasi merupakan konfirmasi atas besarnya sektor informal kita."
Kurir bersiap mengantar paket kepada konsumen di gudang TIKI, T.B. Simatupang, Jakarta, 2022. TEMPO/Subekti
Pada 2023, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi mencapai Rp 1.418,9 triliun. Namun penyerapan tenaga kerjanya hanya 1,82 juta orang. Artinya, setiap Rp 1 triliun investasi cuma bisa menyerap 1.081 orang pekerja. Sebagai perbandingan, realisasi investasi pada 2013 sebesar Rp 399 triliun, tapi penyerapan tenaga kerja untuk tiap Rp 1 triliun mencapai 4.594 orang.
Mayoritas investasi belakangan ini, ucap Yusuf, masuk ke sektor non-tradable yang secara umum tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sektor tersebut menghasilkan produk yang tidak dapat diperdagangkan di luar negeri.
Sementara itu, investasi di sektor tradable tidak mengalir ke industri padat karya, melainkan ke industri ekstraktif yang bersifat padat modal. Bahkan, dalam beberapa proyek, industri ekstraktif masih mengandalkan tenaga kerja asing. Sedangkan industri manufaktur—yang paling besar menyerap tenaga kerja—mengalami penurunan daya saing.
"Inilah yang menjelaskan mengapa penyerapan tenaga kerja di sektor formal semakin menurun, sehingga secara langsung berkontribusi menambah besar sektor informal," kata Yusuf.
Ia menambahkan, Indonesia perlu berfokus ke pasar domestik untuk mengatasi masalah ini. Kuncinya adalah penguatan kembali daya saing di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan yang dikelola rakyat skala keluarga.
Kegagalan Penghiliran Tambang
Menurut Yusuf, penghiliran yang banyak digembar-gemborkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir seharusnya tidak lagi berfokus pada sektor tambang, melainkan pada empat sektor tersebut. Dia mengingatkan, strategi penghiliran tambang terbukti gagal menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas dalam jumlah besar serta tidak mampu mendorong perekonomian keluar dari jebakan pertumbuhan 5 persen.
Jika strategi investasi pemerintah tak berubah, Yusuf mengimbuhkan, jumlah pekerja sektor informal bakal sulit turun. Indonesia punya 7,86 juta penganggur. Selain itu, setiap tahun bertambah rata-rata 3 juta orang angkatan kerja baru. Belum lagi ada sekitar 9 juta orang yang masuk kategori setengah pengangguran.
Kementerian Investasi/BKPM menyatakan masih akan berfokus pada investasi-investasi padat modal pada tahun ini, meski tidak menarik pekerja sebanyak industri padat karya. Pasalnya, tren penanaman modal para pengusaha sudah beralih ke industri padat modal dan teknologi.
Namun, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi Nurul Ichwan mengungkapkan, pemerintah punya strategi agar investasi yang masuk tetap bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. Salah satunya adalah menjanjikan insentif.
Pemerintah menyatakan akan mengurangi pajak bagi investor yang bersedia memberikan pelatihan bagi tenaga kerja domestik. "Kalau ada pelatihan, kami kasih tax deduction 200 persen dari biaya yang mereka keluarkan," ujar Nurul. Pemerintah juga menawarkan insentif pengurangan pajak hingga 300 persen jika investor melaksanakan penelitian dan pengembangan produk di Indonesia.
Jaminan Ketenagakerjaan bagi Pekerja Informal
Di sisi lain, pemerintah sedang memikirkan cara melindungi para pekerja informal. Salah satunya adalah memberi dukungan jaminan ketenagakerjaan melalui BPJS Ketenagakerjaan. Nantinya, pemerintah membayarkan iuran peserta tiap bulan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nunung Nuryantono menuturkan kebijakan ini masih dalam tahap persiapan. Pemerintah menargetkan bisa membantu 20 juta tenaga kerja. "Karena programnya akan bertahap, kami harus tentukan prioritas."
Baca Juga:
Dia menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan tengah menyiapkan skema iuran dan memilah sasaran bantuan berdasarkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem atau P3KE. Tempo sudah berupaya meminta keterangan dari Deputi Bidang Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun, tapi hingga berita ini ditulis tidak ada jawaban.
VINDRY FLORENTIN | SAVERO ARISTIA WIENANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo