Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Penyebab Susu Boyolali Tak Terserap: Harga Global Turun sampai Impor dari Australia dan Selandia Baru Bebas Bea Masuk

Produksi susu peternak sapi di Boyolali masih belum bisa terserap industri pengolahan susu, sehingga 30-50 ton susu segar terpaksa dibagi gratis.

12 November 2024 | 13.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Produksi susu peternak sapi di Boyolali masih belum bisa terserap industri pengolahan susu, sehingga 30-50 ton susu segar terpaksa dibagi secara gratis ke warga.

Ratusan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu, 9 November 2024 menggelar aksi protes atas pembatasan kuota penjualan Susu ke pabrik atau industri pengolahan susu.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman merespons aksi tersebut dengan mempertemukan peternak sapi perah, pengepul, dan industri pengolahan susu. Dalam mediasi tersebut, semua pihak bersepakat bekerja sama agar produksi susu dalam negeri dapat terserap.

“Semuanya sudah sepakat untuk berdamai,” kata Amran di Kantor Kementerian Pertanian di Jakarta, pada Senin, 11 November 2024, dikutip dari siaran resmi.

Amran juga berjanji mengubah regulasi untuk mewajibkan industri menyerap susu dari peternak lokal. Ia telah menandatangani kebijakan itu dan mengirim surat ke dinas peternakan provinsi dan kabupaten untuk ditindaklanjuti.

Dengan adanya kebijakan ini, Amran mengatakan industri pengolahan susu nasional harus bisa menyerap semua susu peternak. Pengecualian diberikan kepada susu yang rusak. Amran meyakini, kebijakan ini akan berdampak pada meningkatnya produksi susu para peternak sapi perah.

Kendati meyakini industri akan patuh, Amran mengatakan Kementan akan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini. Apabila menolak, industri itu akan dicabut izin impornya selamanya. Untuk sementara, ada lima perusahaan pengolahan susu yang ditahan izin impornya untuk memastikan mereka memenuhi kewajiban menyerap produksi peternak.

Susu Impor Australia dan Selandia Baru Bebas Bea Masuk

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan 80 persen pasokan susu untuk memenuhi kebutuhan domestik merupakan susu impor. Menurut dia, hal itu disebabkan produksi susu dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan susu domestik.

Mengutip data pemerintah, Budi Arie mengatakan konsumsi susu nasional pada 2022 dan 2023 masing-masing sebesar 4,4 juta ton dan 4.6 juta ton. “Produksi susu sapi nasional hanya sebesar 837.223 ton atau 20 persen, 80 persen sisanya impor,” kata Budi Arie dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Koperasi, Jakarta, Senin, 11 November 2024.

Saat ini ada 59 koperasi produsen susu nasional. Pada 2023, jumlah populasi sapi di koperasi produsen susu sebanyak 227.615 ekor. Mereka menghasilkan susu 470 ribu ton. Sedangkan peternakan sapi modern dengan 32.000 ekor sapi mampu menghasilkan susu 164 ribu ton. “Total sebesar 571 ribu ton,” kata Budi Arie.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menutupi kebutuhan itu, pemerintah mengimpor susu dari luar negeri. Importir terbesar di Indonesia saat ini adalah Selandia Baru dengan produksi susu sebesar 21,3 juta ton. Bersama Australia, Selandia Baru memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) dengan Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjanjian ini menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga eksportir produk susu global lainnya.

Kedekatan geografis Australia dan Selandia Baru dengan Indonesia juga dinai Budi Arie membuat harga produk susu mereka sangat kompetitif.

Sayangnya, industri pengolahan susu mengimpor bukan dalam bentuk susu segar, melainkan berupa skim (susu bubuk). Padahal, menurut Budi Arie, kualitas susu skim di bawah susu sapi segar karena sudah melalui berbagai macam proses pemanasan.

Budi Arie mengatakan, impor susu skim mengakibatkan harga susu segar menjadi lebih murah. Susu segar saat ini dipatok seharga Rp 7.000. Idealnya, harga susu segar bisa mencapai Rp 9.000. “Para peternak sapi perah mengalami kerugian,” kata Budi Arie.

Impor susu dinilai sejumlah kalangan membuat produksi susu dalam negeri tak terserap. 

Perlu Hilirisasi

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mendorong koperasi-koperasi susu di Indonesia mulai melakukan hilirisasi produk untuk mengatasi masalah kelebihan produksi yang tak terserap oleh industri pengolahan susu.

“Koperasi perlu mengantisipasi atau membuat alternatif lain untuk mengolah susu ke produk turunan lain seperti minuman pasteurisasi, yoghurt, dan keju,” katanya.

Budi Arie menyatakan pihaknya sudah memerintahkan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) untuk menyediakan pembiayaan bagi koperasi susu yang membutuhkan perkuatan modal. Tujuannya, untuk meningkatkan volume dan kualitas produksi dan mendorong koperasi susu mulai memasuki rantai hilirisasi produk.

Hilirisasi ini sudah dilakukan sejumlah koperasi susu sapi di Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan di Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Mereka membuat pabrik susu kemasan siap minum.

Han Revanda Putra dan ANTARA berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor Wakil Menteri PU Sebut Jaringan Irigasi Dadahup Sudah Siap Dukung Kawasan Food Estate

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus