Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bukit Asam (Persero) Tbk. tengah beradaptasi dengan situasi bisnis batu bara di tengah Covid-19 saat ini. Sebab, pandemi telah menjatuhkan permintaan dan harga batu bara di tingkat global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ini seleksi alam," kata Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie C dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 14 Juli 2020. Siapa yang bisa beradaptasi, maka bisa bertahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penurunan harga misalnya, terjadi sejak tahun lalu. Pertama, indeks harga batu bara Newcastle terus mengalami penurunan sejak awal tahun lalu. Awalnya, harga batu bara ini berada di posisi US$ 99 per ton pada Januari 2019. Posisinya kemudian anjlok menjadi US$ 66 per ton.
Per Januari 2020, harga sempat naik menjadi US$ 68,5. Namun sejalan dengan datangnya Covid-19, harga kembali turun hingga US$ 52,4 per ton pada Mei 2020.
Situasi yang sama juga terjadi pada indeks harga batu bara ICI-3. Dari posisi US$ 56,1 ton pada Maret 2020 menjadi US$ 49,4 per ton. Angkanya sempat naik menjadi US$ 51,3 per ton, tapi kemudian anjlok lagi menjadi US$ 38,6 per ton.
Namun demikian, Bukit Asam mengakui bahwa harga ini tidak bisa mereka kendalikan. Sehingga, perusahaan fokus ke masalah internal. "Harga tidak bisa dikendalikan, yang bisa biaya. Sehingga dilakukan efisiensi segala lini," kata dia.
Stretagi pertama yang dijalankan adalah efisiensi di setiap lini operasi perusahaan (cost efficiency program). Kedua, untuk mengantisipasi pandemi Covid-19, Bukti Asam menjalankan protokol kesehatan hingga membuat business continuity plan untuk mitigasi resiko.
Ketiga, terkait fluktuasi harga jual batu bara, Bukit Asam melakukan stress test dengan berbagai skenario pada parameter harga, volume penjualan, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Keempat, berhubungan dengan penjualan batu bara, Bukit Asam melakukan optimalisasi supply chain secara keseluruhan dan menjalankan program kerja. Perusahaan lalu melakukan negosiasi dengan buyer atau customer.
Kelima, karena sebagian besar pendapatan masih bergantung pada penjualan batu bara, maka Bukit Asam melakukan pengembangan bisnis baru. Beberapa bisnis baru itu antara lain melalui gasifikasi batu bara, pembangkit listrik dan coal to activated carbon.
Keenam, terkait sales dan marketing. Bukit Asam menjajaki pasar ekspor baru ke Taiwan, Brunei, dan negara lain tidak terlalu terdampak Covid-19. Kemudian, mengoptimalkan pemenuhan pasokan batu bara domestik dan penjualan ke pelanggan baru.