Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hakulyakin penerapan kebijakan perpajakan teritorial bakal menambah pundi-pundi negara. Sistem yang bakal menarik semua potensi pajak atas transaksi dan eksistensi tersebut bakal segera direalisasi melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan dan Penguatan Perekonomian. "Omnibus law-nya sudah disetor ke parlemen beserta surat presiden," kata Sri Mulyani di bilangan Senayan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan struktural perpajakan tersebut, ujar dia, perlu segera dilakukan. Sebab, dia mencatat penerimaan dari pajak pertambahan nilai sejauh ini hanya separuh dari potensi yang ada. Melansir data Kementerian Keuangan, realisasi pajak pertambahan nilai (PPN) tahun 2019 sebesar Rp 532,9 triliun. Nominal ini lebih rendah dibanding pada 2018, di mana realisasinya tercatat mencapai Rp 537,3 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun secara rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sebesar Rp 16.011 triliun, PPN hanya berperan 3,33 persen. Ada dua fokus yang menjadi incaran Kementerian Keuangan dalam penerapan pajak teritorial. Kedua hal tersebut, kata Sri Mulyani, adalah pajak orang pribadi dan pajak digital.
Realisasi pajak orang pribadi pada 2018, dari 554.998 wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) nonkaryawan, hanya 152.971 wajib pajak yang membayar pajak. "Padahal banyak sekali WP, termasuk orang kaya, yang belum bayar pajak," kata Sri Mulyani. Selain itu, PPN dari penerima upah asing akan menjadi sasaran dengan membatasi 183 hari tinggal di wilayah Indonesia.
Untuk pajak digital, Sri Mulyani mengatakan potensi pajaknya amat besar. Dalam rancangan omnibus law perpajakan, pemerintah bakal membikin sistem yang memaksa sebuah entitas untuk menjadi pemungut, pemotong, dan pelapor PPN dari segala transaksi yang terjadi di Indonesia. "Ini jadi perhatian tak hanya lokal, tapi juga global," kata dia. "Semua negara berburu sumber pendapatan baru yang saat ini melemah."
Sri Mulyani mengatakan sudah menyiapkan insentif bagi wajib pajak, khususnya pribadi nonkaryawan, yang ingin berpartisipasi membayar pajak. Dia mengklaim, dalam aturan tersebut, denda ditekan rendah sehingga tak memberatkan. "Ada Rp 85-86 triliun pendapatan pajak yang tidak masuk karena omnibus law ini di awal-awal," kata dia.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyatakan bakal segera merampungkan acuan aturan penarikan pajak digital. Aturan yang bakal menjadi cantolan omnibus law ini sudah disepakati oleh 137 negara, yang dipatok rampung akhir tahun ini. "Pengenaan pajak digital terhadap perusahaan digital multinasional sudah mendesak," kata Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria dalam pengumuman resmi organisasi.
Pundi-pundi keuntungan bisnis yang didapat entitas digital multinasional tergolong luar biasa. YouTube, yang merupakan unit usaha Alphabet (Google), misalnya, mendapat pendapatan iklan sepanjang 2019 sebesar US$ 15,15 miliar atau sekitar Rp 207,5 triliun. Setidaknya di Indonesia, Google sudah mengklaim bayar pajak sejak 2016. "Kami kayaknya selalu aktif dan terbuka soal perpajakan," kata Country Manager Google Indonesia Randy Jusuf, beberapa waktu lalu.
Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Dito Ganinduto membenarkan bahwa proposal omnibus law RUU Perpajakan sudah resmi disetor ke parlemen. Tapi dia mengatakan pembahasan efektif masih memerlukan waktu. "Komisi masih tunggu keputusan paripurna yang belum diagendakan pimpinan. Panja juga masih dalam proses," kata Dito. CAESAR AKBAR | ANDI IBNU
Perpajakan Teritorial Menjadi Andalan Mengejar Wajib Pajak
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo