Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUNGA repo semalam di Wall Street biasanya bergerak tak jauh dari naik-turunnya suku bunga rujukan The Federal Reserve Amerika Serikat. Secara rata-rata, sejak Agustus lalu bunga repo ini cuma 2,2 persen. Bermula pada Selasa, 17 September lalu, mendadak bunga repo meroket melebihi 6 persen, pertanda ketatnya likuiditas di pasar.
Dan, sejak itu, hingga kolom ini memasuki tenggat tiga hari kemudian, bunga repo di Wall Street terus bergejolak naik-turun seperti pesawat terbang menerjang turbulensi udara. Bahkan angkanya sempat melewati 10 persen, pertanda betapa pasar keuangan benar-benar dalam tekanan likuiditas jangka pendek.
Gejolak yang begitu hebat itu tetap terjadi kendati The Fed New York sudah turun tangan menyuntikkan likuiditas tiga hari berturut-turut sejak Selasa senilai US$ 75 miliar per hari. Operasi pasar semacam ini belum pernah terjadi sejak meletusnya krisis finansial global 2008. The Fed juga berjanji kembali menyuntikkan dana ke pasar pada Jumat setelah pasar New York buka (Jumat malam waktu Jakarta).
Selain menyuntikkan likuiditas, The Fed memangkas bunga rujukannya sebesar 0,25 persen pada Rabu, 18 September. Penurunan bunga ini memang tak langsung berhubungan dengan gejolak di pasar repo karena sudah dijadwalkan. Bunga rujukan yang lebih rendah seharusnya juga dapat membantu menyeret turun bunga repo.
Kendati bunga juga sudah diturunkan, pasar masih mengharapkan kebijakan The Fed yang lebih agresif. Sebagian analis menilai pemangkasan bunga sebesar 0,25 persen jauh dari cukup untuk mengendurkan tekanan likuiditas di pasar. Lebih jauh lagi, pasar bahkan berharap The Fed New York dapat menjamin pasokan likuiditas dengan menyuntikkan setidaknya US$ 100 miliar per hari selama sepuluh hari ke depan. Perhitungan semacam ini menunjukkan betapa cemasnya pasar saat menghadapi tekanan mengetatnya likuiditas.
Kecemasan itu memang ada dasarnya. Rekaman sejarah mencatat kejadian yang sama pada Agustus 2007. Pasar repo mendadak mengetat dan bunga melambung. Inilah sinyal paling awal yang muncul di pasar sebelum akhirnya krisis besar meledak dan membenamkan pasar finansial global setahun berikutnya.
Skenario buruk itu belum tentu terulang kali ini. Situasi pasar secara umum pun sangat berbeda. Misalnya, kondisi ekonomi Amerika Serikat hingga kuartal kedua tahun ini masih relatif baik. The Fed bahkan mengirim sinyal tidak akan agresif menurunkan bunga karena ekonomi Amerika belum membutuhkan stimulus yang berlebihan.
Jadi, penjelasannya, kelangkaan likuiditas kali ini terjadi memang karena lonjakan kebutuhan sesaat yang luput diantisipasi. Ada mismatch di berbagai lembaga keuangan saat mengantisipasi kebutuhan likuiditas korporasi Amerika untuk membayar pajak yang jatuh tempo pada pertengahan September. Sementara itu, pada saat yang sama, mendadak ada lonjakan kebutuhan likuiditas karena melambungnya harga minyak gara-gara serangan tentara pemberontak Yaman pada instalasi minyak Arab Saudi. Serangan ini membuat pasokan minyak dunia merosot drastis.
Kesimpulannya, selalu ada hal tak terduga di pasar finansial. Demikian pula gejolak di pasar repo kali ini, yang mungkin benar-benar akan segera mereda. Tapi tak ada satu pun pakar atau analis yang berani memastikan bagaimana akhirnya dan di mana ujungnya. Tak ada pula kepastian apakah ini pertanda awal krisis besar akan melanda.
Sinyal Pasar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo