Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perubahan di Pekerjaan Bikin Stres, Psikolog Beri Saran Mengatasi

Psikolog mengatakan perubahan yang bikin stres, termasuk dalam pekerjaan, dapat dinavigasi dengan cerdas secara emosional. Berikut caranya.

9 Januari 2024 | 08.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dunia pekerjaan biasa mengalami perubahan, baik itu kepemimpinan maupun kebijakan perusahaan. Meski begitu, tak semua orang bisa menghadapinya dan kemudian mengalami stres. Menurut ahli saraf Dean Burnett, secara alamiah otak tidak menyukai ketidakpastian akibat perubahan dan segala sesuatu yang tidak pasti berpotensi menjadi ancaman. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications menunjukkan orang sebenarnya lebih sering stres akibat ketidakpastian dibandingkan perubahan itu sendiri. Lalu, bagaimana cara menavigasi perubahan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut psikolog klinis Analisa Widyaningrum, perubahan dapat dinavigasi dengan cerdas secara emosional. Kemampuan mengolah emosi inilah yang dapat membantu orang melewati segala tantangan yang dihadapi dalam pekerjaan. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan manusia mengenali dan memahami emosi lalu menggunakannya untuk mengelola diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.

“Mengolah hati dan perasaan memang bukan perkara mudah. Banyak hal yang tidak bisa dikendalikan yang dapat membuat seseorang tidak nyaman terhadap perubahan namun bukan berarti membuat orang tersebut tidak kompeten. Penting untuk memahami level kecerdasan emosi supaya kita bisa mengontrol perasaan dengan lebih baik,” kata Analisa.

Menurutnya, kecerdasan emosi sangat penting dalam dunia kerja karena dapat meningkatkan kolaborasi. Selain itu, dengan memiliki kecerdasan ini, karyawan juga mampu mengelola stres, tangguh menghadapi tantangan, dan mengatasi ketidakpastian secara efisien sehingga kinerja menjadi lebih produktif, pencapaian target meningkat, dan bisa berkontribusi positif terhadap budaya perusahaan.

“Level kecerdasan emosi seseorang dapat terasa saat bekerja bersama orang tersebut. Bekerja dengan orang yang level kecerdasan emosinya tinggi, kita akan merasa lebih nyaman, tenang, dan percaya diri. Hal ini dikarenakan orang tersebut memiliki kompetensi personal dan sosial yang baik,” tutur Analisa.

Kompetensi personal yaitu mampu memahami emosi yang dimiliki atau self awareness dan mengendalikannya dalam situasi sulit serta tetap profesional saat bekerja atau self management. Orang yang memiliki pemahaman emosi yang baik dapat mengelola perasaan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan kekhawatiran. Dia bisa menerima perubahan dengan cepat dan memikirkan langkah ke depan. 

Lalu, ia juga memiliki kompetensi sosial, yaitu mampu memahami perasaan orang lain dan memiliki keterampilan mengelola hubungan dan membangun dinamika tim yang efektif.

“Sebaliknya, jika bekerja dengan orang yang level kecerdasan emosinya rendah, kita juga akan ikut terbawa merasakan sesuatu yang tidak nyaman, malas, bahkan cemas karena orang tersebut memancarkan aura serta emosi yang negatif,“ kata Analisa.

Antara emosi dan rasio
Analisa mengatakan saat emotional brain seseorang merasakan sesuatu yang cukup dalam, maka rational brain-lah yang membalikkan keadaan dan membawanya kembali ke dunia nyata sehingga meskipun sedang merasa sedih, tidak nyaman, kecewa, dia tetap bangkit dan melanjutkan hidup. Pada saat mengalami perubahan, orang boleh merasa tidak nyaman, panik, sedih, kecewa, tetapi tidak perlu berlarut-larut. 

Menurutnya, semua orang yang mengalami perubahan dan hal yang tidak menyenangkan pasti akan mengalami syok. Namun jika memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka bisa mengendalikan emosi tersebut dengan bijak. Analisa mengatakan kecerdasan emosi adalah sesuatu yang bisa dilatih dan distimulus dengan regulasi diri. Dia pun memberikan kiat untuk meregulasi perasaan sehari-hari agar orang dapat menerima dan merangkul perubahan dengan baik.

Pertama, saat menghadapi sesuatu, amati dulu apa yang terjadi. Kedua, kenali emosi yang hadir, apakah marah, sedih, atau kecewa. Asah diri untuk melakukan rutinitas sederhana supaya bisa terkoneksi dengan emosi tersebut, misalnya tulis segala perasaan di buku atau cerita ke orang yang tepat. Hal ini dapat membuat orang sadar emosi apa yang sedang hadir dalam dirinya.

Ketiga, terima dan kelola emosi tersebut dengan menerapkan mindfulness atau kesadaran penuh dan melakukan respons tunda. Sebelum meluapkannya, hitung mundur 10 detik untuk memikirkan dengan matang apakah respons yang akan diberikan itu benar. Perlukah marah-marah, menangis, dan lainnya?

Keempat, cobalah untuk membuka pandangan lebih jauh lagi dan lakukan penataan ulang. Pahami ini adalah tantangan yang harus dihadapi. Semua orang bisa mengalami hal yang sama. Seseorang bisa memosisikan diri sebagai orang lain yang juga ikut merasakan perubahan. Inilah yang dapat membangun ikatan dalam pekerjaan. Kelima, ambil napas. Ingat kembali tujuan jangka panjang sehingga apapun yang dihadapi nantinya bisa mengatasinya dengan baik.

“Navigasi perubahan itu bukan tentang menekan emosi yang dirasakan dalam perubahan tapi bagaimana kita bisa menggunakan emosi yang tepat di situasi yang tepat,” pesan Analisa.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus