Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Petani Tembakau Minta Kenaikan Tarif Cukai Rokok Berimbas Besar untuk Mereka

Petani tembakau meminta sebagian dana bagi hasil cukai rokok itu bisa dimanfaatkan untuk melindungi produksi mereka.

20 Agustus 2021 | 21.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Petani tembakau meminta imbas kenaikan tarif cukai rokok benar-benar bisa memberikan kesejahteraan mereka. Mereka mengaku mendukung kenaikan tarif cukai rokok sepanjang sebagian dikembalikan kepada para petani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami minta porsi pembagiannya diberikan lebih banyak agar petani bisa menikmati dan berdiversifikasi tanaman lain biar menguntungkan,” kata Istanto, petani multikultur di Magelang, Jawa Tengah dalam webinar yang diadakan Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan pada Kamis, 19 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Istanto, sudah delapan tahun terakhir, harga tembakau dari petani belum bisa memberikan keuntungan. “Kalau pedagang sih tidak pernah rugi, tapi berbeda kalau petani sudah sewindu ini masih belum menguntungkan, makanya kami melakukan diversifikasi dengan bertanam ubi, kentang, dan tanaman holtikultura,” katanya.

Istanto yang kini juga bertanam ubi jalar menuturkan, selama ini, hasil dari pertanian multikultur cukup menjanjikan. Kebuntungan memanen tembakau ditutupi dengan hasil panen ubi, seperti yang dirasakannya.

Tapi, menurut dia, hal itu tak selalu bagus kala tiba-tiba berdatangan barang impor bersamaan dengan masa panen petani. Misalnya, saat petani bawang sedang berharap rezeki dari panen mereka, tak berdaya ketika di pasar berlimpah bawang impor dengan harga jauh lebih murah, sekalipun rasanya jauh di bawah bawang lokal.

Karena itu, Istanto meminta, sebagian dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) itu juga digunakan sebagai perlindungan kepada petani. “Ketika petani mengalami gagal panen, bisa diberikan asuransi atau pengganti untuk peningkatan kesejahteraan petani, misalnya menghadapi serangan hama yang luar biasa. Ada petani padi yang diserang tikus kalau enggak ya burung,” tuturnya.

Selain Istanto, ada Yamidi, petani dari Temanggung yang meminta agar pemerintah membatasi atau mengurangi impor tembakau. Yamidi mengaku tak keberatan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sepanjang petani mendapatkan pengembalian dalam porsi yang lebih besar.

Menurut Yamidi, petani susah bersaing dengan berlimpahnya bahan impor tembakau yang murah. Selain harga tembakau yang susah bersaing, selama ini, petani tak bisa menjual tembakaunya langsung ke pabrik tapi melalui pengepul berlapis-lapis. Walhasil, harga dari petani amat murah dan ditentukan oleh pengepulnya. “Apakah mungkin pemerintah memutus mata rantai penjualan tembakau yang panjang ini, dan memungkinkan kami langsung menjual ke industri,” ujarnya.

Sosialisasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau di berbagai daerah menjadi informasi penting tentang pendapatan daerah dari rokok. Upaya memberantas peredaran rokok ilegal

Ekonom dan Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau atau DBHCHT sudah menganggarkan 50 persennya dikembalikan kepada petani.

Menurut Abdillah, penggunaan DBHCHT sebesar 50 persen itu terbagi dalam tiga komponen. Sebanyak 35 persen sebagai Bantuan Langsung Tunai serta 15 persen untuk peningkatan kualitas kerja atau keterampilan petani dan bahan baku. “Yang 15 persen ini bisa digunakan untuk iuran jaminan perlindungan produksi yakni asuransi bagi petani tembakau. Kami sedang mengajukan untuk bantuan diversifikasi pertanian dan subsidi harga tembakau,” kata dia.

Abdillah menuturkan, tujuan pemerintah menaikkan tarif cukai untuk menurunkan prevalensi perokok anak agar mengerek harga eceran rokok agar tidak terjangkau anak-anak dan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan buruh pabrik industri rokok.  “Dan kalau tarif cukai hasil tembakau naik, maka dana bagi hasil cukai 2 persen juga naik. Kalau dana itu naik itu bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau dan buruh rokok,” kata Abdillah.

Menurut dia, untuk peningkatan keterampilan kerja, petani bisa dibimbing mengikuti pelatihan bercocok tanam yang  benar atau menjadi solusi beralih tanah yang lebih menguntungkan, “Pada intinya dana bagi hasil ini bisa digunakan untuk petani baik kepada petani tembakau atau petani yang beralih tanam,” ujarnya.

Abdillah juga mengatakan, perlunya pembatasan impor daun tembakau. Menurut dia, situasi impor daun tembakau di Indoensia amat buruk. “Dalam masalah impor daun tembakau, kita selevel dengan Zimbabwe, Pakistan, dan Muzambique pada 2016, dan yang paling tinggi ya Indonesia, 80an ton. Hanya di Indonesia volume impornya jauh melebihi volume ekspor,” kata dia.

Pembatasan impor tembakau, kata Abdillah, bisa dilakukan dengan menaikkan tarif bea masuk dan mengendalikan kuota impor. Selain itu, menurut dia, jika tarif cukai rokok naik, yang berimbas turunnya konsumsi rokok karena harga jual eceran naik, maka pabrik rokok akan mengurangi impor tembakau dan mengalihkan membeli tembakau dalam negeri.

Ia mengingatkan, pada dasarnya, industri akan berusaha mencari mana yang lebih menguntungkan. “Industri rokok bukan sinterklas atau malaikat. Harusnya kalau baik hati harus memenuhi kebutuhan tembakau dari dalam negeri,” ucapnya. Produksi rokok di Indonesia sebanyak 320 miliar per tahun batang dengan kebutuhan bahan baku 300 ribu ton daun tembakau. Produksi daun tembakau dari petani lokal ada 200 ribu ton per tahun.  Walhasil, masih membutuhkan 100 ribu ton.

Ilustrasi larangan merokok. Ulrich Baumgarten/Getty Images

Secara logika, kekurangan kebutuhan itu dipenuhi dengan mengimpor tembakau dari luar. Tapi yang terjadi, kata Abdillah, impor bahan tembakau lebih besar sehingga daun tembakau produksi petani Indonesia tidak terserap semua.

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Jakarta, Mukhaer Pakkanna meminta pemerintah menaikkan tarif cukai rokok minimal sebesar 20 persen per tahun. ITB Ahmad Dahlan, kata dia, juga meminta pemerintah menyederhanakan layer cukai dari sepuluh saat ini menjadi delapan cukai saja pada tahun depan. 

Mukhaer berharap kenaikan cukai rokok bisa memberikan dampak pada penurunan konsumsi rokok dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam mata rantai produksi rokok, kata dia, petani merupakan hulu yang memberikan suplai akan bahan baku.

“Sehingga kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar 50 persen penggunaan yang diterima daerah benar-benar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di antaranya untuk petani,” kata Mukhaer. Jika melihat porsi penggunaan DBHCHT cukup besar untuk kesejahteraan petani, Mukhaer meminta mereka mendukung kenaikan tarif cukai rokok. “Sesuai Permenkeu, pemanfaatannya jelas dikembalikan untuk kesejahteraan petani,” katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus