Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

PHRI Kritik Pemerintah yang Sarankan Hotel Cari Pasar Lain

PHRI menyatakan 2 hotel di Bogor resmi menyatakan PHK massal.

6 April 2025 | 14.09 WIB

Ketua Umum BPP Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi BS Sukamdani usai konferensi pers menanggapi tindakan premanisme di Hotel Grand Kemang, Jakarta pada Sabtu, 28 September 2024. Konferensi pers digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta pada Senin, 30 September 2024. TEMPO/Hanin Marwah.
Perbesar
Ketua Umum BPP Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi BS Sukamdani usai konferensi pers menanggapi tindakan premanisme di Hotel Grand Kemang, Jakarta pada Sabtu, 28 September 2024. Konferensi pers digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta pada Senin, 30 September 2024. TEMPO/Hanin Marwah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengkritik pernyataan sejumlah pejabat pemerintah yang menyarankan pelaku industri perhotelan mencari pangsa pasar lain, di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pemangkasan anggaran pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani menyebut pernyataan itu sebagai bentuk pelimpahan tanggung jawab sepihak yang tidak mencerminkan realitas lapangan. Ia menegaskan pertumbuhan sektor perhotelan selama ini justru mengikuti permintaan dari pemerintah sebagai konsumen utama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Selama ini pengusaha hotel itu menambah kamar karena mengikuti pasar, dan pasar itu kebetulan datang dari pemerintah,” ujar Haryadi saat dihubungi, Sabtu, 5 April 2025.

Menurut dia, kontribusi belanja pemerintah terhadap okupansi hotel sangat besar, mencapai 40 persen secara nasional. Bahkan di luar Jawa,kata dia, pangsa pasarnya bisa menyentuh 70 persen. Maka ketika pemerintah melakukan efisiensi belanja tanpa perencanaan transisi, industri hotel langsung terpukul.

“Yang terjadi di kuartal pertama ini bukan hanya pemotongan, tapi benar-benar nihil kegiatan. Itu yang membuat hotel collapse,” ujarnya.

Ia merujuk pada kasus dua hotel di Bogor yang secara resmi melaporkan PHK massal. Meski belum ada laporan serupa dari daerah lain, Haryadi memperingatkan gelombang berikutnya akan muncul bila pemerintah tetap menahan belanja pada kuartal kedua.

PHRI menilai langkah efisiensi itu perlu disertai komitmen untuk tetap menggelontorkan anggaran secara proporsional. “Kalau pemerintah mau potong 50 persen, tidak masalah, asalkan spending-nya tetap ada. Ini yang terjadi malah nol. Itu bukan efisiensi, tapi pembekuan,” katanya.

Ia juga menilai pemerintah belum serius mendorong diversifikasi pasar di sektor pariwisata. Ia menyoroti minimnya dukungan terhadap sektor wisata mancanegara. “Visa bebas malah dicabut. Sementara negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand justru bangkit duluan pasca-COVID,” kata dia.

Ia menyebut perbandingan ini menjadi pelajaran penting bagi pelaku industri untuk tidak lagi bergantung penuh pada pemerintah. “Tapi yang perlu diingat, ketika hotel-hotel kami dibangun, itu berdasarkan kebutuhan dan permintaan dari pemerintah sendiri,” katanya.

Meski sudah menyampaikan aspirasi kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), ia mengatakan PHRI masih menunggu respons konkret. Ia berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan yang membuat aktivitas belanja terganggu. “Masa iya pemerintah gak ada kegiatan sama sekali? Koordinasi antar-lembaga itu juga kan butuh forum. Hotel-hotel itu tempatnya,” ujar dia.

PHRI menyatakan akan terus memantau situasi di daerah dan siap menggelar konferensi pers jika ditemukan laporan PHK baru. “Kalau ada laporan resmi lain dari daerah, pasti kami sampaikan ke publik,” kata Haryadi.

Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata Rizki Handayani Mustafa mendorong agar pelaku usaha industri perhotelan untuk lebih inovatif dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. “Kami yakin pelaku usaha industri pariwisata di sektor perhotelan bisa menghadapi perubahan situasi yang penuh tantangan saat ini,” ucap dia.

Dinda Shabrina

Lulusan Program Studi Jurnalistik Universitas Esa Unggul Jakarta pada 2019. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus