Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Apindo Serukan 4 Hal Ini ke Pemerintah untuk Minimalisir Dampak Tarif Impor Trump

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merumuskan sejumlah usulan ke pemerintah untuk meminimalisir dampak penerapan tarif impor baru dari Amerika Serikat.

7 April 2025 | 10.56 WIB

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani saat ditemui usai konferensi pers "Visit Store Klingking Fun - Pesta Diskon Anti Golput Edisi Pilkada 2024", di Jakarta, Rabu, 27 November 2024. TEMPO/Nabiila Azzahra A
Perbesar
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani saat ditemui usai konferensi pers "Visit Store Klingking Fun - Pesta Diskon Anti Golput Edisi Pilkada 2024", di Jakarta, Rabu, 27 November 2024. TEMPO/Nabiila Azzahra A

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merumuskan sejumlah usulan ke pemerintah untuk meminimalisir dampak penerapan tarif impor baru dari Amerika Serikat. Ketua Umum Apindo Shinta Widjaya Kamdani mengatakan pemerintah perlu bergegas untuk mengantisipasi arus perdagangan internasional yang berpotensi macet akibat implementasi tarif impor resiprokal 32 persen bagi Indonesia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Shinta mengusulkan agar Indonesia dan Amerika menciptakan integrasi rantai pasok untuk mendukung kebutuhan industri Indonesia dan industri di Amerika Serikat. "Sehingga ekspor Indonesia akan dipandang sebagai upaya memperkuat daya saing industri AS, bukan sebagai ancaman," kata Shinta menjelaskan tujuan penyatuan supply chain industri saat dihubungi Tempo pada Minggu, 6 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Shinta memandang strategi yang mendorong kesepakatan bilateral itu bisa memastikan Indonesia mendapatkan akses pasar terbaik ke Amerika. Selain itu, Apindo juga mendorong pendekatan tematik, seperti kerja sama di sektor energi, critical minerals, dan farmasi, tanpa harus lewat negosiasi perjanjian dagang yang kompleks. 
 
Selanjutnya, usulan kedua yang disampaikan Shinta ialah pemerintah diminta mengevaluasi penerapan prinsip resiprokal secara menyeluruh. Peninjaun kembali itu tetap harus memperhatikan tarif dan hambatan non-tarif atas produk impor dari AS ke Indonesia. "Guna menciptakan keseimbangan dan keadilan dalam hubungan dagang kedua negara," kata Shinta. 

Selain mengupayakan kelancaran akses ke pasar Negeri Paman Sam, Shinta juga menekankan pentingnya diversifikasi tujuan ekspor Indonesia. Shinta menyebut negara-negara di ASEAN, Timur Tengah, Amerika Latin dan Afrika memiliki potensi besar sebagai pasar pengganti. Perluasan pasar itu berguna untuk memaksimalkan hasil ekspor nasional serta memastikan kestabilan industri meskipun menghadapi hambatan seperti akibat tarif impor Trump yang restriktif. 

"Kami juga mendorong pemerintah untuk memanfaatkan secara maksimal perjanjian dagang yang telah ada seperti FTA/CEPA, serta mempercepat penyelesaian perjanjian yang masih dalam proses negosiasi, seperti Indonesia–EU CEPA (IEU-CEPA)," ujar Shinta melanjutkan rekomendasi ketiga. 

Terakhir, Shinta ingin pemerintah mendukung revitalisasi industri padat karya serta melakukan deregulasi agar meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar ekspor. Ia menyebutkan sejumlah sektor yang selama ini bergantung pada pasar Amerika Serikat akan mengalami perubahan biaya produksi dan terancam tersisih di dalam negeri. Sektor itu antara lain seperti tekstil, alas kaki, furnitur, elektronik,batubara, olahan nikel produk agribisnis. 

"Reformasi kebijakan yang adaptif dan berpihak pada industri perlu terus diperkuat agar produk Indonesia tetap kompetitif secara global," ucap Shinta menggarisbawahi usulan keempat. Ia berharap pemerintah berkolaborasi dengan para pelaku industri untuk menstabilkan iklim usaha nasional di tengah situasi tarif perang dagang. "Ketahanan ekonomi hanya dapat terjaga jika respons terhadap tantangan eksternal dibangun secara kolektif, terukur, dan berbasis dialog erat antara pemerintah dan pelaku usaha," tutur Shinta. 

Presiden AS Donald Trump pada Rabu lalu, 2 April 2025, telah mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang-barang yang masuk ke negara tersebut. Menurut unggahan Gedung Putih di Instagram, Indonesia berada di urutan ke delapan daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.

Adapun sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS. Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Selain itu ada Malaysia, Kamboja, Vietnam, serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen dan 36 persen.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus