BOEDIARDJO, 70 tahun, bekas menteri penerangan yang tekun mengibarkan kesenian wayang ini, memanfaatkan tanah warisan miliknya untuk membangun sebuah hotel. Terletak tak jauh dari Candi Borobudur -- persisnya di Desa Tingal -- hotel itu menampilkan ciri-ciri arsitektur Jawa, lengkap dengan pendopo dan seperangkat gamelan. Uniknya, di sekeliling hotel itu dibangun pondok-pondok gaya Bugis. Lalu, kedua unit bangunan yang jelas berbeda ini diberi nama Pondok Tingal. "Pondok ini merupakan usaha pribadi, semua biaya saya keluarkan dari uang pribadi, tak sesen pun saya pinjam dari bank," kata Boediardjo kepada Heddy Lugito dari TEMPO. Diungkapkannya bahwa dana pribadi yang tersedot ke Pondok Tingal mencapai Rp 500 juta. Lumayan. Adapun pondok dengan struktur kayu jati dan dinding anyaman bambu itu ditawarkan dengan tarif termahal Rp 30.000 dan termurah Rp 7.500 per malam. Ini tarif sangat ekonomis, terutama bagi yang hendak bernostalgia mandi dengan gayung batok kelapa, lalu menikmati panorama Candi Borobudur dari balik jendela. Namun, tiba-tiba muncul masalah. Pemiliknya baru menyadari bahwa tak lagi tersedia dana yang cukup untuk mengoperasikan Pondok Tingal. Maka, Boediardjo memutuskan akan mengambil kredit bank. Selain itu, ia pun akan membentuk perusahaan karena, meskipun hotel sudah berdiri, belum ada PT yang mengelolanya. "Semuanya akan dikelola oleh anak-anak saya secara profesional," katanya yakin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini