Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Potensi Koreksi di Lantai Bursa

DUA pekan lalu, mata uang rupiah diuji.

12 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pekan lalu, mata uang rupiah diuji. Menurut pelaku pasar, ini akibat rencana naiknya bunga dolar Amerika Serikat pada akhir tahun dan tren turunnya bunga rupiah beberapa bulan lalu.

Akibatnya, rupiah-yang pada pertengahan Oktober berada di level 13.476 per dolar Amerika Serikat-melemah sampai 13.609 pada akhir bulan. Bank Indonesia terpaksa melakukan intervensi. Rupiah pun kembali menguat mendekati 13.500 per dolar Amerika seperti target pemerintah.

Estimasi biaya dari langkah ini tidak murah. Cadangan devisa yang pada akhir September sebesar US$ 129 miliar, satu bulan kemudian tinggal US$ 126 miliar. Biaya stabilisasi diperkirakan sekitar US$ 3 miliar. Memang selalu ada dua sisi dari penurunan bunga suatu mata uang. Di satu sisi, bunga rendah penting untuk menstimulasi ekonomi yang lesu. Tapi, di sisi lain, kebijakan ini membuat mata uang kurang menarik disimpan dan akhirnya cenderung melemah.

Di negara maju, rendahnya tingkat bunga yang berjalan cukup lama membantu terhindar dari bahaya resesi (penciutan ekonomi). Akhir-akhir ini, dana murah ini mulai terasa hasilnya. Pertumbuhan ekonomi negara maju mulai pulih kembali. Namun membanjirnya dana murah-jika tidak dikelola dengan cermat-dapat meningkatkan permintaan yang terlampau tinggi. Akibatnya, dapat terjadi inflasi atau melambungnya harga yang terlalu tinggi. Ini yang sering disebut sebagai menggelembungnya balon aset atau "asset bubble", yang dapat pecah setiap saat. Itu sebabnya, bank sentral negara maju terdorong untuk menaikkan tingkat bunga.

Kekhawatiran terhadap harga saham di bursa negara maju yang sudah mencapai titik terlampau tinggi mengganggu pengamat dan pelaku pasar di sana. Sebab, pecahnya "asset bubble" atau koreksi terhadap harga saham bursa itu berpotensi cukup besar.

Menurut mereka, kenaikan nilai saham-dalam bentuk rasio price-earning (PE) yang disesuaikan (cyclically-adjusted PE atau CAPE)-sudah sampai titik puncak yang terjadi hanya dua kali dalam sejarah bursa, yaitu sebelum ada koreksi besar-besaran menjelang resesi dunia 1929 dan pecahnya balon aset Dot-com pada 2000-an. Selama sejarah bursa, rata-rata CAPE ini berada di tingkat 17 untuk 500 saham dalam indeks S&P. Namun saat ini angka tersebut sudah tembus 30. Sejak 2009, sudah naik empat kali lipat. Tahun ini kenaikan indeks S&P 500 mencapai 13 persen, hampir serupa dengan kinerja indeks saham di bursa Eropa dan Jepang.

Di Indonesia, bunga rendah juga memaksa sebagian pemilik dana beralih ke bursa saham dan obligasi untuk mengejar pendapatan yang lebih tinggi. Yang menarik disimak adalah terjadinya pelemahan rupiah bersamaan dengan turunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) pada 25-27 Oktober. Hal ini mencerminkan langkah investor asing yang hengkang dari bursa kita.

Sesudah itu, IHSG ternyata stabil dan malah naik. Menurut para pelaku pasar, hal ini terjadi karena investor lokal beralih masuk bursa mengambil alih porsi investor asing yang pergi. Inilah yang membuat IHSG kita terus naik mencapai 6.042 pada pekan lalu-suatu kenaikan 14 persen pada tahun ini.

Timbul pertanyaan: apakah harga saham di bursa kita juga sudah mencapai titik puncak?

Melihat tingkat nilai saham dalam bentuk rasio price-to-book (PB) atau harga saham dibanding nilai bukunya, harga saham di bursa kita, menurut para analis, masih di bawah nilai puncak yang dicapai masa lalu. Pengecualiannya adalah beberapa saham di segmen barang konsumsi yang rasio PB-nya sudah mendekati tingkat mahal. Namun, bagi segmen lain, seperti tambang, energi, dan pertanian, harga sahamnya masih cukup ruang untuk naik. Terlebih harga di pasar dunia sudah mulai pulih. Jadi potensi koreksi bursa kita tidak sebesar di negara maju. l *) KONTRIBUTOR TEMPO

Manggi Habir - Kontributor Tempo


Kurs
Pembukaan 03 November 201713.500
Rp per US$ 13.514
Pembukaan 10 November 2017

IHSG
Pembukaan 03 November 20176.038
6.044
Pembukaan 10 November 2017

Inflasi
Bulan sebelumnya3,72%
3,58%
Oktober 2017 YoY

BI 7-Day Repo Rate
4,25%
19 Oktober 2017

Cadangan Devisa
30 September 2017 US$ 129,402 miliar
Miliar US$126,547
31 Oktober 2017

Pertumbuhan PDB
20165,02%
5,1%
Target 2017

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus