Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan Pimpinan Pusat atau Diktilitbang PP Muhammadiyah menggelar Sarasehan Tambang Ramah Lingkungan (Green Mining) di Yogyakarta, 22 Juni lalu. Sarasehan ini disebut untuk mempertimbangkan sikap PP Muhammadiyah terhadal izin usaha pertambangan atau IUP untuk ormas keagamaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Tempo yang turut diundang dalam acara itu bercerita, sarasehan itu bertujuan mengkaji dua perspektif baik mendukung maupun menerima konsesi tambang dari pemerintah. Menurut dia, kedua opsi itu masih terbuka bagi PP Muhammadiyah. “Baik menerima atau menolak, dua-duanya harus punya basis kajian,” ujar dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, dikutip Rabu, 26 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari kelompok pendukung, ada sejumlah praktisi tambang yang turut diundang. Mereka disebut-sebut menjadi pemantik diskusi tentang tata kelola tambang yang baik. “Ada optimisme begitu,” kata sumber itu. Dia tak merinci siapa saja praktisi tambang yang dihadirkan dalam sarasehan.
Sementara, ada unsur-unsur PP Muhammadiyah yang menyarankan organisasi itu agar tak menerima tambang. Alasan yang diusung antara lain regulasi dan dampak lingkungan. Bagi-bagi konsesi tambang kepada ormas keagamaan dinilai melanggar Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan UU Administrasi Pemerintahan.
Kendati begitu, sumber ini menyatakan pembicaraan cenderung mengarah untuk menerima konsesi tambang. Dia mengaku menangkap sinyal itu dari isi pembicaraan di dalam sarasehan. "Framing-nya cenderung positif (menerima konsesi), itu saya benarkan," kata dia.
Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Ahmad Muttaqien, tak merespons pesan dari Tempo ketika dimintai konfirmasi mengenai hal ini.
Sarasehan itu menuai kritik dari anggota Muhammadiyah di akar rumput. Dalam media sosial Instagramnya, Kader Hijau Muhammadiyah mengunggah foto sampul materi sarasehan itu. Organisasi advokasi itu menyatakan, tak ada tambang yang ramah lingkungan. Mau dinamakan apa pun, kata mereka, tambang batu bara menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan kerusakan lingkungan. “Belum lagi konflik dengan masyarakat sekitar tambang,” tulis Kader Hijau Muhammadiyah, dikutip Rabu, 26 Juni 2024.
Parama, pegiat Kader Hijau Muhammadiyah, mengaku baru mendapatkan informasi tentang acara itu pada Sabtu dini hari. Mereka sebelumnya telah menyatakan sikap soal izin tambang itu. Karena tak digubris, dia mengaku organisasi-organisasi otonom kepemudaan Muhammadiyah sedang berkonsolidasi untuk mencegah PP Muhammadiyah menerima konsesi itu. “Kami sudah berkomunimasi,” kata dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, dikutip Rabu, 26 Juni 2024.
Pilihan editor: Pengamat Nilai IUP untuk Ormas Keagamaan Langgar UU Minerba
HAN REVANDA PUTRA