Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo memutuskan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen tetap akan diberlakukan pada 1 Januari 2025. Namun pemberlakuannya dilakukan secara selektif, yaitu untuk barang-barang yang tergolong barang mewah. Sementara kebutuhan pokok tetap dikenakan PPN 11 persen.
Ia menegaskan kenaikan pajak akan diterapkan selektif, hanya untuk barang mewah untuk membantu melindungi rakyat kecil. "Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat petang, 6 Desember 2024.
Adapun, ihwal pengecualian barang telah diatur dalam pasal 4a Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dengan adanya kebijakan baru, akan lebih banyak barang yang dikecualikan dari objek PPN.
Kementerian Keuangan belum bisa memastikan kapan daftar barang mewah kena PPN 12 persen akan dirilis. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dan Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) BKF Wahyu Utomo tidak merespons pertanyaan Tempo hingga berita ini diturunkan. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, mengatakan ia belum bisa memberi tanggapan soal itu.
Lantas bagaimana dengan PPN atau value-added tax (VAT) di negara tetangga ASEAN? Apakah PPN (VAT) kita tergolong paling tinggi?
Menurut situs Taxsummaries.pwc, Filipina juga memiliki PPN sebesar 12 persen yang dihitung berdasarkan harga jual bruto barang atau properti yang dijual atau penerimaan bruto dari penjualan jasa.
Biro Bea Cukai Filipina menentukan PPN berdasarkan volume atau kuantitas. Basis PPN Filipina adalah biaya perolehan ditambah pajak cukai (jika ada). Namun, Filipina membebaskan penjualan jasa tertentu dari PPN, termasuk jasa perantara keuangan, yang dikenakan pajak persentase berdasarkan penjualan bruto, penerimaan, atau pendapatan.
Peneliti dari Center of Industry, Trade and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus, menyebutkan daftar PPN negara-negara ASEAN sebagai pembanding dengan PPN 12 persen yang akan diterapkan di Indonesia. Ia mencantumkan negara-negara ASEAN tersebut berdasarkan urutan tarif PPN dari tertinggi ke terendah:
Filipina: tarif PPN 12 persen.
Indonesia: tarif PPN 12 persen.
Vietnam: tarif PPN 10 persen.
Laos: tarif PPN 10 persen.
Myanmar: tarif PPN 10 persen.
Kamboja: tarif PPN 10 persen.
Singapura: tarif PPN 7 persen.
Thailand: tarif PPN 7 persen.
Malaysia: tarif PPN 6 persen.
Brunei Darussalam: Tidak ada tarif PPN atau 0 persen.
Sejumlah negara mematok pajak jauh di atas Indonesia, seperti India. Negara berpenduduk terbanyak itu, menerapkan pajak barang dan jasa (GST) antara 5% hingga 28% tergantung pada kategori barang dan jasa yang dipasok, dengan tarif umum pajak sebesar 18% untuk sebagian besar barang dan jasa. Selain itu, untuk barang-barang tertentu, pungutan kompensasi dikenakan pada tarif yang berbeda-beda sebagaimana ditentukan oleh pemerintah.
Beberapa negara Eropa seperti Hungaria dan Denmark menerapkan PPN 25 persen, sementara negara kaya seperti Uni Emirat Arab menggratiskan pajak. Timor Leste hanya mengenakan pajak 2,5 persen untuk barang impor dan o persen untuk produk dalam negeri.
Rachel Farahdiba Regar dan Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor Mengapa Harga Tiket Pesawat Mahal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini