Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, pertumbuhan usaha ritel nasional diproyeksikan tumbuh hingga 4,2 persen hingga akhir tahun.
Roy menyampaikan, pada 2022 pertumbuhan ritel Indonesia berada di kisaran 3,8-3,9 persen. Menurut dia, pertumbuhan di atas 4 persen dapat tercapai bila suasana kondusif dapat terjaga.
"Mudah-mudahan bisa di angka 4 sampai 4,2 persen, dengan catatan kalau suasana kondusif terjaga. Masalahnya kita enggak bisa kontrol, dalam hal politik, ketersediaan pangan, kestabilan harga," ujar Roy dalam jumpa pers Aprindo di Jakarta, Rabu.
Kondusif dipengaruhi oleh dua aspek yakni pesta demokrasi atau pemilu 2024 dan kestabilan pasokan dan harga kebutuhan barang pokok.
Roy mengatakan, beberapa komoditas pangan yang harus menjadi perhatian pemerintah menjelang akhir 2023 meliputi beras, gula, bawang putih dan cabai. Kebutuhan barang pokok tersebut diprediksi akan mengalami peningkatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Roy menyampaikan bahwa kondisi industri atau sektor ritel modern belum pulih 100 persen setelah pandemi COVID-19. Ditambah lagi dengan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia seperti masalah geopolitik dan juga di dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inflasi menjadi permasalahan yang tidak bisa cepat selesai
"Kedua terjadi anomali finansial. Gejolak finansial atau gejolak keuangan karena geopolitiknya kena, maka finansialnya kena. kita tahu inflasi tinggi itu masih ada di berbagai negara yang masih punya inflasi 78-120 persen," kata Roy.
Roy mengatakan, saat ini negara-negara maju berupaya untuk menjaga inflasi dengan menaikkan fed rate. Amerika kini berada dalam posisi 5,5 persen dan akan terus naik hingga 6 persen.
Menurut Roy, inflasi menjadi permasalahan yang tidak bisa cepat selesai karena gejolak politik sehingga ada permintaan dan suplai yang terganggu.
"Ada suplai demand yang terganggu sehingga suplai kurang, demand tetap maka harga naik. Suplai-nya macet tapi demand-nya tetap, harga pasti naik, ini berkaitan dengan inflasi itu," ujarnya.