BISIK-bisik -- tapi cukup keras terdengar di antara pengusaha mobil, sekarang ini, adalah mengenai Chevrolet. Ada yang berspekulasi bahwa merk itu akan hilang dari peredaran. Alasan: Probosutedjo, yang mengageni merk mobil Amerika itu di sini melalui PT Garmak Motor, sudah menawarkan perusahaannya ke sana kemari tapi tak ada yang mau. "Chevrolet itu 'kan merk komersial. Kalau mau beli perusahaan itu, perlu investasi besar untuk program lokalisasi, sedangkan aset Garmak mungkin tinggal sekitar Rp 20 milyar," tutur beberapa bos perusahaan mobil. Garmak konon pernah diberi fasilitas mengimpor 5.000 unit mobil Trooper. Tapi fasilitas itu ternyata tidak bisa dimanfaatkan untuk membangun pabrik perakitan sendiri -- apalagi membuat pabrik mesin. Lagi pula, omset penjualan Garmak Motor terus menurun. Pcnjualan Chevrolet, berikut jip Trooper dan sedan Opel, yang dua tahun lalu berjumlah 5.000 unit lebih, tahun silam tinggal sekitar 2.500 unit. Sedangkan penjualannya pada semester pertama tahun ini tercatat baru sepertiga omset tahun lalu. "Garmak Motor akan terus bertahan," bantah Tri Widodo, salah seorang direktur Grup Mercu Buana, pekan lalu kepada TEMPO. Ia mengakui bahwa Garmak memang pernah ditawarkan kepada perusahaan lain. Kini, setelah dihitung kembali bersama konsultan dari General Motors AS, Garmak akan jalan terus. "Konsentrasi kami nanti pada mobil eksklusif. Lihat saja, mulai Oktober nanti akan kami keluarkan model baru, Trooper empat pintu, dengan harga Rp 45 juta," kata Tri Widodo. Diakuinya bahwa Garmak terpaksa akan meninggalkan pasar terbesar di kelas pikap. Terlalu berat rupanya bagi Chevrolet Rodeo dan Bighorn untuk menghadapi empat merk Jepang: Toyota Kijang, Suzuki Carry, Daihatsu Zebra, dan Mitsubishi Jetstar. "Rodeo dan Bighorn sulit dikembangkan seperti Suzuki atau Daihatsu. Pertama, karena memakai hidung. Kedua, karena pajak mobil bermesin solar terlalu berat dipikul konsumen," dalih Tri Widodo. Tampaknya, Garmak ingin menjangkau kalangan tertentu di pasar baru. Ini kurang lebih resep sukses Chrysler di AS ketika nyaris terlindas Ford dan General Motors. Di pasar jip mewah, Garmak berani bersaing dengan jip Mercedes, sehingga pagi-pagi merencanakan program lokalisasi dengan biaya sekitar 20 juta dolar. Perhitungan yang sama pernah dilakukan PT Star Motors Indonesia. Agen Mercedes Benz yang dikelola ekonom dari UI, T. Pawitra, dua tahun silam masuk ke pasar kendaraan serba guna kelas "wah". Jip Mercedes Benz dijual dengan dengan harga sekitar Rp 40 juta -- ratusan persen di atas harga Suzuki Jimny dan Daihatsu Taft atau Jeep CJ. Kendati penjualan jip Mercedes tahun silam belum sampai 250 unit, Star Motors langsung memasuki program lokalisasi, dengan menanamkan uang sekitar 10 juta dolar. Kemanjuran resep itu masih harus diuji oleh waktu. Yang jelas, seperti keterangan Ketua Gaikindo Soebronto Laras, persaingan di pasar mobil komersial memang paling keras. Yang tak sanggup bertahan harus buru-buru keluar jalur. Lihat saja, pikap-pikap seperti Honda, Datsun, Nissan, Mazda, Citroen saling menggilas dan akhirnya semuanya amblas. Yang bertahan di situ kini tinggal Suzuki Carry, Daihatsu Zebra, Toyota Kijang, dan Mitsubishi Jetstar. Di pasar mobil komersial sekitar 2,5 ton juga terjadi salip-menyalip antara Toyota Hi Ace, Colt Diesel, Daihatsu Delta, Mazda T 3.000, Isuzu, dan Mercedes. Sebagian keluar dari jalur lambat langsung menghilang. Di situ kini tinggal Mitsubishi, Daihatsu, dan Isuzu. Sementara itu, dalam persaingan di kelas komersial bis dan truk, Mercedes, yang tampaknya masih coba bertahan, sudah mulai terancam dua merk Jepang, Hino dan Nissan. Kebijaksanaan fiskal memang akan terus mendorong masyarakat membeli mobil komersial. Tetapi, pasar dalam negeri tampaknya belum cukup menopang kebijaksanaan Departemen Perindustrian, yang menargetkan full manufacturing mobil komersial pada 1990. Sebab, seperti dikatakan Soebronto Laras, pabrik mesin mobil rata-rata baru bisa mencapai titik impas bila menghasilkan sekitar 60.000 unit per tahun. Sedangkan daya serap pasar dalam negeri, sepanjang tahun silam, tidak sampai 130.000 unit untuk 13 merk. Pukul rata masing-masing hanya mengeluarkan kurang dari 10.000 unit per tahun. Apalagi jalan keluarnya kalau tidak ancang-ancang mengarahkan stir dan roda ke pasar yang lebih luas: ekspor? Langkah William Soeryadjaya membawa Toyota Kijang ke luar negeri, awal tahun ini, langsung disusul Suzuki, Mitsubishi, dan Daihatsu. Kendati masih dalam taraf inrijden, Daihatsu sudah untuk kedua kalinya laju ke beberapa negara Asean, juga ke Papua Nugini. Memang ada yang berkomentar sumbang mengenai hal itu: bukan jualan beneran, tapi sekadar public relations. Bahkan ada yang menduga bahwa harga ekspor disubsidi pembeli mobil di dalam negeri. Tentu saja dibantah -- baik oleh pejabat pemerintah maupun pengusaha mobil yang bersangkutan. Harga mobil komersial rakitan Indonesia, seperti pikap Daihatsu atau Kijang, konon memang lebih murah dibanding hasil asembling negeri asal merknya sendiri, Jepang. Menurut Eddy Santoso, Direktur Pemasaran National Astra Motor, harga pikap Daihatsu, yang di sini hanya sekitar Rp 6,5 juta, buatan asli Jepang berharga Rp 7 juta. "Daihatsu kita bermesin 1.000, sedangkan Daihatsu Jepang bermesin 650 cc," tutur Eddy. Presiden Direktur PT Astra International, Teddy Rachmat, juga mengatakan bahwa pikap Kijang sekarang bisa bersaing dengan Ford. Harganya berbanding: 4.000 dolar: 6.000 dolar. Menurut Presiden Direktur National Astra Motor, Himawan Sutanto, harga Daihatsu sampai ke gudang di pelabuhan pembeli berkisar 5.000 dolar (Rp 8,2 juta) sampai 10.000 dolar (Rp 16,4 juta). Meskipun negara si pembeli menjalankan kebijaksanaan proteksi -- misalnya Muangthai mengenakan bea impor sekitar 500% -- tidak menjadi masalah."Kalau importir di sana mau beli tentu mereka masih bisa untung," kata Himawan kepada TEMPO. Bahkan, menurut Menteri Hartarto, peluang ekspor mobil bukan hanya dalam soal harga. Setiap tahun Amerika mengimpor sekitar dua juta mobil, terutama, dari Jepang. Kini, saat Jepang menaakan mobil kelas sekitar 2.000 cc, menurut Menteri Hartarto, pasar untuk sekitar 1.300 cc sebenarnya sedang kosong di sana." Yang bisa dijual ternyata tidak hanya mobil komersial ringan. Pabrik perakitan Isuzu, PT Pantja Ruang, menurut Menteri Hartarto, sudah teken kontrak untuk penjualan bodi truk ke Jepang mulai tahun depan sampai 1992. Sedangkan Mitsubishi akan mengekspor hampir 100.000 unit chasis, mulai Oktober ini. Garmak Motor, yang belakangan digosipkan tidak laku dijual, juga menyatakan bahwa pada bulan yang sama akan mengekspor barang yang sama pula dengan Mitsubishi sebanyak 4.000 unit ke Malaysia. "Muangthai juga sudah minta," kata Tri Widodo. Ngebut di jalan yang sama, risiko tabrak sana tabrak sini wajar saja, dan yang kalah boleh turun mesin dan copot roda. M.W., Laporan Budi Kusumah & Ahmed K. Soeriawidajaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini