CPP bukan sekadar ladang minyak seluas 10 juta hektare. Hingga satu dasawarsa lagi, dataran di pesisir timur Riau ini diperkirakan masih menyimpan 540 juta barel. Konon, CPP merupakan satu cadangan tunggal terbesar di dunia.
Selain basah dengan minyak, blok CPP bisa dikelola dengan murah. Ongkos produksinya cuma US$ 2 per barel. Jika harga minyak US$ 12 per barel, CPP bisa mendatangkan duit bersih US$ 700.000 per hari. Dengan sistem pola bagi hasil 85 (pemerintah) dan 15 (investor), sang pengusaha bisa mengantongi US$ 105.000 per hari. Bayangkan, Rp 1 miliar lebih, saban hari, selama sepuluh tahun!
Barangkali karena itulah, bukan cuma Caltex yang jatuh cinta pada CPP. Para pemain lokal yang lain juga pada berebut. Padahal, untuk menambang CPP bukan soal mudah. Pengelola sumur antik itu mesti menguasi teknologi enhanced oil recovery (EOR). Ini merupakan teknologi menginjeksi uap air untuk menjebak hidrokarbon dalam perut bumi. Selanjutnya, hidrokarbon ini akan mendorong minyak tersembur ke atas.
Rumitkah teknologi EOR? Inilah yang jadi perdebatan. Pertamina mengaku sudah mendidik sejumlah orangnya di Chevron dan Texaco untuk belajar EOR. Jadi, "Soal teknologi tak ada persoalan," kata Sujanto.
Bagi Achmad Kalla, yang selama ini memasok pompa angguk untuk CPP, teknologi EOR juga bukan hambatan. "Ah, sama saja dengan sumur minyak yang lain," katanya. Bedanya, kalau sumur di Jawa pipanya pakai kayu, "Di sini pakai baja dan lebih besar."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini