Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berharap pada Obat Kuat

Rupiah berangsur sehat. Harga dolar melorot sampai di bawah Rp 10 ribu. Cuma sementara?

12 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di luar dugaan, rupiah bisa juga punya wibawa. Tak tanggung-tanggung, Jumat (11 Oktober), harga dolar mampir di angka Rp 8.900. Inilah untuk pertama kalinya, dalam empat bulan terakhir, harga dolar berada di bawah target yang dipatok pemerintah Rp 10 ribu.

Sebuah kebetulan? Tentu saja tidak. Sejumlah ekonom, bankir, dan pemain pasar uang yang diwawancara TEMPO yakin, mengendurnya ketegangan politik ikut menyokong otot rupiah. Selama ini, para pemain pasar dicekam desas-desus. Beredar kabar, pada hari-hari "nasional" seperti 31 September, 1 Oktober, dan 5 Oktober, Indonesia disapu sejumlah peristiwa gawat. Kerusuhan, konon, akan meletup di banyak tempat.

Ternyata, hari-hari yang ditakuti itu berlalu dengan aman. Gongnya, Kongres Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Bali, juga berjalan mulus, tanpa bentrokan. Akibatnya, para pelaku pasar keuangan berangsur-angsur percaya, desas-desus tadi cuma gombal. Mereka mulai yakin, stabilitas politik tak segenting yang diperkirakan.

Ademnya situasi politik cuma satu hal. Soal lain, para spekulan makin gentar, Indonesia akan segera memberlakukan kontrol devisa. Sejak Malaysia menerapkan sistem ini, bulan lalu para spekulan uang cenderung sensitif. Mereka khawatir, jangan-jangan negara-negara lain akan membentengi neraca modalnya dari gejolak arus lalu lintas modal.

Di Indonesia, gosip soal kontrol devisa sudah seperti batang kayu di tengah banjir. Timbul tenggelam. Kendati berkali-kali dibantah oleh Presiden Habibie dan Gubernur Bank Indonesia, gelagat ke arah kebijakan devisa ketat tetap saja muncul. Belakangan, sinyal itu memancar begitu kuatnya.

Adalah Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Ginandjar Kartasasmita, yang mulai meletupkan pertanda itu. Katanya, pemerintah tengah menyiapkan seperangkat aturan untuk memonitor lalu lintas devisa. Bagaimana persisnya sistem pengawasan itu, masih terus digodok. Salah satu yang mungkin dipilih: pemerintah akan meneropong setiap arus masuk modal jangka pendek yang mengalir ke Indonesia.

Ginandjar membantah bahwa pengawasan seperti itu dianggap sebagai suatu rezim kontrol devisa. "Tentu saja," katanya, "kami tetap memberlakukan sistem devisa bebas." Tapi para pelaku pasar valuta asing tak percaya. Mereka yakin, jurus Ginandjar merupakan ancang-ancang untuk mengatur lalu lintas modal. "Buat apa cuma mencatat, memangnya pemerintah ini kantor akuntan apa?" kata seorang pemain pasar valuta asing di Jakarta. Akibatnya, banyak spekulan yang melepas dolar.

Selain soal turunnya suhu politik dan kencangnya isu kontrol devisa, rupiah punya obat kuat lain. Harus diakui, nilai rupiah ikut terdongkrak situasi politik ekonomi di kawasan regional. Amerika Serikat (AS), yang khawatir tertular virus krisis ekonomi, mulai pasang kuda-kuda. Pimpinan Federal Reserved (The Fed), Alan Greenspan, menyatakan niatnya untuk terus menurunkan suku bunga dolar agar perekonomian AS berputar makin kencang.

Dua pekan lalu, The Fed sudah menurunkan key rate, patokan bunga yang banyak dipakai untuk pedoman pinjaman antarbank, dari 5,50 persen menjadi 5,25 persen. Susutnya suku bunga dolar jelas akan mengurangi minat orang "memelihara" mata uang hijau itu.

Di pihak lain, Presiden AS, Bill Clinton, tengah menuai gelombang, akibat skandal seks dengan Monica Lewinsky. Sebagian pemain pasar uang yakin, kalau sampai Bill Clinton terkena impeachment alias dipecat, perekonomian AS akan bergoyang. Kedua hal ini, turunnya suku bunga dolar dan nasib Clinton, ikut punya andil membuat harga dolar di pasar dunia terus melemah.

Sementara itu, gelagat membaiknya perekonomian Jepang patut juga diperhitungkan. Pemerintahan Tokyo berjanji untuk berjibaku menahan harga dolar agar tetap berada di kisaran 110 yen, setelah berbulan-bulan sebelumnya selalu berada di atas 130 yen per dolar. Tak cuma itu, mereka juga memasok dana US$ 220 miliar untuk menyehatkan perbankan Jepang. Kalau industri perbankan Jepang sehat, yen diperkirakan bakal makin mencorong. Rupiah dan mata uang lain di Asia Tenggara bisa ikut kecipratan sawabnya.

Cuma persoalannya, seberapa lama rupiah bisa tetap bugar? Menurut seorang bankir, kekuatan rupiah akan banyak bergantung pada konsistensi kebijakan pemerintah. "Jangan lagi ada kebijakan yang mulur-mungkret," katanya. Ia menyebut peraturan pelunasan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rp 140 triliun sebagai contoh tidak teguhnya pemerintah. Awalnya ditetapkan tenggat 21 September. Eh, deadline sudah berlalu, yang melanggar tak dikenai sanksi apa pun.

Seorang analis pasar uang di sebuah bank asing memastikan, untuk jangka sebulan ke depan, rupiah masih bisa bertahan. Menurut hitungannya, selama waktu itu, harga dolar akan tetap berkisar pada Rp 8.500. Taksiran yang lebih optimistis datang dari Endarto Weltam. Menurut hitungan Manajer Keuangan Industrial Bank of Japan ini, dalam sebulan mendatang harga dolar masih bisa turun Rp 7.000--Rp 8.000.

Jika perkiraan itu benar, memegang rupiah tentu saja lebih menguntungkan. Selain kursnya cenderung menguat, suku bunganya jauh lebih tinggi. Kita hitung kasar saja. Suku bunga deposito rupiah (simpanan sebulan) kini sudah sampai 60 persen per tahun, sedangkan simpanan dolar cuma 15 persen. Pegang dolar bisa menguntungkan hanya jika kurs rupiah merosot 3,75 persen hingga bulan depan.

Tapi, sekali lagi, ini cuma perkiraan dua orang pemain pasar. Yang lain belum tentu setuju. Raden Pardede, ekonom senior Danareksa Securities, misalnya, menilai menguatnya otot rupiah sepanjang pekan lalu tidak normal. "Terlalu kencang," katanya.

Ia mengendus, menguatnya rupiah tak disertai dengan perubahan perekonomian secara nyata. Masih banyak persoalan mendasar yang belum juga beres. Soal penyehatan perbankan, misalnya, masih simpang-siur. Rencana pemerintah untuk menginjeksi bank-bank penyakitan hingga kini masih belum jelas juntrungannya. Kalaulah rupiah menguat, Pardede yakin, itu semata lantaran situasi regional membaik. Kalau dukungan luar negeri mengendur, rupiah bakal merosot lagi.

Ia menaksir, kebugaran rupiah cuma bertahan seminggu ke depan. Setelah itu, "Harga dolar akan membal kembali ke Rp 10.500," katanya yakin. Karena itu, bagi mereka yang senang bermain uang, Pardede menyarankan untuk tetap mempertahankan dolar.

Mana yang benar? Wallahualam. Kita cuma bisa menunggu. Hanya, mesti dicatat, bulan November mendatang Sidang Istimewa MPR bakal digelar. Ini bisa dinilai sebagai salah satu sumber kerawanan. Kekhawatiran akan adanya kerusuhan saja sudah bisa membuat rupiah kembali loyo. Kecuali, tentu saja, bila dalam waktu dekat pemerintah punya obat kuat buat rupiah--sistem kontrol devisa misalnya.

Mardiyah Chamim dan Dwi Arjanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus