Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ragam Cara Gebetan Sikapi Perubahan Iklim, dari Produksi Sorgum hingga..

Ambrosia Ero dengan antusias menceritakan bagaimana kelompok tani yang diikutinya melakukan aksi nyata menyikapi perubahan iklim belakangan ini.

8 November 2023 | 13.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petani Sorgum NTT. antaranews.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Kupang - Ambrosia Ero dengan antusias menceritakan bagaimana kelompok tani yang diikutinya turut serta dalam melakukan aksi nyata menyikapi perubahan iklim belakangan ini. Kelompok tani Gebetan (Gerep Blamu Tapobali Wolo Wutun) di Desa Tapobali, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, NTT, ini aktif melestarikan pangan lokal dan menanam bambu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan berusia 42 tahun yang bekerja sebagai petani ini bersama empat anggota Gebetan lainnya memulai menanam sorgum ini setelah mengikuti pelatihan. Dari pelatihan itulah, mereka mengetahui adanya pergeseran musim tanam, sehingga mereka memilih menanam sorgum yang tidak membutuhkan air yang banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Karena perubahan iklim, pergeseran musim hujan akan menyebabkan kekeringan sehingga produktifitas tanaman menurun. Maka kita pilih sorgum, karena tidak butuh banyak air dan bisa memenuhi kebutuhan pangan di desa. Selain itu peningkatan ekonomi masyarakat," katanya Ambrosia Ero atau kerap disapa Onci tersebut.

Dalam kegiatannya, kelompok Gebetan didampingi oleh Koalisi Pangan Baik. Sorgum ditanam di atas lahan seluas 1 hektare milik masyarakat setempat. 

Awalnya, hasil sorgum yang dipanen hanya dijadikan beras untuk memenuhi ketahanan pangan masyarakat di desa itu. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai mengembangkan hasil panen sorgum agar bisa diolah lebih jauh oleh Usaha Mikro Kecil Memenggah (UMKM). 

Gebetan berfokus pada penanaman sorgum untuk membiayai kegiatan lingkungan lainnya. Di atas lahan seluas 1 hektare itu, dalam setahun Gebetan bisa memanen sebanyak 3 kali. Panen pertama biasanya setelah 105 hari ditanam atau 3 bulan, lalu ada panen kedua dan ketiga. 

Onci juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan perempuan dalam aksi nyata tersebut. "Kita perempuan yang merasakan bagaimana atur pola makan. Kalau beras tidak ada, bagaimana?  Maka kita harus lestarikan pangan lokal, apalagi stok kurang, atau harga naik. Kami yang mengatur dapur, maka penting untuk terlibat," katanya. 

Lebih jauh, Onci memaparkan, dari luasan lahan 1 hektare itu, bisa dihasilkan 1 ton sorgum dalam sekali panen. Dari hasil panen itu, sebagian dijadikan beras untuk konsumsi, sisanya dibuat kopi sorgum.

Kopi sorgum merupakan campuran antara kopi dan sorgum. Mereka melabeli kopi tersebut dengan nama 'Kopi Sorgum Gebetan'. 

Kopi ini selain dijual umum oleh Gebetan di daerah Lembata dan Flores Timur, juga pernah diikutkan ke festival yang digelar di Pulau Jawa hingga Belanda. "Promosinya sudah sampai ke Belanda, dan permintaan mulai  meningkat," ucap Onci. 

Terdapat tiga ukuran kopi sorgum yang dijual dengan harga bervariatif. Kopi sorgum dengan berat 250 gram dijual dengan harga Rp 10 ribu, 500 gram di harga Rp 15 ribu dan 1 kg dibanderol Rp 50 ribu. 

Walau hanya sebagai anggota di kelompok Gebetan, Onci aktif di semua kegiatan kelompok. Termasuk kelompok penanaman bambu di sumber mata air untuk menjaga ketersedian air bersih bagi masyarakat setempat. 

"Dalam satu rumpun bisa tampung 5 ribu liter air, sehingga baik untuk ditanam. Pada 5-10 tahun terakhir debit air turun, ada mata air yg sudah kering. Kamalafai, satu mata air yang kami tanam bambu," tuturnya. 

Sementara itu, Sekretaris Desa Tapi Bali, Benediktus Sole mengatakan kelompok ini dibentuk pada 2021 lalu. Hingga kini, belum ada kerja sama antara kelompok tani tersebut dengan pemerintah desa.

"Kami tidak sumbang secara langsung, tapi peningkatan kelompok yang ada desa ini. Sasaran kami adalah anggota kelompok. Kami juga sudah siapkan bibit sorgum. Sudah masuk di RKPdes," ucap Benediktus.

Sedangkan pendamping kelompok Gebetan, Brian Benedicto, dari Yaspensel keuskupan Larantuka, mengatakan kelompok Gebetan menjalankan program penguatan anak muda untuk aksi iklim berkeadilan. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus