Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ratusan Buruh Jawa Tengah Gelar Aksi di Rumah Bos Sritex Iwan Lukminto Hari Ini: Tuntut Bayar THR dan Pesangon

Presiden Partai Buruh Said Iqbal memaparkan sejumlah alasan PHK oleh Sritex harus dikategorikan sebagai ilegal.

21 Maret 2025 | 11.07 WIB

Penjahitan seragam militer di Pabrik Tekstil Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah, Oktober 2011. Dok Tempo/Andry Prasetyo.
Perbesar
Penjahitan seragam militer di Pabrik Tekstil Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah, Oktober 2011. Dok Tempo/Andry Prasetyo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Exco Partai Buruh Aulia Hakim mengatakan ratusan eks pegawai PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) bakal menggelar unjuk rasa di kediaman Direktur Sritex Iwan Lukminto di Jalan Bhayangkara, Sriwedari, Kota Surakarta. Aksi ini akan berlangsung sekitar pukul 13.00 pada Jumat, 21 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dalam kesempatan ini, para buruh akan menyampaikan tuntutan bayarkan pesangon dan THR buruh Sritex paling lambat H-7 sebelum Lebaran,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah itu dalam keterangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Aksi unjuk rasa ini merupakan tindak lanjut dari pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan pekerja Sritex pada akhir Februari lalu. Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai PHK ini adalah tindakan ilegal karena melanggar hukum. Said menyatakan hal itu sekaligus mewakili posisinya sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). “Partai Buruh dan KSPI menyatakan PHK terhadap karyawan Sritex sebanyak 8.400 orang adalah ilegal dan bertentangan dengan Undang-Undang,” ujar Said saat konferensi pers secara daring pada Ahad, 2 Maret 2025.

Menurut Said, PHK karyawan Sritex melanggar UU Ketenagakerjaan baik yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ia memaparkan sejumlah alasan mengapa PHK oleh Sritex harus dikategorikan sebagai ilegal. Pertama, mempersoalkan mekanisme PHK terhadap ribuan karyawan Sritex yang tidak didahului oleh bipartit dan tripartit.

Ia menduga manajemen Sritex tak melakukan perundingan dengan pekerja saat memutuskan hubungan kerja. Ia mempertanyakan hasil notulensi jika perundingan sempat berlangsung. Terkait mekanisme tripartit, ia juga mengungkit tidak adanya pelibatan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sukoharjo selama proses PHK. “Di dalam keputusan Mahkamah Konstitusi, mekanisme PHK itu dimulai dengan bipartit."

Yang terjadi, kata dia, perusahaan meminta setiap individu karyawan mendaftar untuk PHK. Padahal menurutnya, tidak ada PHK massal yang melalui mekanisme mendaftarkan diri. Sehingga ia menduga kemungkinan ada intimidasi jika ribuan buruh langsung setuju untuk di-PHK tanpa mekanisme bipartit maupun triparit. “Atau karyawan tersebut dibodoh-bodohi karena setuju tapi tidak dijelaskan tentang mekanisme PHK,” katanya.

Alasan kedua yang mendasari dugaan PHK ilegal adalah ketidaan ruang bagi buruh yang menolak untuk di-PHK. Dari pengamatannya, ia menilai mantan karyawan Sritex cendurung patuh pada keputusan PHK. Padahal, kata dia, bila ada satu orang saja yang menolak PHK, maka itu bukanlah kesepakatan namanya.

Ia pun menuntut agar bukti perundingan baik bipartit maupun tripartit antara mantan karyawan dan perusahaan Sritex bisa dibuka untuk memastikan telah tercapai kesepakatan yang adil. Dengan begitu, ia menganggap buruh-buruh yang kini kehilangan pekerjaan bisa mendapat kepastian soal pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan, hingga jaminan hari tua.

Oleh sebab itu, ia akan membuka posko advokasi di depan pabrik Sritex untuk melindungi hak-hak buruh. “Posko akan menampung buruh yang tidak setuju dengan PHK, tidak setuju dengan nilai pesangon dan hak lain,” ujarnya.

Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Adil Al Hasan

Bergabung dengan Tempo sejak 2023 dan sehari-hari meliput isu ekonomi. Fellow beberapa program termasuk Jurnalisme Data AJI Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus