Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Relokasi sentral telepon

Sekitar 10. 000 sst menganggur di sumbar. untuk mengatasinya, dicoba kiat baru dalam memasarkannya.

30 Januari 1993 | 00.00 WIB

Relokasi sentral telepon
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA orang Jakarta sampai stres menunggu pemasangan telepon, di Padang justru Kawitelnyalah yang harap-harap cemas mencari calon pelanggan. Di kota ini, tersedia sentral telepon dengan kapasitas 25.700 SST (satuan sambungan telepon), sedangkan yang terjual sampai akhir 1992 hanya 15.323 SST. Menurut Kawitel II Sumatera Barat-Riau, Ir. Adek Yulianwar, ketika diadakan survei empat tahun lalu, ada perkiraan tingkat kebutuhan telepon bisa naik, dengan proyeksi tiap tahun akan terjual 4.000 SST. Ternyata selama tiga tahun baru 15.323 SST yang laku. Timbul pertanyaan, mengapa survei pasar bisa jauh meleset? Penyelenggara survei adalah JICA (lembaga bantuan Jepang untuk negara berkembang). Dan JICA memperhitungkan, kebutuhan SST bisa mencapai 39.528 SST, sedangkan yang diserap pasar baru 24.202 SST. Berarti, ada sekitar 15.000 SST yang menganggur (idle). Lain halnya Provinsi Riau yang hanya dipasangi STDIK (Sentral Telepon Digital Indonesia Kecil) berkapasitas 866 SST per unit. Di sini, STDI (Sentral Telepon Digital Indonesia) yang ada juga kecil, cuma berkapasitas 256 SST. Tapi permintaan SST di Riau jauh di atas kemampuan terpasang PT Telkom. Akibatnya, BUMN ini tergopoh-gopoh memasang beberapa sentral telepon baru. Soalnya, jumlah yang terpasang 39.900 SST, jumlah pelanggan hampir 34.000, dan order telepon masih berdatangan. Di Tanjungpinang disediakan sentral berkapasitas 4.000 SST yang diperkirakan baru habis terjual dua tahun lagi. Tapi sekarang, di kota itu sudah terpasang 3.400 SST -- berarti target dicapai lebih cepat. Jumlah pelanggan di Tanjungbalai Karimun sudah melebihi kapasitas terpasang (710 SST). Maka dibangun sentral baru dengan kapasitas 1.000 SST yang juga laris. Dan tahun depan PT Telkom akan memasang lagi satu sentral baru di kota itu, berkapasitas 5.000 SST. Ledakan permintaan telepon di Riau terjadi dua tahun belakangan, seiring dengan kegiatan investasi yang meningkat di Batam dan kawasan Sijori. Semua itu mengharuskan Yulianwar merelokasi sentral telpon dari Sumatera Barat ke Riau, sejak tahun 1992. Tahun ini langkah relokasi akan dilanjutkan. Tentang survei pasar yang meleset di Sumatera Barat, penyebabnya ada pada indikator yang dipilih, yakni kondisi fisik rumah penduduk. Padahal, banyak rumah di sana hanya berfungsi sebagai tempat tujuan pulang kampung bagi para perantau Minang. Tak heran bila di Padang sekitar 10% dari sambungan terpasang adalah telepon tidur alias nol pulsa. Kalau begitu, apakah di Sumatera Barat, PT Telkom merugi besar? Investasi per SST adalah US$ 2.000. Belum lagi telepon tidur dan SST yang menganggur. Anehnya, Purel PT Telkom, D. Amarudien, berpendapat bahwa jumlah telepon menganggur di Sumatera Barat masih kecil. Alasannya, ukuran idle bagi PT Telkom adalah 50% SST tersisa, sedangkan di Sum-Bar hanya 15%. Apa pun ukurannya, Adek Yulianwar mulai mencoba kiat baru untuk memasarkan SST di Sumatera Barat. Atas prakarsanya, PT Telkom membuka nomor telepon cerita bagi anak-anak. Bila nomor itu dikontak, si penelopon bisa mendengarkan cerita dari kaset selama beberapa menit. ''Kalau pelanggan tidak aktif, kamilah yang harus giat,'' kata Yulianwar. M.C. dan Fachrul Rasyid H.F.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus