PERALATAN di dermaganya sudah siap menunggu. Jika keran dibuka,
suplai LNG atau gas alam cair sudah tersedia untuk dialirkan ke
kapal khusus. Tapi tanker itu belum muncul ketika Presiden
Soeharto hadir di kilang Blang Lancang (19 September) untuk
meresmikan awal produksi LNG Arun, Aceh.
"Sekarang baru tersedia 3, sedang yang diperlukan adalah 7 kapal
khusus" untuk mengangkut LNG dari Indonesia ke Jepang, kata
seorang anggota direksi PN Pertamina. Maka tanker Aquarius, satu
di antaranya, yang seyogianya melakukan pengapalan perdana
terpaksa menunda kedatangannya sampai akhir September ini,
karena ia masih bertugs mengangkut LNG Badak dari kilang
Bontang, Kalimantan Timur.
Indonesia menjual LNG Badak maupun Arun kepada Jiko, suatu
konsolsium yang mewakili 5 perusahaan Jepang dalam kontrak 20
tahun. Bisnis ini bersifat multi-nasional. Jiko, misalnya, di
samping sebagai pembeli juga memegang saham 15% di PT Arun NGL
Co. yang mengoperasikan kilang di Aceh itu, dan 15% lagi di PT
Badak NGL Co. yang menghilang gas alam di Kal-Tim. Pertamina
menguasai 55% di dua tempat itu. Sisanya yang 30% dipegang oleh
Mobil Oil Indonesia Inc., sebuah unit dari Mobil Corp. milik AS
untuk PT Arun, dan oleh Huffco Group (campuran modal AS,
Australia, Jepang dan lain-lain) untuk PT Badak.
Mobil Oil adalah perusahaan yang membuka lapangan gas Arun,
sedang Huffco Group adalah pembangun lapangan Badak. Keduanya
bekerja atas dasar bagi hasil dengan Pertamina yang memperoleh
bagian 65% setelah semua ongkos disisihkan.
Maka para tamu yang datang ke Blang Lancang, umpamanya, pasti
disambut tulisan di mana-mana: PT Arun Natural Gas Liquefaction
Co. Tulisan itu mengingatkan bahwa di situ bukanlah Pertamina
saja menjadi tuan rumah.
Kompleks Blang Lancang di dekat pantai Selat Malaka menyedot gas
dari lapangan Arun, sekitar 30 km laraknya, di pedalaman.
Investasi kilang dan prasarananya yang kini masuk lingkungan PT
Arun telah menelan hampir $ 950 juta.
Modal Bukan Soal
Dibanding kilang di Bontang yang menelan $ 680 juta, Blang
Lancang ini jauh lebih besar. Jika di Bontang cuma ada 2 unit
produksi (train), di Blang Lancang ada 3. Tapi Bontang akan
menjadi besar lagi jika rencana menambah train-nya menjadi 4
bisa terlaksana. Negosiasi untuk itu sedang berlangsung.
Sesungguhnya pemerintah juga menginginkan supaya unit produksi
di Blang Lancang ditambah 3 lagi, tapi kini tertegun karena
tidak ada kepastian dari calon pembeli LNG di pantai barat
Amerika (TEMPO 16 September). "Kami masih menunggu berita dari
AS," kata Menteri Pertambangan dan Energi Dr Subroto di Blang
Lancang minggu lalu. Menteri bersama Dir-Ut Pertamina Piet
Harjono ketika itu berada disana untuk melihat persiapan sebelum
peresmian oleh Pak Harto.
Jika pembelinya sudah diketahui, tampaknya tambahan modal
bukanlah persoalan bagi PT Arun untuk membangun 3 train lagi.
menteri Subroto menyatakan harapan akan ada calon pembeli lain
jika pasaran AS tetap tertutup bagi LNG. Arun.
Dari 3 train yang ada di sana, cuma satu yang sudah mulai
bekerja. Satu lagi diharapkan bekerja sebelum akhir September
ini, dan satu lagi menyusul dalam bulan Oktober. Tiap train
mencairkan gas dengan kapasitas 200 juta SCFD (Standard Cubic
Feet Per Hari).
Sementara itu di lapangan Arun, Cluster III kini menghasilkan
gas dari 4 sumur sebanyak 460 juta kaki kubik per hari. Dalam
waktu dekat ini Cluster II, juga dengan 4 sumur, akan bisa
menghasilkan lagi sesudah terhenti 4 Juni karena kebakaran yang
terbilang hebat di dunia. Sejak api dipadamkan awal September,
Mobil Oil bergegas membersihkan dan memperbaikinya. Dan minggu
lalu rombongan wartawan tidak menjumpai lagi bekas-bekas
kebakaran, yang menimbulkan kerugian $ 30 juta itu.
Untuk melayani 3 train di PT Arun kapasitas Cluster II dan III
itu saja sudah memadai. Apalagi bila jumlah sumur pada tiap
Cluster itu nanti dijadikan 8 seperti yang direncanakan.
Dalam peta Mobil Oil, menurut seorang manajernya, sudah
tersedia lokasi untuk Cluster I dan IV tapi pembangunmnya
ditunda sampai ada tambahan permintaan dari PT Arun. Ini akan
terjadi, tentu saja, bila calon pembeli baru dijumpai dan pasti
pemasarannya. Cadangan gas Arun, walaupun untuk 6 train, akan
mencukupi untuk 20 tahun lebih.
Dengan apa adanya dari Arun dan Badak kini, Menteri Subroto
menaksir, Indonesia akan mengekspor 7,5 juta ton LNG per tahun,
berarti tambahan hasil devisa sekitar $ 900 juta. Jika benar
terlaksana, lumayan juga jumlah ini, ada saat muramnya posisi
ekspor miyak Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini