Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Resmi Tanpa Aquarius

Peresmian awal produksi LNG Arun Aceh oleh presiden Soeharto di kilang Blang Lancang. Sementara itu LNG Badak dari kilang Bontang, Kal-tim akan ditambah unit produksinya, bila ada pembelinya. (eb)

23 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERALATAN di dermaganya sudah siap menunggu. Jika keran dibuka, suplai LNG atau gas alam cair sudah tersedia untuk dialirkan ke kapal khusus. Tapi tanker itu belum muncul ketika Presiden Soeharto hadir di kilang Blang Lancang (19 September) untuk meresmikan awal produksi LNG Arun, Aceh. "Sekarang baru tersedia 3, sedang yang diperlukan adalah 7 kapal khusus" untuk mengangkut LNG dari Indonesia ke Jepang, kata seorang anggota direksi PN Pertamina. Maka tanker Aquarius, satu di antaranya, yang seyogianya melakukan pengapalan perdana terpaksa menunda kedatangannya sampai akhir September ini, karena ia masih bertugs mengangkut LNG Badak dari kilang Bontang, Kalimantan Timur. Indonesia menjual LNG Badak maupun Arun kepada Jiko, suatu konsolsium yang mewakili 5 perusahaan Jepang dalam kontrak 20 tahun. Bisnis ini bersifat multi-nasional. Jiko, misalnya, di samping sebagai pembeli juga memegang saham 15% di PT Arun NGL Co. yang mengoperasikan kilang di Aceh itu, dan 15% lagi di PT Badak NGL Co. yang menghilang gas alam di Kal-Tim. Pertamina menguasai 55% di dua tempat itu. Sisanya yang 30% dipegang oleh Mobil Oil Indonesia Inc., sebuah unit dari Mobil Corp. milik AS untuk PT Arun, dan oleh Huffco Group (campuran modal AS, Australia, Jepang dan lain-lain) untuk PT Badak. Mobil Oil adalah perusahaan yang membuka lapangan gas Arun, sedang Huffco Group adalah pembangun lapangan Badak. Keduanya bekerja atas dasar bagi hasil dengan Pertamina yang memperoleh bagian 65% setelah semua ongkos disisihkan. Maka para tamu yang datang ke Blang Lancang, umpamanya, pasti disambut tulisan di mana-mana: PT Arun Natural Gas Liquefaction Co. Tulisan itu mengingatkan bahwa di situ bukanlah Pertamina saja menjadi tuan rumah. Kompleks Blang Lancang di dekat pantai Selat Malaka menyedot gas dari lapangan Arun, sekitar 30 km laraknya, di pedalaman. Investasi kilang dan prasarananya yang kini masuk lingkungan PT Arun telah menelan hampir $ 950 juta. Modal Bukan Soal Dibanding kilang di Bontang yang menelan $ 680 juta, Blang Lancang ini jauh lebih besar. Jika di Bontang cuma ada 2 unit produksi (train), di Blang Lancang ada 3. Tapi Bontang akan menjadi besar lagi jika rencana menambah train-nya menjadi 4 bisa terlaksana. Negosiasi untuk itu sedang berlangsung. Sesungguhnya pemerintah juga menginginkan supaya unit produksi di Blang Lancang ditambah 3 lagi, tapi kini tertegun karena tidak ada kepastian dari calon pembeli LNG di pantai barat Amerika (TEMPO 16 September). "Kami masih menunggu berita dari AS," kata Menteri Pertambangan dan Energi Dr Subroto di Blang Lancang minggu lalu. Menteri bersama Dir-Ut Pertamina Piet Harjono ketika itu berada disana untuk melihat persiapan sebelum peresmian oleh Pak Harto. Jika pembelinya sudah diketahui, tampaknya tambahan modal bukanlah persoalan bagi PT Arun untuk membangun 3 train lagi. menteri Subroto menyatakan harapan akan ada calon pembeli lain jika pasaran AS tetap tertutup bagi LNG. Arun. Dari 3 train yang ada di sana, cuma satu yang sudah mulai bekerja. Satu lagi diharapkan bekerja sebelum akhir September ini, dan satu lagi menyusul dalam bulan Oktober. Tiap train mencairkan gas dengan kapasitas 200 juta SCFD (Standard Cubic Feet Per Hari). Sementara itu di lapangan Arun, Cluster III kini menghasilkan gas dari 4 sumur sebanyak 460 juta kaki kubik per hari. Dalam waktu dekat ini Cluster II, juga dengan 4 sumur, akan bisa menghasilkan lagi sesudah terhenti 4 Juni karena kebakaran yang terbilang hebat di dunia. Sejak api dipadamkan awal September, Mobil Oil bergegas membersihkan dan memperbaikinya. Dan minggu lalu rombongan wartawan tidak menjumpai lagi bekas-bekas kebakaran, yang menimbulkan kerugian $ 30 juta itu. Untuk melayani 3 train di PT Arun kapasitas Cluster II dan III itu saja sudah memadai. Apalagi bila jumlah sumur pada tiap Cluster itu nanti dijadikan 8 seperti yang direncanakan. Dalam peta Mobil Oil, menurut seorang manajernya, sudah tersedia lokasi untuk Cluster I dan IV tapi pembangunmnya ditunda sampai ada tambahan permintaan dari PT Arun. Ini akan terjadi, tentu saja, bila calon pembeli baru dijumpai dan pasti pemasarannya. Cadangan gas Arun, walaupun untuk 6 train, akan mencukupi untuk 20 tahun lebih. Dengan apa adanya dari Arun dan Badak kini, Menteri Subroto menaksir, Indonesia akan mengekspor 7,5 juta ton LNG per tahun, berarti tambahan hasil devisa sekitar $ 900 juta. Jika benar terlaksana, lumayan juga jumlah ini, ada saat muramnya posisi ekspor miyak Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus