MENLU Perancis Louis de Guiringaud boleh ketawa ketika
meninggalkan bandar udara Halim Perdanakusumah pekan lalu.
Selama berkunjung di Jakarta selama 4 hari memang belum
terdengar ada kontrak yang ditandatangani antara Perancis dan
Indonesia tapi de Guiringaud, 67 tahun, yang membawa 20
industrialis dan bankir Perancis, berhasil mengantongi beberapa
letter of intent, yang menunjukkan niat pemerintah dan swasta
Indonesia untuk membeli barang-barang buatan Perancis.
Bukan merupakan basa-basi agaknya kalau Menlu de Gluiringaud
pada akhir kunjungannya menyatakan "saya merasa sangat puas atas
segala aspek kunjungan saya." Meski pembicaraan dengan para
pejabat dan usahawan Indonesia dikatakannya masih bertaraf
penjajagan umum, tercatat keinginan pihak Indonesia untuk antara
lain memesan 48 truk berat dari perusahaan Berliet, sekitar 6
sampai 8 helikopter Puma seharga US$ 3 juta satunya dan 3
pesawat terbang Transall C-120 untuk keperluan mengangkut para
transmigran. Adapun heli Puma yang mempunyai versi militer itu,
yang antara lain juga dimiliki Pertamina, juga akan dirakit di
Indonesia dengan lisensi Perancis.
Perancis memang sudah lama hadir , di Indonesia, sekalipun
masih terbatas dalam hal menjual keahlian dan barang.
Di bidang tenaga atom, seperti dikatakan Menlu de Guiringaud
dalam wawancara khusus dengan TEMPO, sejak awal April 1969 ada
kerjasama, antara lain untuk melatih ahli-ahli riset dan teknik
dan eksplorasi uranium di Indonesia (TEMPO, 9 September).
Penjual Senjata
Tapi yang mengasyikkan para pengamat di Jakarta dari misi de
Guiringaud adalah "kemungkinan pembelian senjata, heli Puma yang
sudah dibuktikan kedekatannya untuk mengangkut tentara AS di
Vietnam dan pesawat Transall keluaran mutakhir Perancis itu.
Akan halnya pembelian senjata, seperti dikatakan pihak Hankam,
memang masih bertaraf daftar penyusunan kebutuhan pihak angkatan
bersenjata Indonesia saja. Namun rencana keberangkatan sebuah
tim penilai dari Departemen Hankam ke Paris dalam waktu dekat
ini tentu memberi harapan buat Perancis. Sementara pejabat
Indonesia malah sudahmenyatakan keinginan untuk melengkapi
Angkatan Darat kita dengan tank buatan Perancis. Pernah pula
disebut kemungkinan pembelian pesawat tempur jet Mirage, yang
terkenal dipakai angkatan udara di Libia. Dan Perancis memang
dikenal sebagai salah satu penjual senjata dan peralatan militer
kepada Dunia Ketiga.
Tentang pesawat Transall, yang berharga antara $ 10 sampai $ 11
juta sebuah, bisa dibayangkan akan jatuh kepangkuan perusahaan
Aerospatiale. Perusahaan raksasa yang sebagian besar sahamnya
dimiliki pemerintah Perancis itu berkongsi dengan maskapai
Messerschmitt-Blokow-Blohm dan VFW-Fokker, keduanya dari Jerman
Barat, dalam membuat pesawat angkut itu. Itu bermula dari
rencana pemerintah Indonesia untuk memindahkan kaum transmigran
dari Jawa ke daerah lain lewat udara.
Tak ayal lagi, gagasan itupun sempat menimbulkan persaingan
hangat antara perusahaan AS Lockheed yang membuat pesawat
Hercules C-100 dan gabungan perusahaan Perancis Jerman Barat
tersebut. Kedua raksasa itu belum lama berselang telah
mendemonstrasikan masing-masing kebolehan pesawatnya dalam
penerbangan percobaan mengangkut kaum transmigran.
Alhasil, saing-menyaing di udara Indonesia lebih memberi kans
buat duet Perancis-Jerman Barat untuk tampil sebagai pemenang.
Pesawat Transall C-120 yang bermesin dua turhoprop rupanya
memiliki kelebihan untuk menggunakan landasan pendek yang kini
dipunyai berbagai lapangan terbang perintis di Indonesia. Tapi
pihak pengusaha Perancis yang ikut rombongan dc Guiringaud
maupun kedutaan besar mereka di Jakarta, ketika ditanya maslh
lebih suka menahan diri. "Ini kan baru letter of intent.
Sebaiknya kita tunggu sampai rampung dulu," kata seorang pejabat
kedutaan di Jakarta.
Nomor 19
Namun yang dirasa masih amat mengganjel bagi pihak Perancis
agaknya menyangkut masalah belum diizinkannya mereka untuk
membuka cabang bank di Jakarta. "Kalau memang anda menghendaki
investasi dan perdagangan yang lebih banyak dengan kami,
selayaknya bank sebagai sarana perkreditan dan transfer
dibolehkan unnlk beroperasi," kata seorang bankir yang ikut
dalam rombongan Menlu Perancis.
Suatu alasan yang masuk akal, memang. Tapi pemerintah Indonesia
beranggapan adanya 11 bank asing yang membuka cabang di Jakarta
dipandang sudah cukup. Bagi yang masuk belakangan, pemerintah
membolehkan untuk membuka perwakilan. Credit Lyonnais, sebuah
hank yang tergolong paling besar di Perancis, sejak lama memang
sudah buka perwakilan di Jakarta. Dan Maret lalu sudah bertindak
lebih maju dengan menjalin kerjasama dengan Panin Bank, bank
swasta nasional yang terbesar di Indonesia. Tapi cara demikian
rupanya belum dianggap cukup untuk merangsang investasi mereka.
Kehadiran Perancis di Indonesia sampai sekarang boleh dikatakan
lebih banyak menjual barang daripada menanam modal. Sebagai
negara industri nomor 2 di Eropa, sesudah Jerman Barat, modal
Perancis yang ditanam di Indonesia baru tercatat US$ 24,5 juta
dalam 8 proyek. Dengan kata lain, Perancis baru menempati anak
tangga ke-6 di antara negara Eropa yang menanam modal di
Indonesia. Kalau dibandingkan dengan seluruh investasi asing
yang beroperasi di sini, maka Perancis berada dalam urutan nomor
19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini