Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Respon Sri Mulyani Soal Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Maju

Sri Mulyani mengomentari dampak Indonesia jadi negara maju terhadap perdagangan.

25 Februari 2020 | 09.34 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 19 Februari 2020. DPR menyetujui Menteri Keuangan mengenakan cukai terhadap produk plastik yang meliputi kantong plastik hingga minuman berpemanis dalam kemasan plastik atau kemasan kecil (sachet). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 19 Februari 2020. DPR menyetujui Menteri Keuangan mengenakan cukai terhadap produk plastik yang meliputi kantong plastik hingga minuman berpemanis dalam kemasan plastik atau kemasan kecil (sachet). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Tempo.Co, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespon pencabutan status Indonesia sebagai negara berkembang oleh Amerika Serikat. Menurut Sri Mulyani, keputusan ini hanya menyasar pada fasilitas Countervailing Duty (CVD), bukan Generalized System of Preferences (GSP) yang banyak diberitakan sebelumnya.

Selama ini, kata Sri Mulyani, fasilitas CVD ini hanya dinikmati oleh lima sektor komoditas saja. "Jadi sebetulnya nggak terlalu besar sekali pengaruhnya kepada perdagangan kita," kata dia saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 24 Februari 2020.

Secara sederhana, CVD adalah kelonggaran subsidi maksimal 2 persen yang diberikan terhadap produk impor dari sejumlah negara ke Amerika. Sementara GSP adalah pengurangan tarif bea masuk produk impor ke Amerika. "CVD ini berbeda dengan GSP," kata Sri Mulyani.

Pada akhir pekan lalu, Amerika Serikat melalui Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang dan terdaftar sebagai negara maju. Inilah yang menjadi penyebab Indonesia tak menerima fasilitas CVD ini lagi.

Di sisi lain, Sri Mulyani menyebut selama ini Indonesia juga sudah masuk sebagai negara berpendapatan menengah. Sehingga, kata dia, daya saing dari produk dalam negeri memang harus terus ditingkatkan. "Itu semua yang akan menciptakan cost of production yg lebih efisien. Jadi saya harap (ini) hanya spesifik mengenai CVD," kata Sri Mulyani.

Kementerian Perdagangan telah menjamin Amerika Serikat tak akan mencabut fasilitas GSP setelah mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang.

"Intinya secara prinsip, pencoretan Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju tidak mempengaruhi fasilitas GSP. GSP tetap lanjut," ujar Jerremy di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kematiriman dan Investasi, Jakarta Pusat, di hari yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus