Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Perkoperasian dinilai sudah usang.
Proses revisi telah mencapai tahap pembahasan antar-kementerian.
Pemerintah mengusulkan pembentukan lembaga pengawas koperasi.
JAKARTA — Pemerintah mempercepat proses revisi terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Perkoperasian. Kebutuhan akan perubahan tersebut menguat setelah kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana nasabah Koperasi Simpan-Pinjam (KSP) Indosurya terungkap. Nilai kerugian yang diderita sekitar 23 ribu nasabah Indosurya ditaksir mencapai Rp 106 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus itu semakin menarik perhatian setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Januari lalu memvonis bebas Head Admin KSP Indosurya June Indria dan Ketua KSP Indosurya Henry Surya. Hakim berdalih kasus dugaan penipuan dan penggelapan Indosurya adalah kasus perdata. Alasan lain adalah tidak adanya aturan mengenai tindak pidana terhadap salah kelola koperasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah Arif Rahman Hakim mengatakan, revisi mendesak dilakukan karena beleid yang berlaku saat ini sudah tidak mampu mengakomodasi kebutuhan dan perkembangan industri koperasi, khususnya mengenai pengawasan. “Proses revisinya telah mencapai tahap pembahasan antar-kementerian. Sebelumnya sudah dilakukan penyusunan naskah akademik dan draf RUU,” ujar dia kepada Tempo, kemarin, 1 Februari 2023.
Berdasarkan penelusuran, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pernah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sebagai revisi atas UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Namun, pada 28 Mei 2014, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU 17 Tahun 2012 dan memberlakukan kembali UU 25 Tahun 1992.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim. ANTARA/HO-Humas Kemenkop
Menurut Arif, para pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam penyusunan naskah akademik dan draf RUU adalah praktisi dan akademikus yang tergabung dalam Kelompok Kerja RUU Perkoperasian bentukan pemerintah. Ia menjelaskan, ada empat poin utama usulan revisi. Pertama ialah penguatan atas permodalan koperasi, mengingat kondisi permodalan industri saat ini belum stabil.
Kedua, pembentukan lembaga penjamin simpanan anggota untuk menumbuhkan kepercayaan kepada industri koperasi. Ketiga, pembentukan lembaga pengawas koperasi, khususnya koperasi yang menjalankan kegiatan simpan-pinjam. Keempat, pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan koperasi. “Draf RUU mengatur mengenai sanksi pidana. Lingkup kegiatan yang dapat dikenai sanksi salah satunya menghimpun atau menyalurkan dana kepada non-anggota, sebagaimana dalam kasus KSP Indosurya,” ucap Arif.
Kementerian Koperasi optimistis, dengan adanya perbaikan tata kelola, industri koperasi ke depan dapat semakin berdaya saing. Sederet strategi pun disiapkan untuk mendorong perbaikan tata kelola dan terciptanya industri koperasi yang sehat. “Pertama, menyiapkan kerangka regulasi RUU Perkoperasian dan peraturan turunannya untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan koperasi,” kata dia. Arif mengharapkan koperasi dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan serta mampu memenuhi kebutuhan para anggotanya.
Berikutnya, Kementerian Koperasi bakal berfokus pada pengawasan koperasi dengan kegiatan usaha simpan-pinjam untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat dan anggota. Terakhir, mendorong peningkatan sumber daya manusia pengurus dan pengawas koperasi dalam menjalankan aktivitas usaha koperasi, sehingga dapat bersaing dengan badan usaha lain.
UU Koperasi Sudah Usang
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan bahwa revisi UU Koperasi mendesak dilakukan karena tantangan industri yang terus berkembang. “Undang-undang yang ada sekarang sudah usang, jadi memang seharusnya sudah direvisi sejak dulu,” kata dia.
Menurut Huda, masih ada lubang besar dalam pengawasan tata kelola koperasi yang harus segera ditutup supaya kasus KSP Indosurya tak terulang. “Pengawasan koperasi perlu diserahkan kepada lembaga yang kompeten dan kuat. Pengalihan pengawasan koperasi simpan-pinjam kepada Otoritas Jasa Keuangan perlu direalisasi."
Ketua Umum Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI) Sularto mengatakan, revisi UU Koperasi ditunggu publik untuk memberi batas yang terang mengenai klasifikasi kegiatan usaha koperasi. “Pemerintah harus punya stempel dengan dasar undang-undang untuk membedakan antara koperasi yang benar dan tidak benar,” kata dia. Revisi UU Koperasi, ujar Sularto, diharapkan membawa sentimen positif bagi industri dan meningkatkan kepercayaan publik.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo