MASYARAKAT pemakai telepon umum secara tidak sadar telah menyubsidi PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Hal ini diketahui dari jumlah pulsa telepon umum dibandingkan dengan jumlah koin yang masuk. Tahun 1992 Telkom menghitung penerimaan dari sektor telepon umum sebanyak Rp 52,4 miliar, sedangkan pulsa yang digunakan hanya 641,7 juta. Jika tarif satu pulsa adalah Rp 50, penjualan pulsa lewat telepon umum mestinya sekitar Rp 32 miliar. Lalu kelebihan Rp 20 miliar itu dari mana? Menurut juru bicara Telkom, Doddy Amarudien, uang kelebihan itu berasal dari ketidaktahuan masyarakat konsumen. Menurut Doddy, kebanyakan orang diperkirakan bicara 1 pulsa. Kalau dia membayar Rp 100, mestinya dia mendapat uang kembalian Rp 50. Sialnya, Telkom belum mempunyai alat pembayar uang kembalian. Namun, orang bisa menggunakan telepon lagi untuk 1 pulsa dengan memutar nomor lain tanpa perlu memasukkan koin baru. ''Sisa 1 pulsa ini yang umumnya tidak digunakan,'' kata Doddy. Jumlah telepon umum di Indonesia sampai Juli 1993 sudah terpasang 45.840 buah dengan rincian 39.073 untuk koin dan 6.767 untuk kartu. Menurut Doddy, penggunaan kartu untuk telepon umum akan diperbanyak. Selain lebih aman dibandingkan dengan telepon koin, kartu telepon merupakan kredit masyarakat untuk Telkom (orang bayar sebelum pakai). Penjualan kartu telepon tahun 1992 ternyata menghasilkan Rp 28,6 miliar cukup tinggi juga. Penghasilan Telkom secara keseluruhan tahun lalu tertacat Rp 2,4 triliun, sekitar Rp 1,8 triliun berasal dari para pelanggan telepon, sedangkan laba BUMN yang masih memonopoli jasa telepon ini, Rp 195 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini